twenty-third : a fear and worry

91 12 1
                                    

Hai semuanya~

Ini lanjutan ceritanya yaa^^
(Maaf kalau ada typo atau ngebosenin. Author gak ngedit dan baca ulang  bab ini soalnya:'.)

Semoga kalian suka yaa^^

Happy reading~












Skip~

Di pemakaman.

Mark melihat gundukan tanah yang ada di depannya.

Pikirannya seperti melayang entah kemana. Tatapannya terlihat kosong.

Sebuah tangan kecil menyelip untuk menggenggam tangan Mark.

Mark melihat siapa yang menggenggam tangannya dan tersenyum.

"Kak Mark.. jangan sedih.."
Mark tersenyum tipis kemudian mengangguk.

"Mungkin nenek rindu dengan kakek, jadi nenek bilang ke Tuhan agar kakek bisa datang menjumpai nenek.."

Mark hanya bisa tersenyum untuk menjawab setiap perkataan Cheonsa.
Dia sedang tidak ingin berbicara banyak sekarang.












'Aku tau jika aku bukanlah satu-satunya orang yang merasakan sakit yang dalam, tapi ini adalah cerita ku. Jadi, tidak apa apakan jika aku merasa bahwa akulah yang paling sakit disini?'

.

.

.

.

.

.

.

.

Di rumah.

Mark duduk di sofa ruang tamu dengan kepala yang menunduk.

Dia merasa jika jalan hidupnya sangat aneh.

Dia tau jika akhir akhir ini tantangan kehidupan yang datang kepadanya bukanlah hal yang besar. Dia juga bersyukur karena sempat merasakan kesenangan yang dia inginkan dari dulu.

Tapi, kenapa kemudian dia merasa sangat jatuh sekarang?

Semuanya seperti akan menghilangkan satu persatu dari kehidupannya.

Apa rasa ketakutan itu selalu menyelimuti Mark?

"Mark.."

Mark melihat ke arah pintu rumahnya.

"Paman.. silahkan masuk.." kata Mark sambil berdiri, menyambut kehadiran Suho.

"Duduk saja. Paman ingin mengatakan sesuatu kepadamu.."

Suho duduk di samping Mark, kemudian melihat Mark dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Paman dan keluarga paman akan keluar negeri untuk urusan pekerjaan.."

Mark mengangguk.

Suho tersenyum canggung kemudian memperbaiki posisi duduknya.

"Aku akan mengatakan ini padamu.."

Mark melihat Suho.

"Ayah ku punya penyakit. Dia akan selalu mencuci darah sekali seminggu untuk bisa bertahan.."

Mark membulatkan matanya, memperlihatkan ekspresi terkejutnya.

Dia tidak tau jika selama ini Kakek Kim mempunyai riwayat penyakit.

"Ayah pernah bilang untuk tidak mengatakan nya kepada siapapun. Bahkan istri ku tidak mengetahuinya. Hanya aku yang mengetahuinya.."

Mark menggenggam ujung bajunya, seperti menahan sesuatu yang bisa keluar kapan saja dari dalam tubuhnya. Antara kesal dan sedih karena tidak mengetahui ini sejak awal.

Take Me Home || Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang