Tandai typo
_____________________"Ia sudah mendapatkan ingatannya?" ucap pria itu memastikan seraya menatap tangan kanannya.
"Benar, Pak."
Pria itu mengangguk seraya menggoyangkan gelas berisi wine, "Sepertinya saya kemarin terlambat. Jika saya tidak bisa mendapatkannya, maka siapa pun tidak akan bisa." ambisi pria itu menatap lurus.
"Biarkan mereka bersenang-senang sebelum kehancuran itu tiba," sambungnya.
***
Seminggu kemudian ...
Aska beserta Nahwa dan Lala sudah berada di depan pintu besar rumah bertingkat dua.
Seperti yang sudah di sepakati, mereka akan pindah ke rumah yang tak jauh dari kantor Aska. Dan jarak rumah ke kantor Aska hanya menempuh waktu 15 menit saja.
"Lala suka?" tanya Aska mengusap rambut Lala.
Lala mendongak menatap sang Ayah lalu mengangguk antusias, "Suca! Talena ada ayunna!" seraya menunjuk ayunan yang berada di bawah pohon mangga.
"Buruan buka pintunya, Mas." celetuk Nahwa tak sabar ingin melihat isi rumah itu.
Aska tersadar lalu membuka pintu rumah berlantai dua dengan desain minimalis itu.
"Assalamu'alaina wa 'ala 'ibadillahis sholihin ... " salam mereka saat masuk.
***
Pagi ini Nahwa sedang membuat puding untuk di bagi ke beberapa tetangga.
"Bunda mau temana?" tanya Lala yang sedang bermain lego bersama Aska di ruang tv.
"Bunda mau ke rumah tetangga, sayang. Lala mau ikut?" tawar Nahwa.
Lala mengangguk antusias lalu salah satu kresek berisi puding tangan Nahwa, "Lala juga mau."
Nahwa tersenyum, "Yaudah yuk!"
"Loh! Mau pada kemana?" tanya Aska yang sudah siap dengan pakaian kantornya.
"Kita mau ke rumah tetangga silat udah, Mas. Sekalian bawakin bingkisan," sahut Nahwa.
"Ayah mau belangkat cekalang ya?" tanya Lala mendongak menatap Aska yang sudah berdiri di hadapannya.
Aska tersenyum lalu berjongkok di hadapan Lala, "Iya sayang. Ayah mau ke kantor, jam sepuluh ada meeting." seraya mengusap rambut Lala lalu beralih menatap Nahwa.
Nahwa diam menatap Aska yang menghampirinya, "Mas pergi dulu ya? Makan siang ntar pulang."
Nahwa mengangguk lalu tangan Aska, "Mas hati-hati ya? Nanti pulangnya aku masakin kentang balado kesukaan, Mas."
Aska mengangguk seraya tersenyum lalu mengecup kening Nahwa dan beralih mengecup puncak kepala Lala, "Ayah pergi dulu, Lala jangan nakal dan repotin Bunda, ada dengar?"
Lala mengangguk antusias, "Lala ndak nakal kok."
Aska terkekeh lalu mengusak rambut lebat Lala. "Yaudah, Ayah berangkat dulu. Daaaa cantik-cantiknya, Ayah! Assalamualaikum!" seraya berajalan menuju pintu.
"Waalaikumsalam ... " jawab Nahwa.
"Waalaitumcalam, Ayah!" ucap Lala.
"Bunda ambil kunci dulu ya, sayang." ucap Nahwa lalu mengambil kunci di dalam laci meja sampingnya.
"Sekarang ... ayo kita ke rumah tetangga!" seru Nahwa.
"Yeaaay! Lala dapat kawan balu!" antusias Lala mengepalkan tangannya meninju angin.
Setelah Nahwa mengunci pintu kemudian ia mengunci pintu pagar. Ia menatap sekeliling perumahan yang terlihat sepi tanpa warga yang berlalu lalang.
"Mungkin sudah pada beraktivitas," gumamnya.
"Bunda ... Kita mau ke lumah capa dulu?" mendongak menatap sang Bunda.
Nahwa menatap sekeliling perumahan, "Gimana kalo kita ke rumah yang warna biru itu?" tunjuk Nahwa kearah rumah berlantai dua bercat biru yang hanya melewati dua rumah dari rumahnya.
***
Saat ini Nahwa dan Lala berdiri di depan pintu rumah berlantai dua dan bercat putih bersih. Rumah yang berdampingan dengan rumahnya ini adalah rumah terakhir yang mereka kunjungi.
"Assalamualaikum ... " salam Nahwa.
"Accalammualaicuuum!" seru Lala dengan semangatnya mengingat ini adalah rumah terakhir yang mereka kunjungi.
"Waalaikumsallam warrohmatullahi wabarokatuh!" ucap seorang wanita seraya membuka pintu.
Nahwa tersenyum pada seorang wanita cantik bergamis berwarna hitam serta memakai hijab sepanjang atas lutut dengan warna yang senada.
"Ayo masuk-masuk ... " ucap perempuan itu mempersilakan.
Nahwa tersenyum, "Iya, Mbak."
Kemudian mereka masuk. "Waaaw, Bunda! Ada tulisan kaliglapinya becal!" heboh Lala menunjuk bingkai kaligrafi berukuran besar yang berada di ruang tamu.
Wanita itu terkekeh melihat keantusiasan balita itu. "Ayo silahkan duduk," ucapnya.
Nahwa tersenyum lalu duduk di sofa berwarna light grey kemudian mengangkat Lala untuk duduk di sampingnya.
"Sebentar saya buatkan minum dulu."
Nahwa menoleh kearah wanita itu yang hendak bangkit dari duduknya menuju dapur. "Ehm, nggak usah repot-repot, Mbak. Kebetulan tadi aku udah minum di rumah tetangga sebelah." ucap Nahwa.
Wanita itu tersenyum dan mengangguk lalu kembali duduk. "Mbak-nya tetangga baru yang di sebelah ya?" tebaknya.
"Iya, Mbak. Sebelumnya perkenalkan, nama aku Nahwa dan ini Lala anak aku." ucapnya memperkenalkan diri.
Wanita itu tersenyum manis, "Nama saya Ara Kamila, panggil aja Ara."
"Ooh baik, Mbak Ara. Oh iya, Mbak. Ini aku bawa bingkisan bentuk menjaga silaturahmi kita." seraya menaruh bingkisan di meja hadapan Ara.
"Waaah terimakasih loh, udah repot-repot nganterin bingkisan segala." ucap Ara tak enak.
"Ndak lepot-lepot kok tante," ucap Lala malu-malu membuat kedua wanita itu terkekeh geli.
"Makasih Lala ... bingkisannya ... " ucap Ara tersenyum lebar yang di balas anggukan malu-malu dari Lala.
"Assalamualaikum, Umi!" salam bocah perempuan dan laki-laki berumur 6 tahun yang memakai seragam TK.
Mereka menoleh kearah bocah yang berjalan kearah Ara seraya menjawab salam.
"Ayo salim dulu sama Tante Nahwa, sayang." ucap Ara pada dua bocah itu.
Kedua bocah itu mencium punggung tangan Nahwa, "Halo, Tante! Perkenalkan nama aku, Deva!" antusias bocah perempuan itu lalu matanya menangkap Lala yang duduk di samping Nahwa dengan menatap heran dirinya.
"Waaaah! Ada Adik kecil!" heboh Deva mengunyel-unyel pipi Lala, sontak hal itu membuat Lala tertawa.
Ara yang melihat itu khawatir dengan sikap Deva, karena takut akan menyakiti Lala. Nahwa terkekeh melihat kekhawatiran Ara. Berbeda dengan bocah laki-laki di depannya yang menatap datar kembarannya.
Bocah laki-laki itu menoleh lalu mencium punggung tangan Nahwa, "Nama aku Devan, Tante." ucapnya sedikit membungkukkan badan.
Nahwa tersenyum, "Nama Tante Nahwa, Devan." ucapnya.
o0o
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Nahwa!? (Lengkap)
Teen Fiction"Astaghfirullah! Gimana ceritanya gue bisa transmigrasi? Gak! Gak mungkin! Gue pasti mimpi," seraya menepuk-nepuk pipinya. *** Brugh! Ia terkejut. Tiba-tiba saja ada yang memeluk kakinya. kemudian ia menunduk melihat siapa yang memeluk kakinya, yan...