20

6.3K 242 5
                                    

Tandai typo
_____________________


Terdengar suara gelak tawa dari arah dapur. Terlihat Nahwa dan yang lainnya sedang menyiapkan makan siang untuk mereka semua.

''Mbak?'' panggil Oliv membuat Nahwa yang sedang mengelap meja makan menoleh ke arah sang empu.

''Kenapa, Liv?'' tanya Nahwa.

''Gimana rasanya pas waktu hamil Lala, Mbak?'' tanya Oliv membuat mereka semua diam menatap Oliv.

''Kamu hamil?'' tanya Ningrum membuat Dea tersedak.

Oliv menepuk jidatnya. ''Oliv cuma nanya bukan berarti hamil, Nek.''

''Kirain,'' celetuk Dea menatap lesu panci di hadapannya.

Tara menepuk punggung Dea pelan, ''Sabar. Entar juga di kasih cucu sama Allah,'' ucap Tara menenangkan sang adik ipar.

''Iya, Kak.'' lesu Dea.

Nahwa hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kedua saudara ipar itu lalu menoleh kearah Oliv yang menatapnya dengan penuh tuntutan jawaban.

Nahwa tersenyum menatap Oliv, ''Awal nya seneng banget. Apalagi Mas Aska, sampe nangis terharu. Untuk awal kehamilan memang seperti ibu hamil kebanyakan yang ngalamin mual dan muntah.''

Oliv mengangguk-anggukkan kepala lalu menoleh kearah Tara dan Dea yang sedang sibuk menyajikan makanan ke atas wadah makanan.

''Ma? Pas ngelahirin Didi sakit banget nggak?'' tanya nya membuat Dea terdiam lalu memfokuskan pandangannya pada Oliv.

''Mama ya?'' ucap Dea mengetuk dagu dengan telunjuknya lalu flashback ke beberapa tahun silam saat hendak melahirkan Didi.

''Mama pas lahirin Didi itu operasi caesar. Jadi yang lumayan juga. Tapi, kalau Tante kamu lahirin Aska pas itu dengan normal.'' ucap Dea melirik kearah Tara yang mengangguk setuju.

''Sakit banget nggak, Tan?'' tanya Oliv.

''Heeem, lumayan sakit sih, Liv. Namanya juga perjuangan ibu untuk ngelahirin anaknya pasti penuh perjuangan dan bertaruh nyawa. Tetapi, temen Tante ada yang bilang nggak sakit cuma kayak nahan berakhir 3 hari.''

''Serius, Tan?'' tanya Oliv.

''Lagi bahas apa sih?'' celetuk Didi yang tiba-tiba masuk ke dalam dapur hendak minum.

Mereka menoleh kearah Didi yang sedang meneguk habis air putih di cangkir besar itu.

''Itu istri kamu nanya tentang lahiran,'' sahut Ningrum di balas anggukan dari mereka.

Didi hanya mengangguk paham lalu kembali ke perkumpulan para bapak-bapak yang lain di teras rumah.

''Bunda! Hiks! Hiks! Huaaaaa!'' terdengar suara tangis Lala membuat mereka semua terkejut.

''Nahwa samperin Lala dulu ya,'' pamitnya lalu berlari kearah kamar dimana tempat Lala tidur tadi.

''Lala kenapa sayang?'' tanya Nahwa berjalan kearah Lala yang sudah terduduk seraya mengucek matanya yang berair.

''Lala mimpi buruk, heum?'' tanya Nahwa lalu menggendong sang putri.

Batita itu tak menyahut malah semakin sesegukan. Nahwa menimang-nimang Lala agar berhenti menangis.

''Lala kenapa, sayang?'' tanya Aska di tambang pintu.

Ia yang mendengar tangis kencang Lala langsung beranjak menuju kamar menghampiri Lala yang ternyata istrinya sudah lebih dulu sampai.

''Mungkin mimpi buruk, Mas.'' sahut Nahwa yang masih menimang Lala agar berhenti menangis walau tangisnya tangisnya tak sekencang tadi.

Aska mengangguk lalu mengkode Nahwa agar ia saja yang menggendong batita itu.

Aska menimang Lala seraya mengusap punggung kecil Lala, ''Anak Ayah udah dong nangisnya, cup cup cup cup ... ''

''Lala mimpi aja, Nak?'' tanya Nahwa saat tangis Lala sudah berhenti.

Lala menatap Nahwa yang berada di belakang Aska. ''Bunda ... '' lirih nya.

''Iya sayang? Lala mau bilang apa heum? Bilang sama Bunda,'' ucap Nahwa mengusap jejak air mata di pipi batita itu.

''Lala mimpi Ayah di seluduk babi telus Ayah belubah jadi embeeek telus nyemplung ke kubangan.'' ucap batita itu dengan sesenggukan.

Aska yang mendengar penuturan sang putri langsung membulatkan mata tak terima. Apa-apaan itu, ia yang tampan begini malah menjadi kambing.

Sedangkan Nahwa malah menutup mulutnya agar tidak kelepasan menertawakan sang suami.

Aska menoleh kearah menoleh ke belakang, lebih tepatnya kearah Nahwa yang menggigit bibirnya seraya membuang muka.

Aska menatap datar Nahwa yang tentu saja sang empu juga sadar, ''Kalau mau ketawa nggak usah di tahan.'' sinis Aska.

Spontan saja Nahwa menyemburkan tawanya. Aska yang mendengar tawa puas Nahwa langsung menekuk wajahnya semakin dalam.

Nahwa yang melihat keterdiaman Aska tersadar jika pria itu sedang merajuk padanya. ''Mas?'' panggil Nahwa namun sang empu masih saja diam.

''Lah, ngambek dia,'' gumam Nahwa lalu menarik ujung kaos Aska.

''Mas beneran ngambek?'' tanya Nahwa.

Aska masih diam tak menyahut. Sedangkan Lala? Bocah itu hanya diam menjadi saksi bisa dalam interaksi kedua orang tuanya.

''Bunda minta maaf ya, Ayah?'' lembut Nahwa mengusap punggung tangan Aska yang menahan tubuh Lala di gendongan nya.

Aska masih diam, ia masih kesal dengan sang istri membuat Nahwa tersenyum lembut kearahnya.

''Ayah marah sama Bunda? Yaudah deh kalau gitu Bunda keluar aja. Ayah udah nggak sayang Bunda lagi,'' ucap Nahwa lalu melangkah keluar kamar.

Baru saja Nahwa berjalan dua langkah, tangannya sudah di cekal Aska.

Aska menarik tangan Nahwa pelan lalu memeluk nya dengan tangan kanannya di bahu wanita itu.

''Ayah nggak akan bisa marah sama Bunda. Ayah hanya sedikit kesal saja,'' jawab Aska membuat Nahwa terkekeh geli.

''Iya-iya, Bunda minta maaf ya?'' ucap Nahwa mengecup tangan Aska yang tapi nya berada di bahu nya.

Sedangkan pria itu? Sudah tersenyum lebar kearah sang istri. ''Bunda?'' celetuk Lala membuat kedua orang dewasa itu tersadar jika keduanya tidak hanya berdua saja.

''Lala lapel ... '' ucap batita itu pelan membuat keduanya terkekeh geli.


o0o

I'm Nahwa!? (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang