Tandai typo
___________________''Tan? Dio beneran nggak boleh ngendarain motor?'' tanya Dio kesekian kalinya.
Saat ini Dio, Nahwa dan Lala baru saja masuk ke dalam mobil hendak mengantar mereka ke sekolah.
Nahwa mengaitkan seat beltnya lalu menoleh kearah Dio dengan menghela napas sabar, ''Mama kamu udah kirim pesan ke Tante kalau kamu nggak boleh bawa motor, akibat kamu tiga hari yang lalu ikut tawuran.'' ucap Nahwa lalu melajukan mobilnya menuju sekolah Lala baru kemudian ke sekolah Dio.
Karena sekolah lebih dulu di lewati baru setelahnya sekolah Dio.
Dio hanya memberengut kesal, padahal saat tawuran itu ia hanya ikut-ikutan saja. Tapi ternyata pihak sekolah memanggil wali murid, al hasil ia menjadi di hukum sang Mama untuk tidak mengendarai motor selama satu bulan.
Tak lama kemudian mereka sampai di sekolah Lala. Terlihat banyak para orang tua yang sedang mengantarkan anak mereka.
Dio menatap keluar jendela, lebih tepatnya kearah Nahwa dan Lala yang berjalan menghampiri seorang guru yang ada di depan pintu gerbang sekolah itu.
''Bye ... Bang Dio!'' seru Lala melambaikan tangannya kearah Dio.
Dio tersenyum lalu membalas lambaian tangan bocah itu. Lihatlah, bocah tersenyum lebar dengan melompat-lompat seraya melambaikan tangannya semakin tinggi. Dio hanya terkekeh melihat tingkah bocah itu.
Tak lama Nahwa sudah kembali dan masuk ke dalam mobil kemudian melajukan mobilnya menuju sekolah Dio yang hanya sekitar enam menit sudah sampai.
''Pulangnya nanti Tante jemput, jadi jangan coba-coba pergi tanpa seizin Tante atau Om, ada dengar?'' tegur Nahwa.
''Iya Tante ku sayang. Dio nggak kemana-mana, kok.''
''Nanti Tante jemput, jadi kamu tunggu di sekolah jangan keluar gerbang.'' ucap Nahwa.
''Siap, komandan!'' seru Dio berlagak hormat.
Nahwa hanya menggelengkan kepala melihat tingkah keponakannya itu.
''Yaudah, masuk gih. Bentar lagi bellnya bunyi,'' suruh Nahwa lalu menyodorkan uang seratus ribu rupiah di hadapan Dio.
''Untuk apa, Tan?'' bingung Dio saat di sodorkan uang tersebut.
Nahwa menggelengkan kepala, ''Ya untuk jajan kamu lah, gimana sih.''
Dio menyengir kearah Nahwa lalu mengambil uang seratus itu di tangan Nahwa, ''Makasih banyak Tente Dio yang paling-paling cantik.'' rayu Dio membuat Nahwa menyentil kening sang keponakan.
''Auwh.'' ringis remaja itu mengusap keningnya.
''Kamu ini kesekolah mau jadi preman atau mau belajar sih, Yo?'' heran Nahwa menggelengkan kepalanya melihat style seragam Dio.
''Lihat ini!'' ucap Nahwa menarik baju seragam Dio yang di luar celana. ''Rapi dikit lah anak bujang. Pergi tadi dasi rapi, sekarang malah di sampirin doang. Ayo rapiin dasinya baru boleh keluar.'' titah Nahwa yang mau nggak mau Dio merapikan dasinya.
''Jangan lupa, nanti masukin baju seragamnya ke dalam celana. Ini juga rambut Masya Allah ... Kayak sarang burung.'' heran Nahwa menggelengkan kepalanya lalu merapikan rambut remaja itu.
''Gini kan rapi dan lebih tampan,'' ucap Nahwa, sedangkan Dio hanya diam pasrah.
''Yaudah gih sana masuk kelas.''
