17. Oktober Dengan Duka

87 52 118
                                    

12 Oktober 2015
📍SMP N 2 Anak Bangsa

Hujan mengguyur kota dari tadi siang. Membuat anak-anak kelas tujuh yang mengikuti ekstrakurikuler tak bisa pulang. Begitupun dengan Gara, Raju, Arman dan juga Rahmi. Ekstrakurikuler mereka tahun ini dilaksanakan pagi hari pada hari Minggu. Setiap siswa diwajibkan memilih satu lomba, hal itu tentu saja membuat Raju dan Gara semangat. Karena kedua anak laki-laki itu menyukai olahraga, mereka kemudian memilih lomba sepak bola. Namun, sayangnya, kedua sahabat itu tidak berada dalam tim yang sama.

"Sabar, Gara. Tim lo gak menang bukan berarti dunia berakhir," ujar Rahmi sedikit kesal melihat Gara yang sedari tadi merengek karena kalah.

"Pffftttt, mentalnya dikuatkan lagi ya, Gar!" pinta Arman ikut-ikutan membuat Gara kesal.

"Raju menang juga karena timnya pada jago-jago. Dia mah gak ikutan nyumbang gol." Gara masih kesal. Terlihat sekali dari raut wajahnya itu.

Raju tertawa kecil. Sebenarnya ia ingin melihat Gara kesal untuk waktu yang lama. Akan tetapi, ia rasa ini bukan waktu untuk bercanda, karena hujan semakin lebat. Mereka harus memikirkan cara untuk pulang. Mana sebentar lagi akan segera Maghrib.

"Man, lo dapat apa aja tadi?" Gara melirik tas Arman yang penuh karena piala. Ya, walau terlihat tidak bersemangat. Arman ternyata memenangkan tiga perlombaan sekaligus. Walau sebenarnya guru sempat melarang Arman mengikuti banyak lomba.

Lomba puisi, lomba pidato dan lomba melukis. Arman memenangkan ketiganya. Pada lomba puisi dan lomba pidato laki-laki itu mendapatkan juara 3. Sementara pada lomba melukis, Arman berhasil mendapatkan juara 1. Walau akhirnya banyak yang protes karena mereka merasa tidak adil dengan tingkah Arman yang mendaftar diberbagai bidang perlombaan.

"Piala. Sama kado gak tau isinya apaan. Gue bukannya nanti aja," jawab Arman sembari memperlihatkan tiga piala yang ia masukkan ke dalam tasnya. Entah kenapa bisa muat, kita tidak pernah tahu dengan kelakuan Arman yang random.

"Sebenarnya lo gak harus sedih, Gar. Rara kan gak dapet apa-apa sama kayak lo. Padahal dia lagi ultah," sindir Arman, yang mendapatkan helaan napas kecil dari Rahmi.

Rahmi mengikuti lomba menulis, mungkin karena ia pikir, menulis itu mudah dan tidak membuang-buang tenaga. Ditambah lagi, ia sering membaca buku,  membuatnya yakin kalau ia akan menang. Namun, takdir berkata lain. Ia sama sekali tidak mendapatkan juara. Bahkan juara harapan pun tidak. Padahal jika dapat, sangat pas sekali. Karena hari ini adalah hari ulangtahunnya. Mungkin karena ia terlalu meremehkan, makanya ia tidak mendapatkan apa-apa. Ia sekarang hanya harus menyiapkan hati dan pikiran agar nanti kebal dengan ceramah sang ayah.

"Eh, itu ortu kita," tunjuk Raju tepat pada tiga mobil yang berjejeran di samping mereka.

"Dijemput pakek mobil gini berasa jadi olang kaya aku tuh," ucap Rahmi sembari cengengesan tak jelas.

"Ini juga mobil tetangga, Mi. Kalau aja kita tau keluarga lain bakal jemput, harusnya kamu nebeng aja," tukas Surya yang berada di kursi belakang. Sementara Pak Rahman hanya senyum kecil melihat tingkah tetangga majikannya itu.

Mobil yang ditumpangi Rahmi pun pergi dan hanya tertinggal dua mobil lagi. Arman melambaikan tangannya lewat jendela mobil kearah Gara dan Raju, dan sepertiga detik kemudian, mobil Arman juga akhirnya pergi.

"Gara sekalian sama Tante aja, ya. Soalnya orang tua kamu lagi di kantor."

Gara mengangguk tanpa keberatan. Soalnya Tante Athaya ini sudah ia anggap seperti ibunya juga. Apalagi saat kedua orangtuanya sibuk, Gara sering dititipkan kepada Athaya. Namun ia tidak masalah sih. Toh, Athaya itu ibunya Raju, dan mereka sudah seperti saudara.

About Time [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang