Voleta takjub melihat satu piring penuh berisi ayam goreng dengan bumbu merah menggoda.
"Kak, ini enak?"
"Gue udah sering kesini, makanya gue bisa bilang kalo ini enak."
Keduanya mulai menikmati makanan yang sudah dipesan.
Voleta menggoyangkan kepalanya ke kiri dan kanan.
"Kenapa kepala lo?" tanya Theo.
"Enak." jawaban singkat dari Voleta membuat Theo tertawa.
"Ya udah makan yang banyak, abisin."
Voleta benar-benar menikmati makanannya sampai tangan Theo terulur untuk mengusap sudut bibirnya yang terkena saus.
Theo menarik tangannya lalu menghisap sisa saus dari bibir Voleta tadi.
"Jorok, Kak!" Voleta kesal tapi juga kaget dengan apa yang Theo lakukan.
Theo acuh dan lanjut makan. Voleta mengulum bibirnya karena mendadak malu.
"Nggak usah malu. Dari pada nanti keliling mall tapi masih belepotan saus, lebih malu mana?"
Voleta mengangguk kecil, "Iya juga sih."
Mata Theo menyipit lalu segera mengubah raut wajahnya begitu Voleta menatapnya kebingungan.
"Kenapa mukanya begitu?"
Theo berdeham dan menggelengkan kepala, "Nggak apa-apa."
"Bohong?"
"Gue nggak pernah bohong ke elo, asal lo tahu aja."
Voleta tak ambil pusing dan lanjut menikmati makanannya.
Theo tetap menatap ke arah yang sama tapi dengan raut wajah senormal mungkin agak tidak mencurigakan di mata Voleta.
"Pacar lo udah balas chat dari elo?"
"Belum, kayaknya."
"Lo nggak coba buat chat lagi sekarang?"
"Nggak ada yang perlu dibahas."
"Atau coba lo telpon aja."
"Kok elo maksa gitu, Kak?"
"Bukan maksa, cuma mau memastikan aja. Kalo nggak mau juga nggak masalah. Lo nggak usah sewot begitu."
Theo menyentil kening Voleta karena kesal melihat wajahnya yang menyebalkan.
"Ya lagian maksa gitu." ucap Voleta sambil mengusap keningnya.
"Ya udah." jawab Theo sambil terus menatap ke arah dari balik punggungnya.
Voleta penasaran dan sengaja membalik badannya
Tangan Theo kalah cepat untuk menahan bahu Voleta agar tidak berbalik arah.
Voleta mencoba mencari sumber menarik yang ditatap Theo.
Matanya membulat sempurna dan kemudian matanya terasa gelap.
Theo menutup kedua mata Voleta dengan tangannya.
"Udah ngerti kenapa gue maksa dari tadi?"
...
Sejak kejadian itu, Voleta belum mengirim pesan singkat atau menelepon Leo lebih dulu.
Jadi Leo dulu yang memulai, baru Voleta membalas seadanya.
Jika Leo tidak menghubunginya, ia juga tidak akan menghubungi lebih dulu.
Ia masih berusaha berpikir positif jika yang dilihatnya saat itu adalah Leo dengan wanita yang tidak ia kenal.
Tapi pikiran positifnya menguap begitu saja setelah melihat postingan sebuah foto di beranda media sosial miliknya.
Baju yang dipakai di dalam foto sama dengan yang ia lihat saat itu.
Voleta menebak jika mereka mungkin sering pergi bersama, bukan hanya yang kemarin dilihatnya.
Bunyi ponselnya menarik Voleta kembali dari lamunannya.
"Halo."
'Kok suaranya gitu?'
"Gitu gimana maksudnya, Woo?"
'Kayak bukan gue yang diharapkan nelpon.'
"Jangan nyebelin. To the point aja."
'Sabar cantik, gue mau ngajak minum kopi.'
"Gue nggak terlalu suka kopi, kalo lu udah lupa."
'Gue masih ingat, Vo. Gue yang minum kopi. Buat elo matcha.'
"Dimana? Jam berapa?" Voleta antusias setelah mendengar kata matcha.
'Pasti mata lo lagi berbinar-binar dengar matcha. Nanti sore bisa?'
"Bisa. Gue hari ini nggak ada jadwal kelas."
'Nanti gue jemput. Sekitar jam 3.'
"Oke. Perlu gue sharelock?"
'Gue udah hafal di luar kepala jalan ke rumah lo.'
Voleta tertawa, "Ya kali aja udah lupa."
'Susah untuk lupa.'
"Basi banget, Woo!"
Kini giliran Wonwoo tertawa di seberang sana.
'Nggak usah cantik-cantik. Nanti banyak yang godain.'
"Nggak usah ngegombal melulu."
'Ya udah nanti gue jemput jam 3.'
"Oke, gue tunggu."
'Tapi lo izin dulu.'
"Izin sama siapa?"
'Bukan Bang Dion, kalo lo mau nebak itu.'
"Oh. Iya nanti gue chat."
'Atau gue aja yang izin ke dia?'
"Ngaco."
'Ya udah, nanti ada yang mau gue omongin juga sama elo.'
"Soal apa?"
'Nanti aja. Gue tutup ya, gue masih ada kelas soalnya.'
"Oke."
Tidak ada salahnya menerima ajakan Wonwoo, bukan?