22 | Finally

468 50 0
                                    

Merasa perasaannya tak enak, Rav segera mengenakan kemeja dan celana hitamnya. Ia tak mengeringkan tubuh dengan handuk membuat kemejanya mencetak tubuhnya yang kekar. Beruntung belakang bangunan itu dibangun tempat berganti pakaian.

Melihat Rav mandi dengan cepat dan tak mengeringkan tubuhnya, mereka pun mengikuti jejaknya.

Rav berlari menuju Markas, ditemukannya Thorn dan Leon yang sudah rapi. Ia melirik dimana sepeda yang harusnya terparkir bersama motor-motor dan mobilnya.

"Aiko mana?"

Thorn dan Leon mengangkat bahunya. Rav mengusap kasar wajahnya, ia membalikan tubuh memberi kode pada Zero untuk melakukan sesuatu.

Mereka saling mendekat.

"Aiko masuk ke dalam rumah Aston," Zero menyahut.

Rav mengangguk lalu berujar, "Benar, lokasinya juga ada di sana. Cepat bersiap, kita meluncur ke sana."

Rav menaiki mobilnya bersama Key dan Thorn, Leon dan Keen menaiki sepeda motor, sedangkan Zero dan J berada di Markas Loukas.

Mereka mengendarai dengan cepat menuju tempat tujuan. Berharap semua selesai dan baik-baik saja.

Setelah sampai, Rav mendobrak pintu rumah Aston dan masuk bersama Key dan Leon. Sementara Keen dan Thorn memeriksa area depan, samping, dan belakang rumah Aston. Mereka menemukan sepeda Aiko yang ditutupi terpal serta tanah yang terlihat belum lama dilubangi di samping rumah. Segera mereka berdua menggali lumayan dalam dan menemukan kotak kayu besar berisi banyak pakaian perempuan beserta barang seperti tas, sepatu, dompet, bahkan handphone.

Keen bangkit dari jongkoknya, membuka sarung tangan yang ia pakai lalu merogoh saku celananya. "Gue mau telepon Radit sama timnya supaya ke sini."

Di dalam rumah, mereka menemukan Aston yang baru saja berhasil membuka pintu kamarnya. Aston yang terlihat berkeringat, rambutnya berantakan, dan cara berjalannya yang sedikit aneh.

Aston berusaha terlihat biasa saja. "Kenapa kalian masuk ke rumahku tanpa ijin?" Ia memandang Key tajam. "Mereka berdua temanmu, Kevan?"

Aston sedikit terkejut melihat pistol yang Leon pegang. "Kenapa temanmu membawa pistol?"

Rav dan Key pun mengeluarkan pistolnya, membuat Aston semakin terancam.

"Di mana Aiko?"

Aston mengerutkan dahinya, langkahnya memundur mendekati pintu keluar. "Siapa?"

Tanpa disadari, Thorn yang di belakang tubuhnya menendangnya sekuat tenaga hingga jatuh. Segera Thorn mengikat kedua tangan dengan rantai berduri dan menduduki kakinya dengan santai.

Aston yang berusaha melepas rantai itu mengerang kesakitan karena kulitnya tertusuk. "Aku nggak tau dia di mana!"

"Dia nggak ada di rumah ini." Leon menyahut setelah selesai membuka ruangan satu-persatu.

Key yang keluar dari kamar Aston melempar sebuah gelang pada Rav dan mengangkat sepasang sandal putih milik Aiko. Rav memegang gelang itu dengan erat, pantas saja Aiko tak ada di sini karena hanya gelangnya yang tertinggal.

Kemudian sebuah bunyi pecahan terdengar sangat keras dari rumah sebelah.

***

"Ada apa, Neng Aiko? Neng Aiko mau sate yang saya buat kemarin? Sayang sekali, daging sapinya habis, jadi saya mau buat sate dengan daging itu," Pak Toni menunjuk tangan pucat berisi yang tergeletak di atas talenan.

Aiko gemetar. "Maksud Pak Toni apa?"

"Nggak usah pura-pura polos, saya tau kamu sudah tau kalau itu memang tangan manusia, bukan mainan."

Lucid Dream: Silent Area Mysteries (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang