Lampu-lampu kota memanjakan mata Rahmi. Gadis itu menatap kesana-kemari menikmati pemandangan malam di kota yang memang sudah sering dilihatnya. Namun, kali ini terasa berbeda karena ia sedang bersama Gara.
Motor Gara melaju pelan. Memecah jalanan kota yang lumayan macet. Seperti kata Mirna tadi sore. Mereka akan pergi ke kafe Universe untuk berkumpul. Ya, mungkin hanya sekedar bercandagurau saat mereka tiba nanti. Lagian jujur, Rahmi jarang keluar malam. Bukan karena dilarang sih. Ia lebih suka menonton anime atau drakor di rumah daripada harus menghabiskan waktu untuk hal-hal lain, dan kali ini ... tentu saja karena ada Gara, itulah kenapa gadis itu ikutan.
Setelah motor resmi masuk halaman kafe. Rahmi menunggu Gara memarkirkan motornya, dan mereka masuk bersama. Oh lihatlah! Mereka terlihat seperti pasangan, dan jangan lupakan penampilan yang sama-sama memakai konsep 'mamba'.
Gara menatap Rahmi. Melihat rona merah dari wajah gadis itu. Yang entah kenapa membuat laki-laki itu tertegun. "Muka lo kenapa?" tanya Gara sedikit khawatir.
"Eh ... enggak kok." Rahmi tersenyum kikuk. Lalu gadis itu segera menyusul Mirna dan kawan-kawan yang sudah duduk sembari bergurau di sana.
"Itu mereka udah sampe!" Tunjuk Zilla saat melihat keberadaan Rahmi dan juga Gara.
"WIDIH, COCOK DEH KALIAN!" heboh Mirna yang membuat orang-orang menatap mereka keheranan.
"Santai dikit, Mir! Malu-maluin tau nggak!" ujar Puja sembari menutup wajahnya dengan tas mini. Berharap orang-orang tidak melihat wajahnya dan bergunjing yang tidak-tidak. Walau sebenarnya, hal itu tidak pernah terjadi. Ya karena orang-orang itu tidak mengenal Puja sama sekali.
"Dirga nggak datang?" tanya Gara saat sadar bahwa Dirga tidak terlihat batang hidungnya. Padahal Gara sendiri memilih datang karena Dirga bilang akan datang juga.
"Di rooftop, ini kan kafe Universe, tempat doi kerja. Kayaknya mereka lagi rapat di atas," jawab Mirna yang hanya mendapatkan anggukan pelan dari Gara. Walau sebenarnya laki-laki itu tidak begitu mengerti maksud Mirna. Tapi ya sudahlah! Pasti Dirga sedang bersama anggota Universe yang lain. Ya, Gara hanya tahu sedikit tentang geng besar itu.
Universe itu geng unik. Awalnya Gara mengira kalau geng itu ya hanya sebatas kelompok tongkrongan anak muda yang suka tawuran, balapan dan pergaulan bebas lainnya. Namun Universe berbeda.
Mereka fokus berbisnis. Mendirikan kafe dan toko dengan nama yang sama dan cabang dimana-mana. Mungkin, karena itu anggota Universe begitu banyak. Termasuk Bobby, pacarnya Mirna, sebagai ketua divisi empat, generasi kedua. Walau sekarang gelar itu sudah diganti Dirga, karena katanya Bobby tidak lagi di Jakarta dan sudah berkuliah di Aceh.
"Sorry telat." Seorang laki-laki bertubuh atletis mendekati mereka. Laki-laki itu tampak dua tahun lebih tua dari Gara. Dilihat dari tatapannya, tampaknya laki-laki itu merupakan pacar Zilla yang baru.
"Iya gapapa kok, sayang."
Oh, baiklah. Gara tidak tahu maksud Mirna mengajaknya ke sini. Ia tidak minat mengobrol dengan gadis-gadis itu dan bahkan pacar barunya Zilla. Kalau Dirga ada di sini, mungkin dia akan sedikit lebih terhibur karena punya teman satu frekuensi.
"Gar, lo nggak nyaman ya?" bisik Rahmi pelan. Kebetulan gadis itu duduk di samping Gara. Membuat Gara bisa mendengar bisikan yang bisa dibilang sangat kecil itu.
"Gak juga sih."
"Muka lo nggak bisa boong."
Gara tersenyum kecil. Lalu ia menatap Rahmi serius. Memberi kode agar mereka berdua bisa keluar. Sementara Rahmi hanya bisa tertawa pelan dengan tingkah Gara yang benar-benar masih sama seperti dulu.
"Lo nggak berubah ya. Masih nggak suka tempat rame."
Gara menaikkan alisnya. "Lo juga sama kan?"
"Iya sih. Tapi kalau sama mereka ya mau mau aja."
"Tapi ... kok lo tau sih?" tanya Rahmi setelah sadar ada sesuatu yang janggal.
"Kita kan sama, Mi. Kalau gue inget-inget lagi. Kita dulu sempet kabur kan waktu acara nikahan Tante gue?"
Rahmi membulatkan matanya. Ah iya itu! Sudah lama sekali. Mungkin waktu mereka SD. Dan tunggu! Gara masih ingat?
"Gimana kalau kali ini kita kabur lagi?" bisik Gara pelan. Wajahnya sangat dekat dengan Rahmi. Membuat gadis itu refleks menahan napas. Untung saja Mirna dan yang lainnya sedang keasikan menggoda pacar Zilla yang baru, sampai tidak ada yang sadar tentang pembahasan Rahmi dan Gara di sisi lain.
"Kira-kira kemana ya enaknya?" tanya Gara setelah wajahnya sedikit menjauh. Bukan sengaja, ia saja baru sadar wajahnya menjadi sedekat itu dengan wajah Rahmi. Walaupun mereka sahabat, Gara tidak harus melewati batas. Ia tadi hanya lupa. Ya, lupa kalau mereka sudah remaja.
"Oh iya. Lo suka baca buku kan? Gimana kalau kita ke toko buku aja. Mumpung gue juga mau beli novel keluaran terbaru."
Rahmi terdiam cukup lama. Memperhatikan Gara yang lagi-lagi membuat jantungnya berdetak tak karuan. Secara tidak langsung. Gara tahu semua yang Rahmi tak suka dan sukai. Apa laki-laki itu sudah kembali memasang puzzle ingatannya?
"Gue bilang ke si Mirna dulu."
***
Seorang laki-laki dengan balutan hoodie berwarna hitam menatap kepergian Gara dan Rahmi dengan tatapan nanar. Ia duduk di salah satu kursi, menetralkan emosinya yang kian meluap.
Kenapa perasannya begitu menyesakkan? Melihat Rahmi kembali berdekatan dengan Gara membuat dirinya sakit hati. Tetapi, dia bukanlah siapa-siapa untuk Rahmi, dan mungkin gadis itu sudah lupa tentang hubungan mereka dahulu.
Namun, tidak ada yang harus disalahkan. Ia hanya pengecut yang bersembunyi dibalik kata secret admirer. Sangat konyol memang, tetapi apa boleh buat. Dia benar-benar khawatir dan malu jika Rahmi tahu tentang perasaan ini.
Mungkin ... gadis itu akan sangat canggung berdekatan dengannya setelah tahu itu? Ya, walau saat ini mereka juga tidak terlalu dekat seperti dahulu.
Aku selalu menunggumu disaat hatimu berlabuh di pelabuhan yang salah.
Kalimat yang selalu dia tinggalkan di surat yang ia kirim kepada Rahmi. Tetapi, kenapa sekarang rasanya dia ragu?
Haruskah dirinya menunggu?
Atau ... menyerah dan merelakan Rahmi berlari ke pelukan Gara?
***
"Gimana tadi sama Gara?"
"Biasa aja sih. Cuma ke toko buku doang," jelas Rahmi dengan muka cerah. Jarang-jarang memang.
"Yakin biasa aja? Muka lo bling-bling banget kayak pecahan kaca itu biasa aja?" goda Zilla lagi.
"Cie Rahmi ... bau-bau mau jadian nih," timpal Mirna yang ikutan senang.
"Antusias banget, Mir." Puja berujar sembari memperbaiki bedaknya. Gadis itu memang serba peduli terhadap penampilan. Sampai kapanpun dan di manapun, Puja tidak pernah lupa membawa cermin mini, bedak dan juga lipstik.
"Jadi, kapan Mi lo mau confess?" Mirna menatap Rahmi serius di seberang sana. Sembari sesekali melirik ke ponselnya yang satu lagi, menunggu chat dari Bobby yang sudah sedari tadi belum terlihat itu.
"Gue nggak mau terburu-buru."
KAMU SEDANG MEMBACA
About Time [END]
Teen FictionTak terhitung berapa lama Rahmi menghabiskan waktu hanya untuk mengagumi sosok Gara. Walaupun setelah tahu kalau teman masa kecilnya tersebut telah mempunyai kekasih. Sakit? Tentu saja. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari patah hati untuk pertama...