BAB XXXVI : AKHIR SEBUAH HUBUNGAN
☆☆☆
"Ini kenapa dia bisa kaya gini?!" Dokter Lina jelas saja terkejut kala melihat kedatangan Altezza yang memapah kembarannya. Aroma alkohol terkuar jelas memasuki indra penciuman Sang Dokter.
Altezza mengangkat bahunya acuh, tidak ada raut wajah panik sedikitpun. "Urusin aja dia, Dok. Nyusain emang. Banyak tingkah." Cowok itu lalu melangkah keluar ruangan, duduk di kursi tunggu sambil memejamkan matanya.
Ia berakhir di tempat ini lagi.
Altezza benci rumah sakit.
Aroma kematian yang pekat.
Ia membencinya.
Cowok itu menyugar rambutnya kebelakang, matanya terpejam menyembunyikan manik cokelat terang miliknya.
Hidup memang selalu berjalan dengan tidak terduga. Dari banyaknya hal yang terjadi, semuanya pernah menjadi misteri. Dia yang saat kecil selalu merasa menjadi dewasa itu menyenangkan, kini ia bahkan ingin kembali pada masa-masa itu, saat dimana ia menganggap semuanya akan baik-baik saja.
Altezza masih tidak tau siapa orang yang benar-benar peduli dengannya. Karena bahkan sampai detik ini pun, ia yang paling dominan dalam memberikan rasa sayang. Dirinya yang paling dominan bergerak, ia yang mencoba menciptakan kebahagiaan dan orang-orang hanya tinggal menikmatinya.
Terkadang Altezza berpikir, jika ia berhenti bersikap dominan, berhenti mencoba mendekati, berhenti peduli, apa yang akan terjadi?
Teman-temannya.
Apakah mereka merasakan perasaan yang sama? Rasa solidaritas itu, apakah hanya ia yang rasakan?
Jika Altezza berhenti mengikuti Rayyan, apa Rayyan akan berhenti menjadi temannya? Atau justru tetap sabar dan menanyakan 'ada apa?'
Seperti Arkan. Haruskah ia tetap dominan mengalah agar semuanya baik-baik saja? Tidakkah temannya itu mencoba menjelaskan walau sedikit? Tentang apa salahnya. Jika terus seperti ini, ia merasa bahwa yang menganggap pertemanan ini istimewa hanyalah dirinya saja. Mereka tidak.
"Gue ... marah." Cowok itu menunduk dalam-dalam. Ia marah. Marah pada semuanya. Pada apa yang terjadi, pada segala hal yang mungkin akan terjadi.
Derap langkah panik terdengar di lorong koridor. Altezza mengangkat kepala, menatap sayu mamanya yang berlari panik dengan sang nenek yang mengikuti. "Kok bisa Alfarezi kaya gini?!" Anggun wajahnya tampak memerah, ia jelas panik setengah mati mendengar anaknya nyaris sekarat."Dia mabuk."
"Pasti kamu kan yang ngajarin dia ngelakuin hal yang enggak bener!" Tuduh Nenek tua itu seenak jidat.
"Apaan!" Sangking kesalnya, cowoo itu sampai bangkit dari duduk. "Dia mabuk-mabuk sendiri, kenapa aku yang disalahin?"
"Alfarezi enggak akan ngelakuin hal kaya gitu kalo kamu enggak ngajarin!" Nenek menatap sinis Altezza, baginya, pemuda didepannya ini terlalu hina, terlalu sampah.
"Wah, nenek reot ini kurang ajar! Udah bau tanah, Nek, istigfar!"
"Udah, udah! Itu kenapa Ezi babak belur? Kamu mukulin dia?" Anggun memang sempat mengintip dari jendela kaca ruang rawat, nampak Alfarezi yang lemas dengan memar diwajahnya.
"Iya, biar dia sadar."
"Biar dia sadar?! Yang ada dia makin drop, Ezza! Kamu kenapa jahat banget sama kakakmu sendiri?" Anggun jelas marah. Altezza sudah nampak semakin sampah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐒𝐈𝐊𝐎𝐓𝐑𝐎𝐏𝐈𝐊𝐀-𝐇𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐜𝐮𝐧 ✓
Teen Fiction[ SUDAH TAMAT TAPI DIMOHON UNTUK TETAP VOTE YA ] Alfarezi dan Altezza, si kembar yang telah sampai pada kesimpulan bahwa hubungan mereka itu benar-benar tidak baik. Penuh racun dan mematikan. Mereka bahkan berpikir untuk saling menghindar, memberi j...