Prolog

311 95 28
                                    

Degup jantung terasa dua kali lebih cepat saat foto dua anak kecil itu tergeletak begitu saja di atas lantai. Debu yang masih menempel memperlihatkan dengan jelas, kalau foto itu memang sudah lama tersimpan tanpa dipedulikan sang empunya. Ya, gadis berwajah mungil dengan kulit putih terang, serta bibir merah muda alaminya terlihat murung. Ia memungut foto tersebut dengan perasaan yang sulit diartikan. Matanya menyiratkan kerinduan, tetapi di satu sisi, ia seperti membenci perasaan rindu itu.

"Rahmi, cepetan! Mirna sama yang lain udah sampe, nih." Suara Yura, kakaknya Rahmi terdengar dari ruang tamu.

Dengan langkah pelan, gadis itu keluar kamar. Foto yang tadi ia pungut segera ia masukkan kedalam saku celana agar teman-temannya tidak mengetahui hal itu. Jujur saja, perasaanya mendadak buruk. Namun, ia tidak bisa menolak ajakan teman-temannya untuk jalan-jalan.

"Mi, yang semangat dong! Besok udah mulai sekolah. Ini hari terakhir kita buat leha-leha, lho," ujar Zilla sembari memperbaiki riasannya.

"Lagian, kalau udah mulai sekolah kalian tetap bakalan leha-leha, kok."

Tiga gadis yang diketahui adalah sahabat Rahmi itu hanya tertawa kecil menanggapi. Benar juga sih, kalau sudah sekolah pun mereka tetap akan berleha-leha.

Setelah selesai dengan urusan penampilan, mereka berempat kemudian memasuki mobil yang sudah diisi oleh supir pribadi Puja, Pak Opik di jok pengemudi. Rencananya, mereka akan pergi ke pantai hari ini. Yah, besok adalah hari pertama mereka sekolah setelah sebulan liburan. Jadi mereka akan merayakan hari terakhir ini dengan bermain-main di pantai.

"Huaaaa, nggak kerasa udah kelas dua belas aja. Padahal baru kemarin kita ikutan MPLS," ujar Zilla yang mendapatkan helaan napas dari Mirna.

"Bobby udah lulus, jadi ga semangat sekolah, deh gue."

"Bucin terus," timpal Rahmi malas. Mirna itu, mau kapanpun, dimana pun, selalu saja kebucinan itu tidak pernah ada habisnya.

"Yang gak pernah pacaran mana ngerti, ya ges ya," sambung Mirna sembari terkekeh pelan. Bercanda mereka memang seperti itu, untung saja tidak ada yang baperan.

"Iyain aja deh."

Sedangkan Puja hanya tersenyum simpul melihat teman-temannya. Ia sekarang ingin menyimpan energi untuk berteriak habis-habisan di pantai nanti. Ya, mengingat kejadian beberapa Minggu lalu saat ia di tipu lelaki kurang ajar yang bernama Reza. Kalau diingat-ingat lagi bikin hatinya pedih saja.

"Pengen gue balas si Reza anjay bin gurinjay. Tapi gue nya lemah kalau soal balas dendam, sial," gerutu Puja yang sudah kesal saja. Padahal niatnya ingin menyimpan energi untuk nanti.

"Makanya, tiruin gue. Ga ada istilah makan hati nih, bos," ujar Zilla bangga.

"Ya iyalah, lo kan chef-nya. Yang makan hati cowok-cowok lo, tuh. Sehari sama yang ini, eh besoknya sama yang lain."

Mirna dan Puja akhirnya melepaskan tawa mereka saat mendengar Rahmi mengucapkan kalimat barusan. Rahmi kalau soal sindir-menyindir memang jagonya. Namun, Zilla bukannya marah, malah semakin bangga. "Girls, gue Azilla Pratama Maharani! Apa itu cinta? Jenis binatang apa itu? Yang gue tau cuma duit, duit, dan duit."

Mereka bertiga sudah pernah menjalani kisah cinta yang penuh drama. Mirna dengan kebucinan akutnya, Puja yang selalu jadi sad girl di setiap kisah percintaannya, dan Zilla yang masih asik bermain pacar-pacaran layaknya anak SD diusia remajanya.

Sementara itu, Rahmi masih dengan perasaan yang sama. Rahmi masih terperangkap dalam lingkaran hitam cinta masa lalu yang mungkin sangat susah ia lupakan. Padahal, ia yakin sudah mengubur perasaan itu dalam-dalam. Namun faktanya, perasaan itu tidak pernah tenggelam seperti dugaannya.

Kira-kira, gimana ya kabar dia sekarang?

About Time [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang