BAB V : JATUH CINTA
☆☆☆
Kamu mencintai diri sendiri saja tidak becus, berniat mencintaiku?
☆☆☆
Bagi Alfarezi, pagi ini yang cukup bersahabat, mentari sudah menyembul dari ufuk timur sejak setengah jam yang lalu, kini ia sedang bersembunyi malu-malu dibalik awan. Burung-burung terbang berkelompok untuk mencari makan, jarak pandang dijalan raya masih cukup dekat sebab embun tak jua menghilang. Dalam kamarnya, Alfarezi masih menatap kearah kaca, pipinya merona entah karena apa. Yang jelas, perasaannya sedang begitu sempurna.
Anak itu terus tersenyum sejak semalam. Suasana hatinya pasti sedang baik. Dia membuka jendela, menatap ke rumah berwarna abu-abu diseberang sana. Wajah Kia mondar-mandir dikepalanya sejak pertemuan itu berakhir. Alfarezi kini dirundung rindu. Sial, padahal rumahnya hampir berhadap-hadapan.
"Gila, gue bisa kehilangan kewarasan kalau begini!" Anak itu menggelengkan kepalanya untuk tetap menjaga sikap penuh wibawanya. Cinta kadang memang mengambil lebih dari apa yang kita beri, dia menuntut segalanya, sebentar lagi Alfarezi bisa saja memberikan kewarasannya untuk Kia.
Memilih untuk turun dan makan, ia kira dengan makan kewarasannya akan tetap terjaga. Ini masih terlalu awal untuk jatuh cinta, pikirnya.
"Hari ini kamu sedang senang ya?" Tanya Anggun dengan senyuman ramah. Melihat Alfarezi tersenyum itu sangat jarang, jadi dia bisa dengan mudah menebak suasana hatinya.
Alfarezi menunduk, dia malu. "Ya, Piyan janji mau traktir starbuck." Satu kebohongan akan memunculkan kebohongan lainnya.
"Ooh, jangan banyak-banyak ya? Enggak baik." Anggun menasehati dengan lembut. Seorang ibu tidak akan membiarkan anaknya sakit.
Sebaliknya, perasaan Altezza sedang gelap-gelapnya. Dia masih kecewa atas perlakuan mamanya semalam, tamparannya tidak kencang, hanya saja traumanya akan lama membekas. Yang membuat sakit justru siapa yang melakukan hal itu. Mama; sosok yang Altezza jadikan satu-satunya lentera, sosok yang ia percaya akan melindunginya, sosok yang paling dia sayang.
"Udah mau masuk musim hujan. Udara mulai dingin, kalian rajin bawa jaket yang hangat, dan Ezza selalu sedia mantel." Bagaimanapun Anggun kemarin, dia tetap seorang ibu yang menyayangi kedua putranya. Biasanya, setelah melakukan kesalahan seorang ibu akan memberikan perhatian berlebih, begitulah caranya meminta maaf.
Merasa diperhatikan, senyum dibibir Altezza terbentuk sempurna. Begitu mudah menyentuh hatinya, hingga begitu mudah pula ia terluka. "Siap!" Altezza mungkin pendiam di rumah, tetapi saat dia sudah diberi perhatian anak itu tidak akan mampu menolak.
"Ezza jangan telat dan jangan buat masalah, oke?" Wanita itu menatap Altezza dengan tegas. "Belajar yang benar." Kata sang mama lalu mengulurkan uang saku.
Altezza mengangguk seraya meminum segelas air putih. Diraihnya uang itu. "Aku berangkat!"
"Mantelnya udah ada?"
"Selalu ada dimotor." Altezza mencium punggung tangan mamanya, dia lalu bergegas keluar rumah.
Alfarezi tersenyum penuh arti. Anak itu ikut meminun susunya kemudian melangkah hendak menuju halaman, suara motor Altezza tidak kunjung pergi meski sudah terdengar. Alfarezi mengintip dari jendela dan itu adalah tindakan yang akan membuat mood sempurnanya rusak total.
Diluar sana, Altezza dan Kia—gadis manis itu—sedang berbincang. Mereka terlihat cukup akrab. Bahkan sesekali, Kia atau Ezza tertawa seakan ada yang lucu. Obrolan mereka terlihat nyambung dan menarik. Alfarezi jadi merasa rendah diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐒𝐈𝐊𝐎𝐓𝐑𝐎𝐏𝐈𝐊𝐀-𝐇𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐜𝐮𝐧 ✓
Teen Fiction[ SUDAH TAMAT TAPI DIMOHON UNTUK TETAP VOTE YA ] Alfarezi dan Altezza, si kembar yang telah sampai pada kesimpulan bahwa hubungan mereka itu benar-benar tidak baik. Penuh racun dan mematikan. Mereka bahkan berpikir untuk saling menghindar, memberi j...