43. Bertemu Ayah Kandung

517 45 16
                                    

Lea, Naira dan Rafa turun dari taksi yang sudah dipesankan oleh pemilik restoran ini. Mereka melangkah masuk, seseorang sudah menunggunya di dalam. Dengan perasaan campur aduk Lea menghampiri pria paruh baya yang membelakanginya itu.

Naira yang melihat gelagak Lea sontak menggenggam tangan Lea dan menganggukkan kepala sebagai tanda menyuruh Lea untuk menyapa lebih dulu.

Dengan perasaan degdegan dan terharu, Lea menyapa duluan laki-laki yang sudah berkepala empat itu.

"Papa." Satu kata yang berhasil keluar dari mulut Lea untuk pertama kalinya kepada seorang pria paruh baya yang terlihat tegas.

Pria itu meletakkan ponselnya dan melepas kaca mata hitamnya, lalu berdiri dan berbalik menghadap arah suara yang memanggilnya dengan sebutan papa, seketika ia tertegun begitupun dengan istrinya.

Lea menunduk dan menggigit bibirnya, matanya sudah berkaca-kaca. Entah apa yang ia rasakan, semuanya bercampur aduk saat ini.

Naira mengangguk ketika pria itu menatapnya sejenak.

"Anakku?"

Lea mendongak dan tersenyum.

Lelaki itu mendekat, menatap lekat wajah anak keduanya untuk pertama kalinya setelah sekian lama baru ia temui. Memang tidak ada yang bisa menebak takdir seperti apa, sangat tidak disangka gadis yang pernah ke rumahnya itu ternyata anaknya yang ia cari selama bertahun-tahun lamanya.

Tangan kekar milik pria itu menarik Lea ke dalam pelukannya. Rasa haru langsung menyertai mereka berdua. Pelukan hangat dan nyaman mereka rasakan antara ayah dan anak. Akhirnya Lea bisa bertemu dan melihat sosok ayahnya.

"Aku gak nyangka kalau papa ternyata adalah papa aku."

"Papa lebih gak nyangka, Nak."

Merasa sudah cukup, mereka melepaskan pelukannya. Saling menatap sejanak meresapi ketidasangkaan ini.

Pria itu mempersilahkan Lea, Naira dan Rafa duduk.

Seakan tahu maksud tatapan lekat dari gadis itu, istri dari laki-laki itu pun menyuara. "Panggil mama." Ucapnya tersenyum.

Lea juga tersenyum dan mengangguk.

Entah kenapa Lea merasa lebih canggung dibandingkan saat pertemuan pertamanya. Perasaan tak menyangka masih menyertai Lea. Apa dunia sesempit itu ya. Ternyata orang yang selama ia cari ada di dekatnya tanpa ia sadari.

"Apa kak Askara udah tau semua ini?"

"Belum. Tapi, waktu dekat ini kami akan memberitahunya. Ini adalah rahasia yang gak harus kita sembunyiin dari Askara." Jawab Purnama. Yah, papa Lea adalah Purnama.

"Iya, bakal lebih bagus kalau kita kasih tau secepatnya." Ucap Naira.

"Pasti ini berat buat Askara jika tau fakta mengejutkan ini. Di saat gadis yang Askara cintai ternyata adalah adik kandungnya sendiri." Ucap Raisa.

"Bukan hanya Askara, pasti Lea juga." Seru Naira di sebelahnya.

Sedangkan Rafa dari tadi hanya diam menyimak pembicaraan mereka dengan penuh keheranan.

"Terus bagaimana perasaan kamu?" Tanya Raisa pada Lea di hadapannya.

"Mau gak mau Lea harus paksain buat hapus perasaan Lea. Ini juga berat bagi Lea. Tapi, Lea yakin, secara perlahan Lea bisa nerima kenyataan. Mungkin sekarang rasa sayang Lea akan berubah menjadi rasa sayang antara kakak, bukan sebagai pasangan."

"Kamu lebih dewasa dari yang mama pikir, Lea."

"Ya memang itu yang harus Lea lakukan."

"Semoga Askara juga bisa menyikapi secara dewasa menerima kenyataan ini ya."

"Gimana, kalau biar Lea yang ngasih tau kak Askara?"

"Kamu yakin?"

"Yakin kok pa. Gimana?" Raut wajah berharap Lea perlihatkan pada Purnama.

"Baik sayang, papa juga yakin kamu bisa mengatasi ini semua sama Askara."

Perasaan bahagia menyelimutinya. Meskipun akan ada perasaan sedihnya juga.

Ia harus merelakan cinta pertamanya. Sesak? Pasti, tapi mau gimana lagi. Lea hanya bisa menerima karena ia hanya manusia biasa yang tidak akan bisa menentang sesuatu yang sudah ditakdirkan untuknya.

***

Pagi ini murid SMA Gerilya menatap heran kala hanya ada empat motor dari inti Skaigor yang memasuki gerbang. Sebagian ada yang mengira jika Davian sedang mengikuti olimpiade, memang paling biasanya jika cowok pintar itu tidak hadir, diketahui sedang mengikuti acara olimpiade sekolah.

"Kak Davian kok gak ada?"

"Atau kak Davian lagi ikut olimpiade?"

"Kayaknya gak deh, kan gak ada kabar olimpiade minggu ini."

"Atau lagi sakit?"

"Atau--"

Keheranan mereka pudar ketika melihat Davian baru datang, tapi keheranannya semakin menjadi ketika cowok itu terlihat datang paling belakang tidak seperti biasanya yang selalu bersama-sama.

Askara langsung pergi dari parkiran lebih dulu saat melihat kedatangan Davian. Ketiga temannya menghela napas dan bimbang, hingga pada akhirnya ketiganya memilih mengikuti Askara setelah mendapat anggukan dari Davian yang bisa mereka artikan jika Davian menyuruhnya menyusul Askara saja.

Siswa-siswi yang berada di koridor dibuat heboh melihat anggota inti Skaigor berjalan hanya ada empat orang bersama. Lebih menggemparkan lagi ketika Davian berjalan di belakang mereka yang sepertinya mengikis jarak. Pertanyaan-pertanyaan seketika bermunculan di benak mereka.

"Kok kak Davian di belakang sendirian kayak jaga jarak gitu?"

"Biasanya kan di samping kak Askara."

"Kok aneh ya? Apa yang terjadi sama mereka berlima?"

"Jangan-jangan Davian ada masalah sama teman-temannya?"

"Jangan berpikir aneh dulu. Positif thinking aja."

"Kasian my Davian serasa diasingkan gitu."

Di depan sana tampak Lea yang sedang memeluk bukunya sembari berjalan dengan Nadia. Manik mata Askara terus menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Lea yang ditatap seperti itu merasa risih pasalnya sorot mata Askara begitu berbeda dari biasanya. Lea membalas tatapan Askara hanya sekilas lalu memilih memandang jalan di hadapannya.

"Lo ditatap kak Askara gitu banget ya? Ngeri gue."

"Kita fokus sama yang di depan aja."

"Mereka kan di depan kita lagi jalan ke sini."

"Mereka jalan ke kelasnya."

"Coba liat, kak Davian jalannya kok di belakang? Tumben banget gak sih?"

"Lo diem aja, Nad." Tegur Lea, dan Nadia pun memilih diam.

Saat Askara dan Lea berpapasan, sontak Lea memberanikan diri menatap Askara namun yang didapat sorot matanya berubah menjadi tatapan sinis.

Sementara pada cowok yang paling belakang mata keduanya bertemu dan menimbulkan seulas senyum tipis.

***

Vote & Komen

ASKARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang