Gadis kecil yang memakai bando berwarna merah muda berbentuk telinga kelinci mendekati tiga anak laki-laki yang sedang asik kejar-kejaran. Dia mengerucutkan bibirnya. Tampak kesal dengan kelakuan teman-teman yang bahkan tidak memanggilnya untuk bermain bersama.
Merasakan aura kemarahan. Salah satu dari mereka berhenti berlari. Ia tampak memberi kode kepada kedua temannya yang lain agar segera berhenti juga.
"Rara marah lagi?" tanya anak kecil yang memiliki rambut hitam legam. "Gimana dong?"
"Ya udah kita ke sana. Biar Rara gak nangis," jawab anak laki-laki yang terlihat lebih dewasa dari mereka. Walau sebenarnya umur mereka sama, 6 tahun.
Gadis yang dipanggil Rara masih tidak berkutik. Ia tidak mau merespon panggilan ke tiga anak laki-laki yang kini sedang meminta maaf kepadanya.
"Ayo, Ra! Kita main!" Gara menarik pergelangan tangan Rara. Membuat Rara, mau tidak mau harus mengikuti mereka.
"Gara! Kita beli es krim aja dulu. Biasanya Rara kalau marah dibeliin es krim sama Bang Surya," saran Raju kemudian.
"Tapi rasa apa, Ju?" Gara bertanya sambil berbisik, agar Rara tidak bisa mendengarnya.
"Tanya aja ke orangnya!" saran anak satu lagi yang terlihat paling bodoamat. Sebenarnya dia ingin bermain. Namun, gadis itu mengganggu waktu mereka.
Gara dan Raju tersenyum pasrah. Tadi, Bang Surya katanya mau ke toilet dan meninggalkan mereka berempat di taman. Bang Surya juga mengatakan untuk menjaga Rara, sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka berdua. Sementara, Arman, tidak mau peduli. Menurutnya, Rara lebih baik diabaikan saja. Walaupun ada sedikit rasa ingin memanjakan Rara seperti yang dilakukan oleh kedua anak itu barusan.
"Ra, kamu mau es krim rasa apa?" Dengan wajah tidak enakan, Gara akhirnya memilih bertanya langsung. Dia jelas tahu kalau Rara itu pemilih makanan. Sedikit saja salah, gadis ini akan ngambek habis-habisan. Ia juga tampaknya sering melihat Rara ngamuk dan mengabaikan Bang Surya.
"Yang itu," tunjuk Rara yang membuat tatapan Gara terjatuh pada es krim cup berwarna hijau muda. Gara mengangguk, lalu mengambil beberapa es krim berwarna sama.
"Gara, aku yang coklat aja. Gak suka yang itu," bisik Raju membuat Gara mengangguk lagi.
Setelah selesai membayar, mereka kembali berjalan menuju tempat tadi. Terlihat Surya menunggu di bangku taman. Surya tampak tidak khawatir dan mencari keberadaan mereka. Jelas sekali dia melambaikan tangan, menyuruh mereka cepat-cepat sampai.
"Beli es krim gak bilang-bilang. Padahal Abang juga mau!"
"Abang udah kayak anak kecil aja. Padahal umur udah tau." Kalian bisa menebak siapa yang berujar demikian? Yap, Rahmi! Ah, tidak, maksudnya, Rara. Gadis itu tampak sudah bermulut tajam sedari kecil. Surya menggeleng-geleng kepalanya, menerka-nerka. Sebenarnya, siapa yang adiknya ini ikuti sampai bermulut seperti ini? Soalnya, Ayah dan Ibu tidak memiliki mulut tajam. Apa jangan-jangan karma? Ia takut dulu ibunya sempat mengatai anak orang yang bermulut tajam saat mengandungi Rara.
"Habis makan eskrim. Kita pulang, ya. Orang tua kita udah dari tadi telepon suruh balik."
***
Raju menatap langit-langit kamar. Walaupun tatapan tertuju ke langit-langit itu, pemikirannya sama sekali tidak menuju ke sana. Ia malah ingat kejadian beberapa tahun lalu, saat hubungannya dengan keluarga Gara masih baik. Saat itu mereka masih bersekolah di taman kanak-kanak.
"Ju, Ayah lo kapan balik? Biar gue ngungsi ke rumah si Akbar aja." Arman terlihat membawa beberapa tas berukuran besar. Tampaknya lelaki itu baru saja berkemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Time [END]
Teen FictionTak terhitung berapa lama Rahmi menghabiskan waktu hanya untuk mengagumi sosok Gara. Walaupun setelah tahu kalau teman masa kecilnya tersebut telah mempunyai kekasih. Sakit? Tentu saja. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari patah hati untuk pertama...