Dio mengangguk lu menyalimi punggug tangan Nahwa, ''Dio masuk dulu ya, Tan. Assalamualaikum ...'' pamitnya lalu membuka pintu mobil.
''Waalaikumsalam ... Jangan bolos dan belajar dengan benar!'' peringat Nahwa sebelum Dio menutup pintu mobil.
''Siap, komandan!'' seru Dio berlagak hormat.
Nahwa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah remaja itu. Ia tersenyum simpul memandang kepergian Dio yang mulai tak terlihat.
Kini Nahwa melajukan mobilnya menuju toko kuenya. Tak lama kemudian ia sampai di tokonya lalu memarkirkan mobilnya di samping toko yang tempatnya khusus hanya untuk memarkirkan mobilnya agar tidak tercampur dengan kendaraan pengunjung yang lain.
''Assalamualaikum!'' salam Nahwa memasuki toko.
Ia melihat beberapa karyawannya sedang sibuk mempersiapkan toko sebelum di buka, seperti menyapu, mengepel, membersihkan kaca dan lainnya.
''Waalaikumsalam ... '' jawab mereka bersamaan.
''Selamat pagi, Mbak Nahwa!'' sapa mereka bersamaan.
Najwa tersenyum simpul, ''Selamat pagi juga. Udah pada sarapan?'' tanya Nahwa, mereka semua kompak mengangguk dan menjawab iya.
Nahwa mengangguk lalu pamit menuju ruangannya. Ia menaruh tasnya di meja dan berjalan kearah jendelan untuk membuka jendela kaca itu agar cahaya masuk ke dalam ruangannya.
Nahwa menoleh menatap tasnya kala ponselnya berdering tanda telepon masuk.
Ia berjalan kearah meja lalu mengambil ponselnya. Ia tersenyum simpul saat tahu bahwa sang suami yang menelponnnya.
''Ha-'' baru saja Nahwa hendak berucap 'Halo' Aska sudah lebih dulu melontarkan rentetan pertanyaan.
''Halo, assalamualaikum sayang! Gimana tadi? Aman-aman aja kan? Nggak ada kendala kan? Kamu udah di toko belum? Anak-anak udah di sekolah kan?''
Nahwa menggeleng takjub mendengar kalimat-kalimat yang di ucapkan Aska tanpa titik dan koma.
''Waalaikumsalam, Mas. Ngomongnya pelan-pelan aja Mas, nggak perlu terburu-buru kok. Tadi aman-aman aja kok, Mas. Alhamdulillah semuanya fine tanpa kendala, Mas. Anak-anak juga udah aku antar ke sekolah dan ini aku baru saja sampai di toko, Mas.'' jelas Nahwa dengan sekali tarikan napas.
''Jadi Mas nggak perlu cemas, semuanya oke-oke aja, sayang.'' ucap Nahwa.
Terdengar di telinga Nahwa, di seberang sana Aska sedang menghela napas. ''Alhamdullah kalau gitu, Mas jadi lega. Yaudah kalau gitu Mas mau lanjut kerja dulu ya, sayang. Kalau ada apa-apa langsung telpon Mas, oke!?'' ucap Aska di seberang sana.
Nahwa terkekeh pelan, ''Iya sayang ... Iya ... Yaudah gih lanjut kerjanya.''
Di sebrang sana Aska tertawa, ''Yaudah kalau gitu, assalamualaikum istrinya Ayah ... '' ucapnya di akhiri kekehan.
Nahwa tersipu malu mendengar penuturan sang suami, ''Waalaikumsalam, Mas ... '' jawab Najwa seblum telpon berakhir.
o0o
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Nahwa!? (Lengkap)
Teen Fiction"Astaghfirullah! Gimana ceritanya gue bisa transmigrasi? Gak! Gak mungkin! Gue pasti mimpi," seraya menepuk-nepuk pipinya. *** Brugh! Ia terkejut. Tiba-tiba saja ada yang memeluk kakinya. kemudian ia menunduk melihat siapa yang memeluk kakinya, yan...