05. Perbedaan Sudut Pandang

128 80 211
                                    

Zilla duduk merenung di meja kantin, menunggu Puja selesai memesan makanan untuk mereka berdua. Rahmi sudah pergi ke perpustakaan sejak tadi. Begitupun dengan Mirna yang masih asik video call dengan Bobby, sang pacar yang kini sedang menjalani Long Distance Relationship, alias LDR.

Setelah beberapa menit menunggu, pesanan akhirnya datang juga. "Cepetan! Gue udah laper banget," titah Zilla yang membuat raut wajah Puja langsung mengerut.

"Lo kira gue pembantu? Seenaknya aja Lo," ujar Puja tak terima.

Zilla sudah tidak sabar untuk segera menyantap makanan di depannya. Mie ayam spesial serta es teh yang kini terlihat sangat menggiurkan sungguh sulit untuk diabaikan. Hari ini kantin tetap penuh seperti biasa. Murid-murid berebutan ingin duduk di kursi kantin, akan tetapi semuanya sudah terisi. Dari ujung kiri sampai ujung kanan, tidak ada satupun kursi yang tersisa.

"Itu bukannya Gara? Kok ribut sama si Raju?" tanya Puja sembari memperhatikan Gara yang tampak sedang cek-cok dengan para berandalan sekolah. Tentu saja, Raju dan kawan-kawan.

Zila otomatis menoleh saat Puja menyebut nama Raju. Si biang kerok atau lebih tepatnya, si preman sekolah yang kerjaannya bikin rusuh. Melihat hal itu, tentu saja Zilla berinisiatif untuk membantu Gara. Oh ayolah, apalagi saat mendengar kalau Rahmi menyukai Gara, tentu saja dia harus melindungi gebetan sahabatnya itu.

"GARAA! SINI!" teriak Zilla dari mejanya. Seisi kantin melihat kearah mereka sekarang, begitupun Raju dan kawan-kawan yang tentu saja ikut melihat momen tersebut. Mereka hanya tersenyum miring, lalu mengatakan sesuatu yang membuat Gara terlihat marah.

Apa mungkin mereka saling kenal?

Setelah selesai dengan urusannya di sana, Gara segera pergi membawa pesanan miliknya dan duduk di bangku sebelah Azilla.

"Jangan deket-deket sama mereka! Bahaya," peringat Puja serius. Sementara Gara hanya mengangguk pelan. Dia tentu tahu hal itu lebih dari siapapun.

"Ngomong-ngomong, Rara sama Mirna kemana? Bukannya kalian selalu barengan?"

Zilla tersenyum tipis mendengar Gara bertanya tentang Rahmi. Katanya sih mereka ini teman masa kecil sekalipun tetanggaan. Tak heran kenapa Rahmi menyukai Gara. Mungkin gadis itu senang menghabiskan waktu dengan laki-laki yang kini asik menyantap nasi goreng.

"Mirna sih masih di kelas. Katanya lagi teleponan sama pacarnya," jawab Puja kemudian. Gadis itu masih menambahkan saos ke dalam kuah mie ayam miliknya. "Kalau Rahmi, dia kayaknya di perpus nggak sih, Zil?" tanya Puja ragu-ragu. Ya, tadi saat Rahmi hendak pergi ke perpustakaan. Puja baru saja kembali dari ruang teater, dan tentu saja mereka tidak bertemu.

Zilla mengangguk pelan, sembari terus menyendokkan bakso ke dalam mulutnya. "Tumbwen bamgwet dwia ke pwerpus."

"Makan yang bener, Zil!" tegur Puja sembari menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Zilla hanya menanggapi dengan senyuman. Kemudian dia meminum sedikit air agar bisa kembali berbicara dengan baik. "Kenapa nama panggilan Rahmi jadi Rara?"

Gara menoleh menatap Zilla yang berada di samping. Lelaki itu tersenyum kecil, lalu meletakkan sendoknya dan mulai membersihkan mulutnya dengan tisu. "Nggak tau, kebiasaan aja dari dulu. Kita kan dari kecil barengan, sampe SD kelas 6 tentunya. Tapi pas udah mau masuk SMP, gue pindah ke Pekanbaru."

"Pantes aja," gumam Zilla yang tentunya masih bisa didengar Gara.

"Pantes?"

Zilla menggeleng pelan. "Enggak. Gue kira kalian pernah pacaran gitu," jawab Zilla santai. Puja yang sedang makan terbatuk-batuk mendengar tuturan Zilla yang tidak bisa diam.

"Kan waktu itu gue sama dia masih SD."

Zilla tersenyum miring dan kemudian menatap Gara dengan tatapan penuh selidik. "Berarti, kalau udah SMP atau SMA lo mau dong pacaran sama Rahmi? Secara, kan nggak SD lagi tuh."

Gara tertawa renyah sembari berujar, "nggak lah. Rara itu sahabat gue. Lagian gue udah punya pacar juga di Pekanbaru."

Hah?

Sendok Puja berhenti di udara. Begitupun dengan Zilla yang seakan-akan berubah menjadi patung akibat perkataan barusan.

"Maksud, lo?" Puja akhirnya bertanya. Dengan wajah serius miliknya yang tentu saja membuat Gara keheranan.

"Gue punya pacar, kok. Sekarang kita lagi LDR-an." Gara bangkit setelah selesai dengan makanannya itu. Dia memang tipe orang yang makan cepat.

"Thanks udah ngizinin gue duduk." Setelah berterimakasih, Gara pergi mengembalikan piring nasi goreng ke pemiliknya, meninggalkan Zilla dan Puja yang sedang membatin.

"Zil, gimana menurut lo?" tanya Puja serius.

"Rahasiain aja. Gue nggak mau Rahmi kenapa-napa."

"Tapi–"

"Nggak lama lagi pasti putus. Nggak semua pasangan bisa LDR-an." Zilla berusaha meyakinkan Puja agar gadis itu tidak mengatakan apa-apa kepada Rahmi. Walau sebenarnya, Zilla bingung apakah ini keputusan yang tepat. Menyembunyikan status Gara yang sudah punya pacar dari Rahmi tentu saja membuatnya merasa bersalah. Namun, ini yang terbaik untuk sekarang.

Zilla tidak mau membuat Rahmi kecewa di waktu dekat ini. Rahmi yang dulu sama sekali tidak peduli tentang laki-laki. Gadis itu tidak pernah tertarik membahas kisah percintaan jika ada yang bertanya, apalagi saat ada yang menyuruhnya pacaran. Rahmi akan jelas-jelas menolak.

Namun, siapa sangka kalau Rahmi yang dikenal sebagai “si tidak peduli cinta” jatuh cinta kepada Gara, sahabat masa kecil yang ternyata sudah mempunyai kekasih untuk sekarang.

Bagi Rahmi, Gara tentu cinta pertamanya. Lalu bagi Gara, Rahmi itu apa?

About Time [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang