01. Kelas Dua Belas

185 97 64
                                    

Dua menit sebelum pagar ditutup, Rahmi berhasil masuk dengan menerobos kawanan anak kelas sepuluh. Pagi-pagi sekali, anak kelas sepuluh sudah di suruh berlarian mengelilingi sekolah selama tiga kali. Keringat sudah menghiasi wajah-wajah cantik serta tampan mereka. Melihat hal itu, Rahmi jadi mengingat kegiatan MPLS mereka dua tahun lalu. Pengalaman yang sulit dilupakan, memang.

"Kok telat? Padahal udah janji datang awal, tanya Mirna saat matanya melihat Rahmi memasuki kelas. Sedangkan Rahmi hanya cengengesan.

"Habis siap-siap gue malah nonton, jadi telat deh," jawabannya santai.

"Kita di barisan dua. Padahal niatnya mau di barisan satu, eh awal ditandain sama si Zilla."

Rahmi menatap ke samping, Zilla terlihat tenang dengan menampilkan senyuman di wajahnya "Gue jam lima tadi udah stay, Mi."

"Demi barisan satu, rela ke sekul pagi-pagi buta," timpal Rahmi sembari terkekeh.

"Biarkan Zilla bahagia, Mi. Dia kan kalau hari biasa pasti bangunnya jam 6 lewat," ujar Puja yang sedang sibuk bercermin pada cermin kecil berbentuk persegi di tangannya.

"Mi, kulit gue agak hitaman kan?" tanya Puja kemudian.

"Dikit sih. Emang kemarin pas ke pantai lo gak pakai sunblock?"

Puja menggeleng dengan ekspresi penuh penyesalan. Bisa-bisanya hal sepenting itu dia lupa. Ya, tapi maklum saja. Namanya juga Puja, Rahmi tidak heran lagi. Sudah dua tahun bersama, tidak mungkin ia tidak hapal dengan kebiasaan teman-temannya itu.

Rahmi mengedarkan pandangannya menatap sekeliling kelas. Kelas ini masih asing untuknya, kelas baru dengan suasana baru juga. Yah walau kelas ini tidak sebagus kelas mereka saat kelas sebelas dulu. Ruangan ini lebih sempit. Namun enaknya, di belakang kelas langsung terdapat kantin, yang tentunya akan membuat mereka mudah memesan makanan bahkan lewat jendela.

Semuanya sudah berkumpul. Anak laki-laki sedang sibuk dengan dunia mereka di pojok kiri. Ada yang bernyanyi, mengobrol, menonton hal-hal aneh dan bahkan menjahili para gadis. Mungkin efek lama tidak bertemu membuat mereka lebih aktif dari biasanya. Sedangkan beberapa gadis sedang asik berghibah di barisan tengah. Namun, Rahmi tidak ingin ikutan seperti Mirna dan Zilla, yang entah sejak kapan sudah berada di sana.

Saatnya jam pelajaran pertama dimulai.

Helaan napas panjang terdengar dari teman-teman sekelas. Rahmi tertawa kecil saat melihat ekspresi kekecewaan Zilla yang belum sepenuhnya puas dengan perghibahan tadi.

"Jangan bilang hari pertama udah langsung belajar aja?"

"Nggak mungkin sih," jawab Rahmi yang mendapatkan anggukan dari Puja.

"Paling cuma ceramah dari wakel."

***

Rahmi menggeliat tak nyaman karena duduk begitu lama. Apalagi matanya yang hampir tertutup gara-gara ceramah bapak wali kelas yang sudah menghabiskan waktu selama satu jam lebih. Awalnya sih masih aman-aman saja, semuanya masih semangat, tetapi kan mereka juga manusia biasa. Mana mungkin mereka mau diceramahi dengan waktu yang lumayan lama? Hari pertama lagi! Siapa yang tidak bosan? Kakak kelas mereka pernah bilang–Pak Wan itu suka ceramah. Siap-siap aja dulu, nanti kebal sendiri.

"Nggak kelar-kelar, anjim," protes Mirna dengan suara kecil. Ya dia mana berani bersuara lantang, nanti bisa-bisa namanya di coreng dari absen.

Tok ... tok ....

"Permisi, Pak." Guru kesiswaan, Pak Rian mengetuk pintu pelan. Membuat Pak Wan yang sedang asik berceramah terdiam sesaat.

"Iya, ada apa, Pak?" tanya Pak Wan kemudian.

Pak Rian masuk ke dalam kelas, diikuti seorang siswa laki-laki dibelakangnya. "Maaf mengganggu. Tapi bapak cuma mau mengantarkan anak baru ke kelas kalian. Semoga akur ya semuanya."

Setelah Pak Rian mengatakan hal tersebut. Beliau pamit dan suasana kelas menjadi sedikit ricuh. Apalagi suaranya lebih didominasi oleh gadis-gadis.

"Silakan perkenalkan diri."

Pemuda itu mengangguk. Dia tersenyum simpul namun terlihat sangat manis. "Namaku Gara Sabian Manuella, kalian panggil aja, Gara. Aku pindahan dari Pekanbaru."

Gadis-gadis berteriak kecil. Senang dengan kedatangan pemuda tampan di kelas mereka. Sementara anak laki-laki biasa saja sih, ada juga yang terlihat kesal. Bukan kesal kepada Gara, tetapi kesal dengan tingkah cewek di kelas yang kelihatan alay.

"Siap, Gara. Aku Zilla Pratama Maharani, panggil aja, Zilla. Senang ketemu sama kamu." Zilla berujar sambil tersenyum lebar. Akhirnya setelah penantian lama, kelas 12 MIPA 2 kedatangan siswa baru yang tampan.

Gara hanya mengangguk pelan dengan senyum yang masih melekat di wajah tampannya itu.

"Sudah-sudah! Gara, duduk di bangku kosong di belakang dekat Dirga," titah Pak Wan.

Dirga yang mendengar namanya disebut langsung mengangkat tangannya agar Gara tahu siap yang dimaksud. Melihat hal itu, gadis-gadis semakin ricuh. Apalagi Zilla. Bagaimana tidak? Dirga itu adalah salah satu laki-laki tertampan di kelas mereka. Bukan sih! Bukan di kelas mereka saja, tetapi di angkatan mereka, dan sekarang, sosok tampan yang tidak kalah dari Dirga berada di kelas mereka. Double kill ini namanya.

Sementara itu, Rahmi yang duduk di barisan kedua dekat jendela malah terdiam kaku. Jantungnya berpacu kencang, bahkan dia bisa dengan jelas mendengar detak jantungnya.

Pemuda dengan surai hitam dan kulit putih bersih itu adalah orang dari masa lalu Rahmi. Dia Gara, Gara yang masih sama walau sudah beberapa tahun berlalu, Gara yang terlihat semakin tampan, dan Gara yang kembali membuat jantung Rahmi berdebar kencang.

Kira-kira, dia masih ingat gue nggak, ya? tanya Rahmi dalam hati, sembari menatap Gara diam-diam.

About Time [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang