📝31

3.5K 125 0
                                    

Terkadang aku pernah berpikir dalam benakku, apakah mereka yang mampu tertawa setiap hari memang benar-benar bahagia, ataukah mereka hanya sepertiku yang mencoba menyembunyikan kesedihan dengan senyum palsu?
.
.
.
.
.
.

"Aca, ada apa ini? Apa yang terjadi pada pipimu?" tanya Anthony setelah ia sampai kepada mereka.

"Dia menamparku!" tunjuk Aca pada Angel, sedangkan Angel hanya terdiam saja.

"Apa itu benar Angel?" tanya Anthony dingin, Angel hanya diam saja tak menjawab apapun.

"AKU TANYA APA ITU BENAR?" teriak Anthony yang telah kehabisan kesabarannya.

"Jangan salahkan Mama! Mama hanya ingin membelaku, lagipula dia yang memulai semua ini duluan," tunjuk Acil kembali.

"Kenapa anda nimbrung dalam percakapan kami? Ini adalah urusan keluarga Nugraha, anda ini siapa? Berani sekali anda memasuki rumah saya!" ucap Anthony menusuk.

"Aku...." Acil gugup tak dapat menjawabnya.

"Dan kamu Angel, waktu itu aku sudah mengatakannya padamu bukan, jika saja kamu melangkahkan kaki mu keluar dari rumah ini hanya untuk merawat anak tak berguna ini, untuk selamanya kamu tidak akan pernah bisa kembali ke rumah ini. Dengan kata lain, kamu tak berhak menginjakkan kakimu lagi di rumah ini, dan kita sudah berpisah," jelas Anthony dingin.

Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Angel menatap Anthony kecewa dan tak percaya.

"Kamu menalakku mas?" Angel mengangkat wajahnya dan menatap Anthony tak yakin.

"Ya, jika itu namanya," jawab Anthony yakin.

"Dan juga, beraninya kamu menampar anakku, aku selalu menjaga nya agar tak terluka sedikit pun. Kamu yang bukan apa-apa dirumah ini dengan beraninya kamu menampar anakku? Kamu punya otak kan? Kalau punya tolong dijalankan otakmu sedikit saja," ujar Anthony sembilan menunjuk kiri ke arah Angel.

"Apa yang Papa katakan? Itu tidak benar kan?" Acil menyentuh lengan papanya itu.


Anthony menepis nya dengan kasar sampai mengenai wajahnya. Acil oleng karena belum bisa menahan keseimbangan tubuhnya.

"Dasar tak tau diri, berani-beraninya anda menyentuh saya. Anda sudah mengotori tangan saya, dan juga anda sudah mengotori rumah ini dengan menginjakkan kaki anda ke sini. Sebelum saya berbuat jauh, pergi dari sini. Jika tidak, saya yang akan menyeret anda keluar dari sini dan melempar anda ke luar sana!" ucap Anthony sambil memandang Acil dengan benci.

"Kenapa?" tanya Acil.

"Ha?" Acil bingung dan tak mengerti.

"Apa kesalahanku? Kenapa kalian sangat membenciku sampai seperti ini? Sampai-sampai kalian menganggap ku sebagai virus jahat yang akan menulari keluarga cemara kalian," tanya Acil dengan pelan.

"Ho? Haha, aduh perut gue jadi sakit nih," gelak Aca dengan bahagia.

"Lo nanya begitu ke gue? Lo kan udah sadar diri tuh, lo sendiri yang bilang kalau diri lo itu adalah virus jahat yang akan menulari keluarga kami. Ya seperti itulah diri lo saat ini di hadapan kami," tunjuk Aca sambil tertawa kepada Acil.

Surat Terakhir Acil untuk Tuhan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang