11 | Hospital

517 58 0
                                    

Pagi harinya, keadaan Aiko semakin parah. Danu dan Dina memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Aiko menempati kamar rawat inap VIP, Danu tak ingin Aiko merasa terganggu jika di tempatkan kamar biasa.

Dina menangis melihat Aiko masih tak sadarkan diri, demamnya bertambah tinggi pula. "Pa ... kenapa Aiko begini?"

"Kata dokter, demamnya karena luka-luka yang Aiko dapat waktu jatuh."

Bagian kulit yang terbuka mendapat paparan udara bebas yang mengakibatkan kuman dapat masuk ke luka, bahkan mencapai jaringan di bawahnya. Kuman menyebabkan infeksi pada luka dan kemudian menjadi penyebab demam karena luka.

"Ta-tapi lehernya waktu itu ..." Danu membalas Dina dengan menggelengkan kepalanya.

Handphone Danu bergetar, ia meminta ijin pada istrinya untuk keluar beberapa saat. Tak lama Dina pun keluar membeli sarapan untuk mereka.

Ruangan hening. Perlahan mata Aiko terbuka, matanya menjelajah ruangan serba putih ini. Kemana ayah dan ibunya? Takut sendirian, Aiko memutuskan untuk keluar kamar mencari mereka. Lagipula, Aiko sudah merasa mendingan.

Aiko berjalan pelan sambil memegang tiang infusnya. Langkah telanjangnya menginjak dinginnya lantai rumah sakit. Aiko menunggu lift terbuka di belakang dua pria mencurigakan yang saling mengobrol pelan. Merasa diperhatikan, dua pria itu menoleh ke belakang. Pria yang satu adalah pria yang Aiko lihat di warung bakso memandangnya datar. Dan pria satunya terlihat asing baginya memandang Aiko penuh selidik. Mereka membuat Aiko mundur perlahan. Tak ingin satu lift dengan mereka, Aiko memutuskan turun dengan melewati tangga.

"Lo nyeremin sih mukanya, jadi kabur deh," ujar Zero pada Leon.

"Ngaca."

Aiko terpaksa melepaskan kantung cairan infus dari tiang dan mengangkat kantung itu tinggi-tinggi agar memudahkannya turun dari tangga.

Kakinya yang sedikit bergetar dan lemas perlahan menuruni tangga. Hingga terhenti tiba-tiba saat pandangannya bertemu dengan pria yang ada di dalam mimpinya. Pria yang tak lain adalah Rav mengenakan kemeja hitam, tangan kanannya yang terangkat memegang handphone menempel di telinga lalu turun dan memasukannya ke dalam saku celana.

Apa? Pria yang ada di dalam mimpinya?!

Mata Aiko membola, langkahnya seketika oleng membuat ia terdorong ke depan. Aiko bisa saja terjatuh dengan tidak cantik, namun Rav dengan cepat menahannya masuk ke dalam pelukannya.

"Are you okay?" bisik Rav membuat Aiko menegang dan merinding karena bisikan itu tepat di telinganya. Telinganya terasa hangat karena tersapu deru napas Rav.

Aiko meringis merasakan nyeri di punggung tangannya dan terkejut melihat darah naik ke selang infusnya. "Tolong bawa ke kamar mandi, aku pengin muntah. Cepat!"

Rav dengan cepat membawa Aiko ke dalam gendongannya, menaiki satu-persatu anak tangga. Di koridor ia berpapasan dengan tiga orang yang ia kenal dan seorang yang tak ia kenal.

"Aiko!" seru wanita paruh baya yang tak lain adalah Dina.

"Mama ..."

Rav baru tahu kalau wanita itu adalah ibu Aiko, selama ini ia membeli makanan dan yang memerintahkan bayaran pesanan itu pada Bi Fatimah. Kala itu ia membayarnya langsung karena Bi Fatimah sibuk membersihkan gudang.

"Kamarmu di mana?" bisik Rav.

Bukan Aiko yang menjawab tapi Dina, "Nomor 11!"

Rav mengangguk lalu berjalan cepat menuju kamar diikuti empat orang di belakangnya. Setelah sampai di kamar, Rav membawa Aiko ke dalam kamar mandi yang berada di kamar yang ditempati.

Lucid Dream: Silent Area Mysteries (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang