Seminggu kemudian Voleta kembali ke rumah sakit untuk melihat perkembangan kakinya.
Voleta gugup duduk di samping Theo yang sedang mengemudi.
Iya, ia diantar Theo. Bukan Leo, bukan Bobby, bukan juga Bang Dion.
"Nggak usah jaim. Mau dengerin musik?"
Voleta mengangguk, "Boleh?"
"Boleh. Nyalain aja."
Voleta menyalakan radio di mobil Theo, mencari saluran yang pas.
"Ini aja?" tanya Voleta saat menemukan lagu yang menurutnya sedang populer.
"Apa aja asal lo suka. Gue ikut."
Voleta beberapa kali mengikuti lirik lagu tersebut. Theo melirik dengan ekor matanya sambil tetap memegang stir mobil.
Voleta menyadarinya, "Kenapa? Jelek ya suara gue?"
"Nggak. Lumayan juga suara lo." puji Theo.
"Lumayan jelek?"
"Lumayan bagus. Lebih bagus nggak usah jadi penyanyi."
Voleta memutar bola matanya kesal.
"Becanda. Tapi benar suara lo bagus."
Voleta tertawa kecil, "Lo orang kedua yang bilang begitu."
"Yang pertama siapa?" Theo sudah menebak jawabannya.
"Bang Dion."
Theo menginjak rem tepat di lampu merah lalu menatap ke arah Voleta.
"Pacar lo nggak pernah muji kalo suara lo bagus?" Voleta menggeleng.
Theo kembali menatap lurus ke depan. Sedikit lagi lampu merah akan berganti hijau.
Benar, Leo tidak pernah memuji suara Voleta.
Bukan suara yang seperti penyanyi hebat, tapi cukup enak didengar.
Voleta sempat kaget saat awal bertemu Theo, pria ini selalu bicara dengan blak-blakan.
Jadi ia masih cukup takjub dengan ucapan Theo, termasuk yang tadi ia dengar.
"Kak Theo."
"Tumben pake embel-embel "Kak"?"
"Emang nggak boleh?"
"Boleh. Tapi kesannya jadi serius banget. Yang santai aja."
"Theo."
"Terdengar lebih santai."
Voleta mendengus, "Ribet banget."
Mobil Theo masuk ke area parkir rumah sakit.
"Lo mau turun di lobi dulu?" tanya Theo.
"Emang mau kemana dulu?"
"Parkir mobil dulu. Takut kejauhan nanti."
"Gue udah bisa jalan jauh kok."
Theo lanjut cari parkiran yang tidak jauh dari lobi utama.
Voleta melepas sabuk pengaman dan hendak membuka pintu mobil namun ditahan Theo.
"Gue turun duluan. Lo disini dulu."
Theo ternyata membukakan pintu untuk Voleta dan membawakan tongkatnya.
"Makasih." ucap Voleta setelah Theo membantunya berdiri tegak.
...
Gips di kaki Voleta sudah bisa dilepas hari ini.
Voleta keluar dari ruangan dokter dengan senyum yang lebar.
"Vo, jangan senyum-senyum melulu."
"Kenapa sih emangnya?"
Theo menunjuk ke arah anak kecil yang sedang menatap mereka keheranan.
"Lo diliatin anak kecil itu dari tadi."
Voleta mengacuhkan Theo, ia terus berjalan sambil melihat kakinya yang sudah bebas dari gips.
"Gue kangen jalan-jalan ke mall, ke taman, jogging."
"Orang kayak elo jogging?"
Voleta menatap Theo, "Maksudnya gimana nih, Kak? Orang kayak gue itu maksudnya apa?"
"Iya orang kayak elo. Jalan aja bisa jatuh. Apalagi jogging."
Voleta menjulurkan lidahnya, "Bodo!"
Sebelum Theo menyalakan mesin mobilnya, ia berdeham.
"Lo mau jalan-jalan kemana?"
"Kak Theo nanya gue?"
"Bukan. Gue nanya kaca spion."
"Oh."
"Ya, nanya elo."
"Emang mau ngajak gue jalan-jalan?"
"Kalo lo mau, ya nggak masalah."
Voleta tampak berpikir sejenak, "Gue pengen makan ayam goreng saus pedas ala Korea gitu."
"Gue punya rekomendasi tempat makan yang kayak elo mau."
"Serius, Kak? Soalnya belum pernah ketemu yang pas gitu rasanya."
"Kalo sama elo harus serius. Cuma orang bego yang nggak bisa serius sama elo."
"Apa sih, Kak."
Theo menyalakan mesin mobilnya, "Hari ini jalan-jalan sama gue."
"Oke!" sahut Voleta girang.
"Lo nggak izin dulu?"
"Izin ke siapa? Oh ke Bang Dion?"
"Dan pacar lo."
Voleta mengeluarkan ponselnya yang sejak tadi masih di dalam tas.
Ia menunggu panggilannya tersambung.
"Halo, Bang. Aku mau jalan-jalan dulu ya."
'Sama siapa? Kemana? Kakinya gimana?'
"Sama Kak Theo. Mau makan ayam Korea gitu. Kaki aku udah lepas gips dong, Bang. Udah bisa jalan-jalan."
'Ya udah, tetap hati-hati. Jangan jatuh lagi. Pulang jangan malam-malam ya.'
"Oke. Siap! Bang Dion masih di kantor?"
'Iya, bakal lembur kayaknya.'
"Iya udah, nanti aku kabarin kalo udah di jalan pulang ya."
'Have fun, Dek. Ingat, jangan aneh-aneh. Kamu punya pacar.'
"Iya. Aku tutup ya."
Theo menatap Voleta, "Udah?"
"Iya. Jangan terlalu malam pulangnya."
Theo mengangguk, "Izin yang satu lagi."
Voleta membuka menu ruang obrolannya dengan Leo. Lalu menulis pesan.
"Udah."
Voleta melihat pesannya yang masih belum terkirim. Sepertinya Leo sedang tidak aktif.
"Nggak ditelpon?"
"Nggak perlu." jawabnya pelan.