12. Apakah Keajaiban Itu Ada?

83 53 127
                                    

Usai makan-makan dan berbelanja beberapa keperluan, Gara berhenti di sebuah toko boneka, membuat Rahmi mengernyitkan dahinya heran. Namun, tanpa banyak tanya, gadis itu turun dan mengikuti Gara yang berada di depannya.

Toko ini lumayan luas. Berbagai jenis boneka dari yang terbesar sampai yang terkecil ad. Rahmi meneguk ludahnya kasar, sebenarnya ia ingin membeli boneka besar berbentuk kelinci di sebelah sana, tetapi saat melihat harga yang tertera, membuat gadis itu mengurungkan niatnya.

"Mi, kira-kira boneka yang cocok buat hadiah ulangtahun yang mana, ya?" tanya Gara tanpa menatap Rahmi sama sekali. Laki-laki itu fokus melihat-lihat boneka yang tampaknya akan ia berikan sebagai kado untuk seseorang.

Jantung Rahmi tiba-tiba berpacu kencang. Hadiah ulangtahun? Apa itu untuknya, ya? Pasalnya, tak lama lagi ia akan merayakan ulangtahun ke-17. Sekitar satu Minggu setelah hari ini.

"Eum, tergantung orang yang ultah seleranya gimana," jawab Rahmi ragu-ragu. Sebenarnya ia juga tidak tahu-menahu tentang dunia perbonekaan. Ya, karena ia memang jarang membeli boneka. Selain karena harga mahal, ayahnya juga tidak suka melihat boneka di rumah.

"Kalau lo sukanya kayak gimana?" tanya Gara.

Tunggu! Tunggu! Gara niat bikin surprise apa gimana ini? Masa nanya ke orang yang mau ultah? batin Rahmi tak habis pikir. Namun, ia akhirnya melihat-lihat boneka yang menarik untuknya. Niatnya sih ia ingin menunjuk boneka kelinci berukuran besar di sebelah sana. Namun, seperti yang ia pikirkan tadi. Harganya cukup mahal. Gara yang melihat hal itu langsung bisa menebak isi pikiran sahabatnya.

Ia kemudian mendekati boneka itu. "Yang ini?" tanya Gara memastikan.

Rahmi tak bisa menyembunyikan rasa terkejut. Gara ini tidak pernah peka, tetapi tiba-tiba menjadi tahu tanpa Rahmi mengatakan apapun.

"Yang ini aja gak sih?" tanya Gara lagi.

"Ya boleh aja sih. Lagian gue su–"

"Anara pasti suka," ujar Gara diiringi senyum manisnya.

Anara? Siapa Anara?

"Dia Minggu depan mau ultah. Tanggal 12 Oktober." Gara masih tersenyum. Kemudian ia pergi menuju kasir. Namun sebelum itu ia berbalik, menatap Rahmi. "Lo gak milih, Mi? Sekalian aja. Gue yang bayar," tawar Gara kemudian.

Rahmi menggeleng pelan. Masih terkejut dengan apa yang terjadi. Siapa sebenarnya Anara? Dan kenapa senyuman Gara terlihat begitu tulus? Apa jangan-jangan, Anara itu pacarnya Gara? Tidak mungkin, 'kan? Pasti tidak mungkin.

Rahmi menyakinkan dirinya bahwa itu semuanya tidak mungkin. Anara pasti hanyalah teman Gara, atau bisa saja sepupu Gara. Yap, positif thinking saja. Akan tetapi ... bisa jadi dugaan yang sebelumnya itu benar.

***

Malam ini, setelah pulang dari toko boneka. Rahmi mengurung diri dalam kamarnya. Ia sudah makan, kok. Bahkan lebih banyak dari biasa. Dia mengatakan kepada ayah untuk belajar di dalam kamar, walau sebenarnya gadis itu hanya duduk termenung menatap jendela. Ya, di luar sana, dengan jelas ia bisa melihat jendela kamar Gara, dengan pencahayaan lampu yang masih menyala.

Jujur saja, Rahmi tidak mau memikirkan kejadian tadi. Selain malu kepada dirinya sendiri karena kegeeran. Rahmi juga merasa sedikit cemburu kepada gadis yang bernama Anara. Mereka berdua berulangtahun di hari yang sama. Sial! Dan Gara bahkan tidak mengingat ulangtahunnya karena gadis itu. Sebenarnya siapa sih Anara?

Getaran pada ponsel yang terletak di meja menyadarkan Rahmi dari lamunan. Ia menatap layar benda pipih itu dengan malas.

Zilla🐶 melakukan panggilan grup

"Widih, akhirnya diangkat."

"Ngapain sih lo, malem-malem telepon?" tanya Mirna yang tampak kesal. Mungkin gadis itu sedang asik chattingan dengan Bobby.

"Kenapa woi?" Puja langsung ngegas membuat Zilla tertawa keras.

"Sabar, sabar. Gue lagi pengen teleponan aja. Maklum, cowok-cowok gue pada sibuk."

"Cowok-cowok lo sibuk, cowok gue mah enggak!" Mirna agaknya memang sangat kesal. Terlihat dari nada bicaranya, membuat Rahmi sedikit tertawa.

"Cowok lo kan pengangguran, Mir." Akhirnya Rahmi bersuara juga.

"Gapapa yang penting cinta."

"Iya deh, cinta mah bisa beli makan yakan, Mir?" sindir Zilla kemudian.

"Udah weh! Jangan bahas cowok! Gue jomblo nih. Reza anjing udah punya yang baru," curhat Puja membuat ketiga sahabatnya itu tertawa. "Lah kok ketawa sih? Gue lagi galau, bjir," ucap Puja dengan nada sok tersakiti.

"Sabar, Ja. Cari yang baru aja. Kalau dia punya yang baru, Lo juga! Jangan mau kalah," saran Zilla yang terdengar seperti suara buaya. Ya, buaya betina.

"Iya sih cari yang baru. Tapi masalahnya gue gak punya kandidat kek elu. Gak ada yang menarik."

Azilla tertawa. "Makanya jangan mandang pisik! Mandang dompetnya! Terus juga jangan sama yang seumuran kita, mending sama kakak-kakak yang udah kerja."

"Gue gak matre kayak lo, sorry."

Mereka kemudian tertawa kecil. Sebelum akhirnya Puja mengatakan sesuatu yang membuat Rahmi berkerut dahinya. "Mi, si Syawal tadi nanyain lo lagi."

"Lah? Bukannya gue udah bilang gak usah ganggu ya waktu itu? Emang ada apa lagi?"

"Dia bilang, dia nggak mau percaya kalau lo gak ngomong langsung ke dia," jelas Puja yang mendapatkan decakan kagum dari Zilla.

"Si Syawal pantang menyerah."

Rahmi memutar bola mata malas. Bukan apa-apa, dia memang tidak ingin berpacaran dengan Syawal. Lagian ia rasa hatinya sekarang masih untuk Gara. Jadi, tidak mungkin berpacaran disaat hatinya masih untuk laki-laki lain, kan?

"Gimana hubungan lo sama Gara, Mi?" tanya Mirna kemudian. Tampak gadis itu kepo dengan perkembangan hubungan Gara dan Rahmi. Ia memang yang paling semangat saat mengetahui Rahmi menyukai Gara. Soalnya Rahmi jarang sekali membahas tentang laki-laki.

"Biasa aja. Tapi ... gue rasa Gara udah punya pacar."

"Hah?" heran Mirna lagi. Sementara Zilla dan Puja masih diam. Sebelum akhirnya mereka berdua bersuara.

"Emang udah, Mi."

Rahmi tersenyum miris. Ternyata dugaannya benar. Tetapi kenapa kedua sahabatnya itu tahu?

"Waktu itu, Gara pernah bilang kalau dia udah punya pacar. Waktu lo ke perpus, dan Mirna VC-an sama Bobby di kelas. Gue sama Puja kan berdua ke kantin tuh, dan Gara waktu itu duduk bareng kita-kita," jelas Zilla sedikit tak enakan.

"Kita waktu itu gak bisa kasih tahu, Mi. Maaf," ujar Puja kemudian.

"Gapapa, kok." Lirih Rahmi memaklumi. Lagian itu bukan salah mereka. Salah dia saja yang masih berharap disaat Gara memang bukan lagi untuknya.

"Padahal lo niatnya mau kasih tau dia." Mirna akhirnya bersuara lagi setelah shock selama beberapa detik. Kalau dia berada di posisi Rahmi, mungkin akan sangat-sangat sakit hati dan galau selama beberapa waktu.

"Gue bakal kasih tau juga, kok."

"Maksudnya?" heran mereka bertiga.

"Apapun yang terjadi gue tetap bakal kasih tau Gara tentang perasaan gue. Emang hal itu salah?" tekan Rahmi membuat ketiga sahabatnya itu terdiam cukup lama.

"Maaf, tapi ... lo sama aja kayak pelakor, Mi," ujar Puja pelan.

Rahmi mengangguk. "Terlepas dia terima atau enggak nantinya. Itu urusan belakangan. Lagian gue sadar kok, kayaknya Anara seberharga itu buat dia," ujar Rahmi sebelum akhirnya mematikan telepon sepihak. Ia tidak mau berlama-lama. Sebenarnya, ada rasa bersalah dalam hatinya untuk Anara. Namun, ia akan teguh pada pendiriannya kali ini. Setidaknya, untuk sekarang ia tidak akan menyerah sebelum Gara tahu tentang perasaannya.

"Siapa tahu ada keajaiban kan, kalau gue bisa sama Gara?"

About Time [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang