45. Merokok

491 42 2
                                    

"Lebih baik kamu jauhin Lea. Gak perlu kamu kejar-kejar dia lagi."

Kalimat yang dilontarkan Purnama membuat Askara tertegun. Raut wajah Askara seketika berubah datar.

"Maksud, papa?"

Purnama ikut berdiri. "Itu terbaik buat kamu, Askara."

"Pa, papa tau sendiri Askara cinta sama Lea. Askara berjuang untuk mencoba bujuk Lea supaya mencabut omongannya yang nyuruh Askara menjauh tanpa sebab. Sekarang papa tiba-tiba nyuruh Askara jauhin Lea tanpa alasan juga?"

"Papa gak mau nantinya kamu lebih sakit dan bakal kecewa pada takdir, nak."

Askara tersenyum getir. "Apa alasan, papa?"

"Dengerin papa aja, Kar."

"Gak. Askara gak bakal jauhin Lea. Askara bakal tetap berjuang. Lagian kenapa sih papa nyuruh Askara jauhin Lea yang mana waktu kemarin papa selalu dukung Askara."

"Sekarang papa udah tau kalau kalian gak akan bisa bersatu."

"Apa papa Tuhan yang tau Askara sama Lea gak bisa bersatu?"

"Askara jangan bantah papa. Ini juga demi kebaikan kamu dan Lea." Tegas Purnama.

"Oh... Askara tau." Jeda Askara dengan senyum kecut. "Jangan-jangan ada rekan papa yang pengaruhi papa untuk punya menantu anak orang terpandang juga, terus papa berubah pikiran dan nyuruh Lea jauhin--"

"Askara!!" Bentak Purnama.

"Terus kenapa? Kasih tau Askara alasannya apa, pa?"

Purnama sudah ingin memberitahukan tentang semuanya, tapi mengingat permintaan anak keduanya dari Wulandari seketika ia urungkan. Lea sudah bejanji akan menberitahukan semuanya besok.

Purnama memejamkan mata sejenak sembari memijit keningnya yang terasa pening.

"Kenapa diem, pa? Papa tega pisahin Askara sama Lea di saat Askara udah jatuh cinta sama cewek pertama kalinya. Di saat Askara udah mau rasain bejuang buat cewek, tapi papa dengan gampangnya nyuruh buat akhiri semuanya."

Purnama masih terdiam.

"Atau papa lebih memilih Lea sama Davian dibandingi Askara, anak papa sendiri?"

Purnama tetap diam, hal itu sontak membuat Askara berdecak karena seolah hanya pengabaian yang didapatkan dari papanya.

Detik itu juga Askara melangkahkan kakinya dengan kasar bergegas keluar. Sungguh muak dengan ini semua. Lea dan papanya sama saja, menyuruhnya menjauh tanpa alasan yang jelas.

"Maafin papa, nak."

<>

Motor Askara kini ugal-ugalan di tengah jalanan. Untungnya ia masih bisa fokus mengendarai motor, meskipun kecepatannya di atas rata-rata. Meyelip beberapa kendaraan yang dilaluinya, tak peduli pemilik kendaraan lain mengumpat. Seakan hanya dirinya yang berada di jalanan ini.

Sementara di dalam mobil sport merah yang dilewati Askara. Seorang gadis melihat tingkah ugal-ugalan cowok itu. Sudut bibirnya tertarik sebelah. Ia menaikkan tancapan gas mobilnya dan ikut menyelip seperti yang dilakukan cowok itu.

Askara kini berada di rooftop gedung. Niatnya ingin menenangkan diri di sini.

"Arrrghhhhhhh!!" Teriak Askara meluapkan semua kekesalan dan emosinya.

Itu lebih baik daripada harus meluapkan dengan memukuli seseorang dengan brutal atau meninju tembok dengan keras hingga menimbulkan luka pada punggung tangannya.

ASKARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang