7

1.3K 164 22
                                    

Hari-hari berlalu dengan ketegangan yang menggantung di udara. Izana dan Shinichiro masih belum berbicara satu sama lain, dan (Name) mulai merasa kesal dengan keduanya. Ia tak mengerti mengapa Izana begitu keras kepala, seolah lebih memilih mempertahankan egonya daripada keluarganya sendiri.

Pagi ini, sebelum berangkat sekolah, Shinichiro menghampiri (Name) yang sedang merapikan tasnya. Ia melihat aktivitas adiknya sejenak sebelum membuka suara.

"Jangan cari masalah lagi di sekolah."

(Name) hanya berpura-pura tidak tahu, tertawa hambar sebelum melirik ke arah lain. "Aku nggak cari masalah, kok. Mereka aja yang mulai duluan." jawabnya santai, tidak ingin disalahkan.

Shinichiro menghela napas, lalu mengacak rambut adiknya dengan gemas. "Iya, iya, selalu alasan yang sama."

Setelah selesai beres-beres, Shinichiro mengantar (Name) ke sekolah dengan motornya. Jalanan masih agak lengang, angin pagi membuat (Name) mengantuk.

Se sampainya di gerbang sekolah, Shinichiro menepuk kepala (Name) pelan. "Ingat, Jangan cari ribut lagi ya? Wali kelasmu mulai akrab sama nomorku, aku takut dia ngajak date lama-lama." (Name) Hanya mendengus pelan.

Saat hendak pergi, ia kembali menoleh. "Oh ya, malam ini kayaknya malam ini aku tidur di dealer. Kerjaan numpuk."

(Name) akhirnya mengangguk.
"Oke. Aku bawain bekal nanti malam, tapi kalau aku kasih lauknya setengah basi, jangan protes."

Shinichiro tertawa. "Kalau basi, aku kasih ke anjing liar samping dealer."

"Kalau anjingnya yang makan nanti malah jadi superhero."

Keduanya saling tertawa sebelum Shinichiro akhirnya pergi.
Saat motor Shinichiro melaju menjauh, (Name) berdiri di depan gerbang, hatinya terasa lebih ringan. Setidaknya, di tengah semua kekacauan yang terjadi, ia masih memiliki satu hal yang pasti—Shinichiro, yang selalu ada untuknya.

.

.

"Bekal untuk Shinichiro-nii!" (Name) berkata dengan semangat, tangannya cekatan mengiris sayuran di atas talenan.

"Kakak pasti lapar kalau kerja terus, kan?"

Ia mengaduk nasi di panci, lalu mengecek ayam gorengnya. Begitu matang, ia meniriskan dan mulai menata makanan ke dalam wadah bekal dengan hati-hati.

Begitu selesai ia tersenyum bangga, celemeknya ia lepas dan berniat membersihkan diri sebelum mengantarkan makanan untuk kakaknya.

💤💤


Suasana dealer sudah benar-benar sepi. Udara malam menyelinap masuk melalui celah jendela, membawa keheningan yang terasa lebih mencekam dari biasanya. Shinichiro menghela napas lelah setelah menyelesaikan pekerjaannya, tangannya masih kotor oleh oli. Ia memutuskan untuk pergi ke kamar mandi sebentar, membasuh wajahnya dengan air dingin agar sedikit lebih segar.

Namun, di tengah kesunyian itu, suara samar terdengar dari arah pintu depan. Shinichiro menajamkan pendengarannya. Langkah kaki ringan, gesekan benda logam, lalu suara kecil seperti bisikan.

Pencuri?

Shinichiro meraih kunci pas besar yang tergeletak di dekatnya dan melangkah mendekat dengan hati-hati. Begitu ia sampai di ambang pintu, netra kehitamannya menyipit, menyelidiki dua sosok yang tengah mengendap-endap di dalam bengkelnya. Ia mengenal salah satunya

—Baji Keisuke.

Shinichiro mengerutkan kening. Ia mengenal anak itu. Teman kecil Mikey. Murid di dojo kakeknya. Apa yang dia lakukan di sini?

𝐖𝐡𝐞𝐫𝐞 𝐈𝐬 𝐌𝐲 𝐇𝐞𝐫𝐨?-𝑻𝒐𝒌𝒚𝒐 𝑹𝒆𝒗𝒆𝒏𝒈𝒆𝒓𝒔 ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang