Tandai typo
_______________________
Nahwa berdiri di balkon dengan pandangan menatap langit yang bertabur bintang dan satu bulan sabit di tengahnya yang tampak terlihat indah bertengger di atas sana.
"Aku ... Nahwa, not Zara. Seriusly? Aku benar-benar tidak percaya itu. Pantas saja aku tidak merasa asing dengan semua ini. Tetapi semua ini seperti tidak masuk akal." monolognya menggeleng tak percaya.
Ia menghembuskan nafas perlahan lalu masuk ke dalam kamarnya. Ia menatap kertas-kertas yang di dapatnya dari perpustakaan tadi. Di dalam kertas itu adalah novel yang menceritakan tentang Zura, Azura Kalila. Tak lupa di paling atas judul besar Diary Zura terdapat nama sang penulis, Nahwa Azkia Khumairah.
Double Shit sekali bukan?
''Dalam alam bawah sadarku, aku hidup menjadi Zura, tokoh cerita yang ku buat. Jadi ... Kak Rina dan lainnya ... tidak nyata?" lirihnya pelan lalu membuang nafas kasar.
"Sebaiknya aku tidur." pungkasnya kala kepalanya mulai terasa pusing.
***
"Ma!?" panggil Nahwa seraya memasuki dapur.
"Mama di belakang sayang!" sahut Reta yang sedang memetik cabai di belakang dapur.
Nahwa berjalan kearah belakang dan menatap Reta yang baru selesai memetik cabai.
"Loh? Udah rapi aja, mau kemana sayang?"
"Nahwa mau ke toko ya, Ma? Dari pada di rumah jadi bosen mending ke toko, deh."
Reta mengangguk, "Suru yang antar supir atau Mama yang antar?" tawar Reta.
Nahwa menggeleng, "Nahwa naik motor aja, Ma." jawab Nahwa kala melihat motor scoopy berwarna meroon di garasi.
Reta tampak berpikir sebentar, "Baiklah. Tapi kamu bawa motornya hati-hati ya? Jalannya ingat?"
Nahwa mengangguk, "Ingat, Ma. Kalau gitu Nahwa pamit ya, Ma. Assalamualaikum, " lalu mencium punggung tangan sang ibu.
Kemudian Nahwa mengendarai motor dengan kecepatan normal, dan tak lama ia sampai di toko kuenya. Kemudian ia memarkirkan motornya di depan toko khusus tempat parkir.
"Assalammualaikum, " salamnya memasuki toko di balas salam dari para karyawannya.
***
Terlihat seorang pria berjas sedang gagah berjalan memasuki toko kue Nahwa.
"Saya pesan stollen cake dua kotak," ucap pria itu lalu melirik jam tangannya yang menunjukkan waktu makan siang tiba.
"Baik, silahkan di tunggu, Pak." ucap seorang pegawai bernama Keval.
Pria itu mengangguk lalu duduk di kursi khusus tunggu. Pria itu mengedarkan pandangannya ke penjuru toko ini seolah ia sedang mencari seseorang.
Mata pria itu terpaku kala pandangannya mengarah pada wanita berhijab membawa nampan berisi kue ulang tahun kearah pendingin khusus kue. Wanita itu adalah Nahwa.
Pria itu tersenyum tipis lalu berjalan kearah Nahwa, "Nahwa?" panggilnya.
Nahwa menoleh kearah pria jangkung di hadapannya ini lalu menurunkan pandangannya kearah lain, "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Nahwa ramah.
Pria tersebut sedikit memiringkan kepalanya menatap Nahwa bingung. "Apakah kau lupa dengan ku?"
Nahwa mengerutkan kening bingung, "Maaf? Apakah kita saling mengenal?" tanyanya hati-hati.
Pria itu tersenyum tipis dan tepat saat pria itu tersenyum Nahwa menatapnya. Nahwa memejamkan matanya kala kepalanya sedikit merasa sakit akibat beberapa ingatan menghampiri kepalanya.
"Bailikin hp gue, Sam!"
"Ambil dong, Wa!"
Kilasan bayangan itu membuat Nahwa terdiam, juga lagi dan lagi ia tidak dapat melihat wajah pemuda itu.
"Aku teman SMA kamu kalau kamu lupa," ucap pria itu tersenyum simpul.
"Ooh maaf saya tidak mengingat anda, karena amnesia."
Pria itu tampak terkejut mendengar penuturan Nahwa barusan. "Baiklah, kalau begitu perkenalkan nama aku-" ucapan pria itu terpotong kala Ica salah satu karyawan Nahwa meanggil.
"Mbak Nahwa!?" panggil Ica.
Nahwa menoleh kearah perempuan berusia dua puluh empat tahun itu. "Ada apa, Ica?" tanya Nahwa setelah mengingat nama perempuan itu. Sebenarnya ia sedikit bingung dengan raut khawatir Ica namun ia diam.
"Mbak, saya izin pamit pulang duluan karena Adik saya sakit di rumah, dan di rumah sedang tidak ada orang, Mbak." ucap Ica menggenggam kedua tangan Nahwa.
"Rumah kamu dimana?" tanya Nahwa sedangkan pria tadi diam menatap keduanya.
"Maaf, Pak. Ini pesanan anda," celetuk Keval memberikan paper bag berisi dua kotak cake pada pria itu.
Pria itu mengangguk menerima paperbag itu. Pria itu menoleh kearah Nahwa yang berjalan keluar toko dengan karyawannya itu. Pria itu menghela napas perlahan lalu berjalan kearah kasir.
***
Setelah Nahwa mengantar Ica pulang yang jaraknya tidak terlalu jauh dari toko. Sebelumnya, ia sudah berbincang-bincang dengan Ica, bahwa perempuan itu hanya tinggal bertiga di rumah kecil itu. Ia hanya memiliki Ibu dan adik laki-lakinya yang berumur 15 tahun.
Sedangkan Ayahnya, sudah meninggal sejak tiga belas tahun yang lalu, dan kini Ibunya dan dirinyalah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tanpa sadar, ia sudah hampir sore dirumah Ica dan sempat makan siang disana.
Dan saat ini, ia sedang berada di taman berniat merefresingkan otaknya. Ia menatap taman yang mulai rame oleh anak-anak dan para orang tua.
Ia berjalan ke arah bangku yang berada dekat bunga bongsai namun ...
Brugh!
Ia terkejut. Karena tiba-tiba saja ada yang memeluk kakinya. Kemudian ia menunduk melihat siapa yang memeluk kakinya, yang ternyata adalah seorang batita perempuan yang sangat menggemaskan.
Batita itu mendongak menatapnya dengan raut wajah sedih, "Bunda ... angan inggalin Lala agi ... " lirih bocah itu yang membuatnya bingung.
o0o
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Nahwa!? (Lengkap)
Roman pour Adolescents"Astaghfirullah! Gimana ceritanya gue bisa transmigrasi? Gak! Gak mungkin! Gue pasti mimpi," seraya menepuk-nepuk pipinya. *** Brugh! Ia terkejut. Tiba-tiba saja ada yang memeluk kakinya. kemudian ia menunduk melihat siapa yang memeluk kakinya, yan...