Rahmi mengambil remote televisi dan mengganti siaran yang sedang ditonton Yura, kakak perempuannya. "Gue lagi nonton, Mi!"
"Bentar, nggak asik banget acaranya."
"Nggak asik di Lo, asik di gue!"
"Jangan ribut! Malu didenger tetangga." Surya yang sedang mengerjakan tugasnya menatap sejenak dua perempuan di ruang keluarga. Sebagai Abang tertua dan anak pertama, dia harus menjaga mereka agar berperilaku baik, walau sebenarnya, itu cuma ngadi-ngadi karena selang beberapa detik kemudian....
"Lho, toples kue yang kemarin gue isi kenapa kosong?" Yura membolak-balik toples bening dengan muka heran sekaligus kecewa. Mata indah itu tak henti-hentinya berkedip, berharap dia salah lihat. "Bang Surya! Kamu kan yang habisin?" tanya Yura kemudian.
"Kebiasaan banget. Snack gue di kulkas juga habis semua gara-gara dia. Sampai sekarang belum diganti," sambung Rahmi ikutan kesal. Ya, sebagai salah satu korban, dia juga merasakan hal yang sama seperti kakaknya.
"Hehe, besok deh Abang ganti. Kemarin lupa."
"Ngomong mah mudah. Awas aja kalau besok gue balik ngampus toples masih kosong!" ancam Yura membuat Surya mengacungkan jempolnya.
Surya adalah guru honorer di SMP negeri yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mereka. Mengikuti jejak sang ayah yang juga guru, dan sekarang telah menjadi kepala sekolah di SD Negeri yang letaknya bersebelahan dengan SMP tempat Surya mengajar. Jadi, walau terlihat sedikit nakal seperti itu, Surya tetaplah seorang guru. Eh, jangan salah! Dia hanya begitu ketika bersama adik-adik laknatnya saja.
"Bunda kemana?" tanya Rahmi saat sadar bahwa bunda tersayangnya itu tidak terlihat di rumah. Kalau ayahnya sih, setiap malam akan keluar dan menghabiskan waktu di surau untuk mengikuti pengajian.
"Lagi bersilaturahmi ke tetangga sebelah," jawab Surya yang sedang mengetik sesuatu menggunakan keyboard laptopnya di meja belajar, di dalam kamar. Ya, dari tadi dia memang berada di dalam kamar, dan adik-adiknya berada di ruang tamu. Meja kerjanya yang dahulu adalah meja belajar berhadapan langsung dengan pintu kamar, dan saat pintu kamar terbuka lebar seperti sekarang, keberadaannya akan sangat jelas terlihat.
"Ke rumah kak Arum. Bukannya tiap hari udah silaturahmi, yaa?"
Pertanyaan Rahmi membuat Yura dan Surya kompak menoleh kearahnya. "Lo belum tau kalau Kak Arum pindah ke Kaltim?" tanya Yura keheranan.
"Hah? Kapan?"
"Sumpah! Lo kok kudet gitu, Mi! Selama ini gue nggak masalah kalau lo kurang peduli sama lingkungan sekitar. Tapi ini kak Arum, lho. Tetangga kita tersayang," sambung Yura dengan tatapan iba serta nada bicara penuh kelebayan.
"Terus tetangga sebelah yang dimaksud siapa, dong?"
"Tuan rumah. Keluarga Manuella yang waktu itu pindah ke Pekanbaru," jawab Surya.
"Keluarganya Gara?"
"Iya. Lo ke sana gih! Gue sama bang Surya tadi udah mampir," titah Yura serius. Walaupun begitu, matanya kembali fokus menatap adegan demi adegan yang ditampilkan di layar televisi.
Sementara Rahmi tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia memang tahu Gara kembali, tetapi tidak menyangka kalau pemuda itu akan menempati rumah lama mereka. Tidak heran sih, toh rumah itu hanya disewa, tidak dijual juga.
"Nggak deh. Gue mau tidur aja," ujar Rahmi pelan. Namun, Surya dan Yura dapat mendengarnya. Dan setelah pintu kamar Rahmi resmi ditutup sang empunya, Yura menatap Abang yang kini juga sedang menatapnya.
"Kisah cinta yang belum usai ya, bang," ujar Yura diiringi dengan tawa pelan.
"Cinta monyet itu mah."
***
Gadis dengan surai hitam kecoklatan itu duduk di atas kasur. Matanya menatap meja belajar yang sedikit berantakan dengan buku-buku yang terbuka lebar, ditambah beberapa ballpoint serta pensil berserakan di atasnya.
Helaan napas terdengar, dengan langkah kecil, Rahmi mencoba mendekat. Membereskan kekacauan yang ia buat beberapa menit lalu. Ia rasa malam ini ia tidak akan melanjutkan belajar. Entah kenapa rasanya sangat melelahkan, padahal tubuhnya tidak banyak bergerak juga.
Saat merapikan buku-buku ke dalam laci meja belajar, mata itu menangkap beberapa surat yang ia kumpulkan dari kelas 10. Surat-surat yang diberikan untuknya tetapi tidak tertera nama si pengirim. Sungguh misterius, dan membuat Rahmi menerka-nerka.
Tangan mungil Rahmi kemudian meraih semua surat yang sudah disusun rapi. Mencoba mencari surat pertama yang dikirim si secret admirer-nya itu.
Hai, Rahmi.
Surat pertama untukmu....
Semoga suka sama hadiahnya. Walau tidak seberapa.Selalu tersenyum, ya. Lupakan masalah yang datang, bahagia aja sama temen-temen kamu kayak biasa. Aku suka liat kamu senyum, walau hal itu jarang kamu tunjukkan ke yang lain.
Oh iya....
"Aku selalu menunggumu disaat hatimu berlabuh di pelabuhan yang salah."
Rahmi ingat, surat itu dikirim untuknya saat dia sedang banyak masalah. Setelah melalui semester pertama kelas 10, Rahmi dimarahi ayahnya saat itu. Ya, sebenernya wajar saja dimarahi, toh Rahmi yang dulunya selalu peringkat satu saat SMP menjadi peringat delapan ketika masuk SMA.
Namun, ketika mendapatkan surat ini, Rahmi jadi merasa bahagia. Entah kenapa, dan dia juga tidak mau tahu siapa pengirim surat ini serta bagaimana dia. Hanya saja, Rahmi bersyukur mengetahui dirinya seberharga itu untuk orang lain.
Surat kedua untukmu Rahmi....
Semoga suka hadiah dariku.Mau aku ramal nggak?
(Kayak onoh)
Mau ya? Mau dong!Aku ramal suatu saat kamu bakal kangen surat dari aku dan bakal kamu baca lagi....
Kalau udah dibaca ulang, dan kamu masih belum tau siapa aku, jangan kecewa!Aku selalu ada ... aku selalu nunggu kamu.
"Aku selalu menunggumu disaat hatimu berlabuh di pelabuhan yang salah."
Rahmi tertawa kecil. Ramalan konyol, tetapi benar-benar terjadi sekarang. Jujur Rahmi lumayan penasaran bagaimana kabar si secret admirer ini. Walau tidak berharap banyak sih, toh hatinya untuk sekarang masih tetap diisi oleh Gara.
Namun, tetap saja ini aneh. Semenjak kelas 11 semester 2, secret admirer ini tidak lagi mengiriminya surat. Ya, sebenernya tidak salah juga, mau dikirim atau tidak, tidak akan membuat hidup Rahmi berubah. Hanya saja, Rahmi ingin tahu apa orang itu baik-baik saja?
Semoga....
KAMU SEDANG MEMBACA
About Time [END]
Teen FictionTak terhitung berapa lama Rahmi menghabiskan waktu hanya untuk mengagumi sosok Gara. Walaupun setelah tahu kalau teman masa kecilnya tersebut telah mempunyai kekasih. Sakit? Tentu saja. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari patah hati untuk pertama...