CHAPTER 17

116 22 3
                                    

Seperti sekolah pada umumnya, setiap selesai ujian, akan diselenggarakan Porseni (Pekan olahraga dan seni). Hal ini tentu saja membuat anak osis akan menjadi sibuk. 

Berbagai lomba pun digelar mulai dari Volly ball, futsal, tarik tambang, menyanyi, hingga dance. Jadi tak heran jika banyak dari mereka yang mengeluh lelah.

Diantara mereka semua, sudah dapat dipastikan para Top Man beserta jajaran koordinatornya-lah yang mengembang tugas penting. Namun, seksi bidang prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat akan luar biasa sibuk terutama Iyon sang koordinator. Mengapa? karena ini proker dari seksi bidangnya.

Pelaksanaan porseni ini akan berlangsung selama seminggu sebelum sekolah diliburkan yaitu 6 hari, Senin sampai Sabtu. Rentetan waktu yang sempit membuat anak osis harus memforsir diri mereka.

Hari pertama...
Semangat terasa mengaliri setiap nadinya melalui cairan merah kental di dalam tubuhnya. Mereka terlihat sangat antusias menyambut hari pertama ini. Antusiasme pun tak luput dari pandangan tatkala mata memandang.

Hingga beberapa hari berlalu, mereka masih terlihat baik-baik saja walau keringat mulai membasahi diri. Walau lelah, semangat tetap berkobar dan tak membuat mereka mengeluh.

Hingga beberapa hari kedepan, rupanya rasa lelah itu sudah mulai mengalahkan rasa semangatnya. Kendati demikian, mereka tetap harus profesional dalam mengembang tanggung jawab tersebut. Tak putus asa adalah kuncinya!

Hingga pada hari kelima, mereka tampaknya sudah tidak sanggup lagi. Rasa lelah benar-benar hampir menguasai mereka. Untungnya 2 hari terakhir ini merupakan babak final dan waktu lomba kesenian sehingga mereka tidak harus menguras banyak tenaga.

Perlombaan yang telah menemukan juaranya kini terlihat diambil alih oleh anak osis, salah satunya perlombaan basket. Terlihat Seya dan beberapa rekannya tengah mengamankan peralatan basket, mulai dari ring hingga mengumpulkan kembali bola tersebut ke dalam keranjang yang kemudian akan dibawah ke ruang ekskul basket.

Kini tugas Seya yang mengembalikkan peralatan tersebut ke ruang basket. Dengan langkah gontai, kaki kecil itu pun melangkah dengan menenteng keranjang yang berisi bola basket dan ring. Walau lumayan jauh, mau tak mau Seya harus melakukannya, mengingat yang lain punya jobdesk masing-masing. Hingga tak terasa, kini dia berada di depan ruang basket.

Dengan segera dia membuka pintu ruangan tersebut. Berjalan masuk dan menyusun peralatan tersebut ke tempat semula. Sebelum benar-benar menyelesaikan tugasnya, Seya diharuskan mengecek kembali data peralatan pinjaman dengan barang yang dikembalikan. Seya terlihat sangat fokus menjalankan tugasnya.

Saking fokusnya, Seya dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang tanpa aba-aba langsung mengganjal dagunya ke atas kepala Seya. Merasa terusik, Seya segera mendongkak keatas dan tepat sosok itu juga ikut menunduk. Wajah mereka berdua kini sejajar dan benar-benar sangat dekat yang hanya menyisakan sedikit celah.

Tanpa sadar mata mereka bertemu dan saling menatap. Cukup lama saling bertukar pandang, mereka berdua akhirnya tersadar dan terkejut dengan situasi yang mereka ciptakan.

"Lanjutin aja kerjaannya" titahnya yang masih terdengar canggung. Namun tanpa tahu malu dia masih berani menumpukan dagunya ke kepala gadis dihadapannya.

"O-oh? Iya" kecanggungan yang masih dirasakan oleh gadis ini mengundang senyuman di wajah pria tersebut. Sayang sekali Seya tak dapat menyaksikannya.

"Btw kok kepala gue dijadikan sandaran sih?" tanya Seya pada sosok tersebut.

"Gue lelah. Pinjam bentar sampai lo selesai periksa semua peralatan" jawabnya,

"Tapi kenapa harus kepala gue? Kan ada bangku tuh? Selonjoran di situ pasti lebih enak"

Sekedar RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang