12 Oktober 2023
Anara tersenyum sumringah di seberang sana. Matanya berbinar menatap boneka besar yang merupakan kado dari Gara untuknya. "Gemes banget," gumam Gadis itu berulang kali.
Gara tertawa kecil melihat tingkah Anara yang terlihat sama lucunya seperti boneka tersebut. "Bagus deh kalau kamu suka."
"Kamu kok bisa milih kayak gini? Biasanya cowok kalau beli boneka mah milihnya random, apa aja. Ini beneran gemes banget. Kayak butuh waktu buat milih."
Gara tidak langsung menjawab. Laki-laki itu tampak berpikir jawaban yang benar. Tapi, lumayan lama berpikir, ia tak kunjung mendapatkan jawaban yang menenangkan hati.
"Gara?" desak Anara, membuat Gara mendongak dan menatap gadisnya itu sembari tersenyum kikuk.
"Temen aku yang milih," jawab Gara memilih jujur.
Anara yang awalnya masih fokus pada bonekanya, kini menatap Gara serius. "Cewek apa Cowok?" tanya Gadis itu seakan-akan menginterogasi Gara.
"Cewek. Namanya, Rahmi."
Senyap. Hanya suara jarum jam yang mendominasi pembicaraan lintas daerah itu. Anara meletakkan bonekanya dan memilih memegang HP yang sedari tadi ia sandarkan di kepala ranjang. "Rahmi itu cewek bando pink yang fotonya ada di ruang belajar kamu?" tanya Anara lagi.
Gara hanya bisa mengangguk pelan. Semoga saja tidak ada masalah sih. Lagian ia dan Rahmi murni berteman.
"Dia satu-satunya cewek yang ada di antara tiga cowok. Aku kira dia cuma sebatas teman masa kecil kamu." Anara kembali mengingat salah satu foto yang ada di meja belajar Gara. Empat anak kecil, tiga laki-laki dan satu perempuan berdiri sembari bergaya lucu.
Gara mendelik. "Emang sebatas temen kok."
"Sampai sekarang?"
"Iya."
Anara tidak lagi merespon. Membuat Gara merasa was-was. "Nara? Kamu marah?"
"Ngapain marah sih. Lagian kamu udah jujur kalau kalian cuma sebatas teman, kok," ujar Gadis itu sembari tertawa. Ia suka melihat ekspresi Gara yang was-was begitu.
"Kirain kamu cemburu," lega laki-laki itu kemudian.
"Cemburu sih cemburu. Tapi kalau teman ya, Aku harus mengesampingkan rasa cemburu itu dong. Lagian aku sendiri juga punya banyak temen cowok. Berteman itu 'kan gak ada salahnya. Kayak kata kamu."
"Ekhem. Udah dulu bucinnya. Gara dipanggil Mama, tuh." Kedatangan Adyar membuat Gara mendelik tak suka.
"Lo selalu ganggu gue pas gue lagi teleponan sama Anara," geram Gara, yang berhasil membuat Adyar dan Anara tertawa kecil.
"Gue 'kan cuma menyampaikan amanah Mama," jawab Adyar spontan.
"Udah, udah. Aku juga mau ngerjain tugas dulu. Bye, bye," pamit Anara, sebelum akhirnya resmi mematikan panggilan.
"Marah-marah mulu. Nanti cepet tua, Anara gak--"
"Akh!" lirih Gara saat tangannya terjepit pintu kamar.
"Eh? Gara, lo baik-baik aja, 'kan?" tanya Adyar dengan wajah khawatir. Pasalnya, pintu itu tertutup karena ulahnya. Membuat ia langsung meletakkan tangannya juga agar merasa sakit yang sama seperti Gara.
"Ngapain sih lo, Bang? Gue baik-baik aja, kok. Gak sakit." Gara segera menarik tangan Adyar agar menjauh dari pintu kamar. Ia sudah terbiasa kok menghadapi Adyar yang panik begini. Untung saja sih, dia tidak berdarah. Kalau itu sampai terjadi, Abangnya ini pasti tidak akan tinggal diam. Kata dokter, Adyar mengalami gangguan kecemasan. Dan itu memerlukan banyak waktu untuk menyembuhkannya. Terapi memang rutin dilakukan sih. Dan untung saja, gangguan itu tidak terlalu parah lagi sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Time [END]
Teen FictionTak terhitung berapa lama Rahmi menghabiskan waktu hanya untuk mengagumi sosok Gara. Walaupun setelah tahu kalau teman masa kecilnya tersebut telah mempunyai kekasih. Sakit? Tentu saja. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari patah hati untuk pertama...