15 Oktober 2015
📍 Kediaman Rahmi dan KeluargaTiga hari setelah kepergian Athaya. Keluarga Manuella tiba-tiba memberi kabar kalau mereka akan pindah ke Pekanbaru. Hal itu tentu saja membuat Raju semakin marah. Ya, awalnya ia hanya marah biasa-biasa saja kepada Gara. Lagian ia pikir, ini sudah takdir Ibunya untuk pergi. Namun, mengingat yang menabrak ibunya adalah Adyar--abang Gara yang baru saja belajar mengendarai mobil, membuat Raju cukup sakit hati. Ditambah lagi, sekarang kabarnya keluarga sialan itu akan pindah. Sungguh tidak bertanggungjawab.
Kepergian keluarga Manuella tentu saja membawa konflik besar diantara dua keluarga. Keluarga Raju tidak terima atas tingkah keluar Manuella yang semena-mena, malah kepergian mereka semakin memperumit keadaan. Namun, keluarga itu tetap teguh pada pendiriannya dan pergi pindah ke Pekanbaru.
"Mereka jadi pindah, Yah?" tanya Bunda kepada Ayah, yang sayup-sayup bisa Rahmi dengar dari dalam kamarnya. Begitupun dengan Surya dan Yura yang juga ikutan menguping.
"Iya. Makin rumit, Bun. Ayah gak mau ikut campur." Terdengar helaan napas kasar dari Ayah. Tampaknya laki-laki itu memang sudah sangat frustasi dengan keadaan. Mengingat teman-teman dekatnya kini perlahan saling membenci.
"Kalau mau pindah, harusnya nunggu selesai tujuh Athaya dulu. Ini baru tiga hari lho Athaya tinggalin kita." Isak tangis Bunda jelas terdengar. Ketiga saudara yang masih menguping percakapan orangtuanya itu hanya bisa diam. Toh mereka tidak diizinkan untuk ikut campur. Jadi, mereka tidak bisa apa-apa selain diam dan menguping.
"Adyar masih dirawat di rumah sakit, 'kan? Terus kenapa mereka buru-buru banget perginya." Bunda semakin terisak.
"Adyar udah sadar, Bun. Bahkan udah bisa jalan kayak biasa. Cuma itu, ingatannya bermasalah. Anak itu mungkin gak akan ingat kalau dia yang nabrak Athaya."
Rahmi menatap Abangnya yang kini juga menatapnya. Kini, mereka bertiga saling tatap. Sirat mata penuh tanda tanya mengenai perkataan Ayah barusan. Adyar hilang ingatan? Ya, walaupun itu bukanlah hal yang harus dikagetkan. Karena saat kecelakaan, benturan di kepala Adyar memang bisa dibilang cukup keras. Apalagi saat melihat darah yang mengalir begitu banyak dari kepalanya. Jadi, itu sudah bisa tertebak.
"Jadi mereka pindah karena mau menyembunyikan fakta itu dari Adyar? Bunda gak tau kenapa pemikiran Santi sampai segitunya." Ani--Bundanya Rahmi jelas sangat kecewa dengan keputusan Santi--Mamanya Gara, yang memilih untuk pindah dan menjauh dari tempat ini. Bukan apa-apa, Ani hanya memikirkan Raju untuk saat ini. Bagaimana tanggapan anak itu? Bagi seorang anak, perlakuan tidak adil akan terus diingatnya sampai dewasa nanti. Dan, Ani yakin, hal ini akan berimbas juga untuk keluarga Manuella cepat atau lambat.
"Raju dimana, Bang?" bisik Rahmi tepat pada telinga Abangnya yang masih setiap menguping pembicaraan orangtuanya itu.
"Di tempat biasa."
***
"Lo beneran mau pindah?" tanya Raju yang terlihat masih menahan amarahnya. Bagaimanapun juga, Gara itu tetap temannya. Teman terbaiknya, walaupun mungkin, sekarang tidak lagi.
Gara menunduk. Tidak merespon apapun. Namun, diam dari Gara cukup membuat mata Raju berkaca-kaca. Hatinya sekarang penuh dengan rasa kecewa dan amarah. Dengan cepat, Raju menarik kerah baju Gara, membuat sahabatnya itu terpaksa menatap matanya. "Setelah apa yang dilakuin Adyar ke Mama gue? Keluarga lo emang pengecut!"
"Tapi kita harus nutupin ini dari Bang Adyar. Dokter bilang, kalau Bang Adyar tau, itu bisa berimbas ke mentalnya," lirih Gara berusaha menjelaskan.
"Mental? Gue gak peduli sama mental Abang lo! Harusnya lo tau! Mental siapa yang bener-bener diuji di sini. Gue? Apa Abang Lo??? Abang lo itu cuma hilang ingatan, sementara gue? Lo tau sendiri siapa yang hilang, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
About Time [END]
Teen FictionTak terhitung berapa lama Rahmi menghabiskan waktu hanya untuk mengagumi sosok Gara. Walaupun setelah tahu kalau teman masa kecilnya tersebut telah mempunyai kekasih. Sakit? Tentu saja. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari patah hati untuk pertama...