1

45.9K 1.5K 20
                                    

tandai typo:)
______________________________________


Hari ini adalah hari kelulusan masa putih abu-abu bagi Azuhra Kaila, akrab di sapa Zura, seorang gadis cantik berhijab dengan tinggi 169 cm, memiliki sifat lemah lembut, baik, ramah, penyabar dan soleha.

Zura adalah seorang yatim piatu. Ia memiliki butik yang di tinggalkan ibunya untuk dirinya, dan sebuah kafe yang di tinggalkan Ayahnya untuk dirinya. Ia tidak memiliki keluarga maupun saudara, karena kedua orang tuanya anak tunggal, jadi ia tidak memiliki keluarga. Sedangkan orang tua dari Ayah dan Ibunya sudah tiada sewaktu dirinya masih kecil.

Zura tersenyum haru menatap nilai raportnya yang sangat memuaskan baginya. Ia benar-benar bersyukur kepada Allah atas pencapaiannya saat ini.

"Zura!?" panggil Tata sahabatnya yang berada di sampingnya.

Zura menoleh kearah Tata, "Kenapa, Ta?"

"Lo yakin nggak kuliah?" tanya Tata kesekian kalinya. "Padahal lo itu pinter loh!" sambungnya.

Zura tersenyum, "Ta? Gue mau pokus ngurus butik and kafe."

Tata menghembuskan napas lelah lalu mengangguk, "Yaudah deh ... kalo gitu yuk pulang!? Papi gue udah nungguin di gerbang noh." tunjuk Tata kearah gerbang yang memperlihatkan mobil milik Papi Tata.

"Maaf, Ta. Lo deluan aja ya? Gue masih ada keperluan nih bentar," tolak Zura halus.

"Sekalian aja kalo gitu!"

Zura tersenyum lalu menggeleng pelan, "nggak usah, Ta. Beruan samperin Papi lo gih! Kasian nunggu lo lama, " seraya mendorong pelan bahu Tata.

"Tapi ... perasaan gue nggak enak mengenai lo, Ra ..."

Zura tersenyum kearah Tata yang terlihat khawatir, "In syaa Allah gue nggak akan kenapa-napa, Ta. Lagipun, sebentar lagi Kak Rina datang jemput gue. Jadi lo nggak perlu khawatir."

Rina yang di maksud Zura adalah kepercayaan almarhum Ibunya untuk mengurus butiknya. Tepat setelah kepergian orang tuanya dua tahun yang lalu akibat kecelakaan, Rina dan Geri suaminya lah yang membantu Zura. Rina yang mengurus butiknya, sedangkan Geri mengurus Kafenya. Keduanya sudah menikah 8 tahun yang lalu dan sudah di karuniai putra bermana Vino Kastanio yang berumur 7 tahun.

"Hem ... yaudah deh gue duluan ya! See you Zura sayang, Assalamualaikum!" ucap Tata berlalu menuju mobil sang papi setelah Zura menjawab salamnya.

Tin! Tin!

Suara klakson motor di seberang jalan. Zura tersenyum kearah Rina yang juga tersenyum kearahnya.

Zura menoleh ke kanan dan kiri jalanan saat hendak menyebrang. Saat jalanan sudah bisa ia seberangi, namun tepat saat ia berada di tengah jalan terlihat mobil dengan rem blong melaju cepat kearahnya.

"ZURAAA!" pekik Rina saat tubuh Zura terpental jauh ke tepi jalan saat mobil itu menghantam tubuh Zura begitu kuatnya.

Rina berlari menghampiri Zura yang terbaring lemah di atas aspal dengan darah yang terus mengalir dari keningnya.

Dengan air mata yang terus mengalir, Rina mengangkat kepala Zura ke pangkuannya. "Dek? Denger suara Kakak kan? Plis jangan tutup mata kamu!" pinta Rina saat melihat Zura yang hendak menutup matanya.

Kini keduanya sudah di keliling oleh orang-orang yang melintas di jalan itu, dan ada seseorang yang tengah menghubungi ambulance untuk segera datang membawa Zura ke rumah sakit.

Zura tersenyum kearah Rina yang menangis, "Bim-bing Zu-Zura ya, Kak?" lirih Zura.

Rina menggeleng keras, "Kamu harus bertahan! Sebentar lagi ambulance datang! Plis, bertahan, Ra. Jangan tinggalin Kakak, kamu udah Kakak anggep sebagai Adek kakak sendiri, Ra. Jadi, jangan tutup mata kamu!" tegas Rina.

Zura tersenyum manis membuat orang di sekitarnya tertegun, seakan terhipnotis dengan senyum manis Zura. "Zura ... udah nggak kuat, Kak. To ... long bantu Zura ya?"

Rina memejamkan matanya kuat lalu membuang napas pasrah, "Ikutin Kakak. Ayshadu An-la ilaha illallah ..."

"Ayshadu An-la ilaha illallah ... " lirih Zura.

"Wa Ayshadu Anna Muhammada Rasulullah."

"Wa-Wa Ayshadu Anna Mu-muhammada Rasulul ... lah ..." ucap Zura sangat pelan sebelum akhirnya ia menghembuskan napas terakhir.

Orang-orang disana menangis terharu melihat kejadian itu dan senyum Zura dengan mata terpejam dan raga nya yang penuh darah, sedangkan nyawa sudah pergi dari raga.

Tangis Rina semakin pecah lalu memeluk erat raga Zura yang tanpa nyawa, "Kenapa kamu ninggalin Kakak secepat ini, Dek ... hiks hiks."

Dan tak lama kemudian ambulance tiba lalu membawa Zura ke rumah sakit, Rina juga ikut menemani Zura ke dalam ambulan. Dengan tangan bergetar, Rina menelpon Geri, sang suami.

"Ha-halo, Mas? Assalamualaikum," ucap Rina saat telpon tersambung.

"Waalaikumsalam! Rin, kamu kenapa? Kamu nangis? Ada apa?"

"Mas, Zura, Mas!" isak Rina.

"Zura kenapa!?" panik Geri di seberang sana.

"Hiks hiks Zura ... Zura udah nggak ada, Mas ..." lirih Rina semakin terisak.

"Mak-maksud kamu apa, Rin? Jangan aneh-aneh deh, jangan buat Mas jadi khawatir ..."

"Zura udah ninggalin kita hiks hiks!" tangis Rina semakin terisak.

***

Dan hari ini adalah hari dimana Zura di antar ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Rina menatap sedih gundukan tanah di hadapannya. Tiba-tiba saja terlintas kenangannya bersama Zura saat berada di butik.

"Aunty Zura ... yang tenang ya disana? Aunty pasti senang ya? Ketemu Ayah sama Ibunya? Vino janji akan terus doain Aunty Zura ... " ucap Vino mengusap papan nama Zura.

Geri meneteskan air matanya, ia juga sama-sama sedih karena kehilangan Zura. Selama ini ia sudah menganggap Zura sebagai Adiknya. Bahkan orang tua Zura sendiri yang telah menitipkan Zura kepadanya.

Pemakaman sudah mulai terlihat sepi karena langit terlihat mendung, dan sebentar lagi hujan akan turun. Geri memegang bahu Rina, "Kita pulang ya? Sebentar lagi hujan akan turun. Vino? Pulang ya, Nak?" ucap Geri di angguki pasrah Rina dan Vino.

"Kakak pulang dulu ya, Dek? Nanti Kakak akan sering jengukin kamu." ucap Rina seraya mengusap papam nama Zura.

"Aunty, Vino pulang dulu ya?" pamit Vino sebelum ketiganya berlalu dari sana.

o0o

I'm Nahwa!? (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang