📝15

2.3K 101 5
                                    

19 Maret 20XX

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

19 Maret 20XX

Sudah tiga bulan Acil mengidap penyakit mematikan itu, dimana wajahnya kini tampak lebih tirus dari pada biasanya. Rambut yang mulai tipis, tidak lebat seperti dulu.

Acil saat ini sedang memakai kaca mata, karena penyakitnya yang sudah menyerang sistem syaraf penglihatannya, makanya mata Acil waktu itu sudah mulai rabun. Ia pun baru tau kalau itu efek dari penyakitnya. Acil tidak mempermasalahkannya, sebab dia sudah menerima penyakit yang ia derita dengan hati yang lapang. Sekarang ia hanya bisa meminum semua obat yang ia terima. Mau protes pun percuma, karena ini sudah di takdirkan untuknya.

Yap selama tiga bulan itulah Acil tidak pernah mengikuti pembelajaran olahraga di luar. Bahkan Keyla dan Dinda masih bertanya-tanya tentang hal itu, tapi mereka tetap menahan pertanyaan itu. Mereka akan menunggu Acil sendiri yang akan menceritakannya.

Saat ini Acil berada di perpustakaan, ia belajar dan menyalin tugas yang di minta guru mapel pjok nya.

Di saat menulis ringkasan materi, seseorang duduk di samping mejanya sambil menyodorkan minuman mineral ke arah nya.

Acil menoleh ke sang pelaku kemudian mengembangkan senyumannya.

"Dirga gak masuk?" tanya Acil pada orang yang duduk di sampingnya itu.

"Masuk kok, cuma, ya lagi bolos aja, hehe," tawa Dirga yang tak bersalah.

"Gak boleh gitu ih, nggak baik. Dirga kan pintar, rugi loh kalau bolos pelajaran," ucap Acil.

"Gak juga, soalnya ini pelajaran Buk Saidar, gue bosan sama pelajaran ibuk itu. Makanya gue bolos bentar," ucap Dirga.

"Haha, ibuk yang ngajar geografi ya? Emang sesusah itu pelajarannya?" tanya Acil.

"Bukan pelajarannya yang susah sih. Tapi ibuknya yang membosankan, tiap ibuknya menjelaskan bawaannya ngantuk mulu, jadi gue gak mood gitu belajar nya," keluh Dirga.

"Ohh, terus habis ini Dirga mau kemana?" tanya Acil.

Dirga membaringkan kepalanya di meja dan menghadap ke arah Acil.

"Gue liatin lo aja deh, bolehkan?" tanya Dirga.

"Iya boleh, lagian Acil bosan sendirian disini," ucap Acil.

"Ya udah, lo lanjutin aja tugas lo." Acil hanya menganggukkan kepalanya dan melanjutkan menulisnya.

Dirga tidak peduli mau Acil gak peka dengan niat dia yang mau ngeliatin dirinya, Dirga gak peduli. Yang penting dia bisa melihat Acil sepuasnya saat ini.

Dirga sesekali tersenyum ketika melihat mulut Acil yang komat kamit melepaskan tulisan yang ada di buku itu. Sangat lucu, begitulah pikirnya.

Sebuah buku menghalangi pandangan Dirga ke arah Acil. Dirga kesal bukan main, ia langsung melihat ke arah pelaku yang saat ini sedang melipat tangannya ke dada.

Surat Terakhir Acil untuk Tuhan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang