24. Jangan Terlalu Dipaksa

51 28 100
                                    

Jika kita bertanya kepada seluruh siswa-siswi di Negara ini. Hari apa yang paling menyebalkan selama bersekolah? Pasti 97% dari mereka akan menjawab--hari Senin!

Hari paling menyebalkan. Tidak hanya karena upacara bendera, hari Senin juga merupakan hari pertama setelah libur akhir pekan. Rasa malas yang masih menumpuk dan belum lepas itu akan terus memakan semangat mereka semua. Begitupun dengan Rahmi. Dan sialnya, pelajaran di kelas XII IPA 2 hari ini cukup menyusahkan juga. Seperti MTK Peminatan, Fisika, Sejarah Indonesia dan Kimia. Bayangkan seberapa menyiksanya hari ini.

"Huuuuuuuh," desah Mirna yang baru saja sadar dari lamunan. Gadis itu menepuk lengan Rahmi yang berada di sampingnya. "Gue mau mati, Mi."

Rahmi memutar matanya malas. Tak heran jika Mirna tiba-tiba berlagak seperti itu. Pasti karena ia sedang bosan. Atau, bisa saja karena otaknya tak bisa mencerna satupun penjelasan dari guru di depan sana.

"Izin ke toilet, yuk!" bisik Mirna kemudian.

"Lo yang minta izin."

Mendengar persetujuan dari Rahmi, tentu saja Mirna tak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Perlu kalian ketahui, Rahmi ini memang sangat malas berdiri dari bangkunya. Bahkan kadang-kadang Rahmi malas ke kantin dan memilih untuk tidur di dalam kelas.

"Pak!"

Pak Muha yang sedang serius mengajar di depan menoleh sekilas, tak lupa juga ia memicingkan mata yang tertutup kacamata, melihat siapa yang memanggilnya. "Mirna? Ada apa?" Suara Pak Muha tampak lebih bersahabat. Padahal beberapa menit lalu, beliau baru saja marah marah.

"Izin ke toilet, Pak. Hehe."

"Bapak kirain mau bertanya masalah pelajaran. Ya sudah, silakan!"

***

"Anjir, gak bisa napas gue di dalem!" omel Mirna tak henti-hentinya sedari tadi. Siapapun yang melihatnya sekarang, pasti akan berpikir kalau gadis itu sedang depresi berat. Lingkaran hitam pada mata serta rambut berantakan itu jelas tak menyenangkan dipandang.

"Lo baik-baik aja?" tanya Rahmi membuat gadis yang sedang berjalan menuju toilet itu terhenti sejenak.

"Gue? Haha, gue baik-baik aja. Gue mana pernah gak baik."

Rahmi mendekat. Memegang dahi Mirna yang tak menunjukkan ada hawa panas sama sekali. "Lo gak sakit. Tapi kenapa Lo berantakan kayak gini?"

"Gue belajar semalaman."

"Hah?"

"Gue belajar semalaman biar nilai gue bagus. Gue niatnya mau nyusul Bobby kuliah di Aceh."

Rahmi mematung di tempat. Tak tahu harus merespon bagaimana.

"Lo tau sendiri nilai gue bisa dibilang rendah di kelas kita. Jadi gue bakal perbaiki itu."

"I-iya, gue tau. Cuma ... bukannya, bukannya ini terlalu kelewatan? Maksud gue, Lo gak harus ngelakuin ini buat Bobby. Tapi buat diri Lo sendiri, Mir."

Mirna menggeleng cepat. "Gue juga ngelakuin ini buat diri sendiri kok. Tapi alasan paling besarnya ya buat Bobby."

"Gimana kalau nanti dia ngecewain Lo? Lo jangan terlalu berharap!"

Mirna mengangkat bahunya pelan. Lalu gadis itu kembali melangkahkan kakinya menuju toilet yang masih jauh dari tempat ia berdiri sekarang. "Gue tau kok maksud Lo. Tapi ini pilihan gue."

"Ya tapi ... tapi ... lo nggak boleh terlalu berharap sama manusia, Mir! Gue tau Lo suka banget ke Bobby. Cuma, Lo gak harus sampai sejauh ini! Lagian jodoh itu ditangan Tuhan, Lo nggak bisa seyakin itu bakal terus-terusan sama dia," pesan Rahmi sembari mengikuti Mirna yang berjalan lebih cepat dari biasanya.

About Time [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang