BAB XXXIV : MEMBANGUN ULANG
☆☆☆
Salahkah jika aku ingin membangun ulang pondasi di sebuah rumah yang lama tak berpenghuni? Rumah tua yang lapuk, bisakah ku bangun ulang agar aku bisa kembali tinggal di dalamnya?
☆☆☆
Seseorang adalah tempat pulang. Seperti ibu yang menjadi tempat pulang anak-anaknya. Meski tidak tertulis pada peta, namun Ibu menjadi kampung halaman yang selalu dikunjungi.
Dan Anggun adalah tempat pulang yang sempurna. Senang memberi kecup dan usapan lembut, suaranya menenangkan, berada di dekatnya membuat senang. Sayang sekali, Damar terlalu bodoh hingga mengabaikan rumah senyaman sosok Anggun.
Sudah dua hari ini ia kembali bekerja, dan dua hari pula ia melepaskan anak sulungnya kembali ke sekolah. Meski sedikit cemas, namun ia sudah mempercayai Alvian untuk menjaga anak manisnya itu.
"Anggun." Panggilan itu membuat atensi Anggun berpindah dari layar komputer ke sosok pria tinggi dan gagah bernama Adelardo.
"Siang, Pak!" Wanita itu mengangguk sopan. Pria itu adalah bosnya.
"Kamu sudah bekerja keras belakangan ini, mau makan siang bersama? Anggap aja ini reward pribadi dari saya." Pak Adelardo ini sosok pria keren. Tubuhnya atletis, pakaiannya selalu modis, gaya rambutnya agak gondrong dan di cat sedikit kecoklatan.
Namun Anggun tidak bodoh. Ia tau batasan antara atasan dan bawahan. Wanita itu menggeleng. "Terimakasih ajakannya, Pak. Saya harus menyelesaikan disaen pakaian yang harus selesai tiga hari kedepan."
"Kamu perlu istirahat."
"Baru dua hari saya selesai cuti, Pak. Saya masih sangat bersemangat."
Pak Ardo menghela napas kecewa. Ia lalu menatap jam ditangannya. "Ya sudah. Saya makan di ruangan saja." Pria itu melangkah keluar dari ruangan sekretaris pribadinya.
Anggun menghela napas. Bukan ia kegeeran atau apa, namun Pak Adelardo kadang terlalu lembut, membuatnya tidak nyaman. Beliau terkadang bertingkah layaknya seorang 'pria pada wanita' bukan bos pada sekretarisnya. Ini buruk. Apalagi status Pak Bos yang jelas-jelas masih beristri.
"Lelaki juga bisa murahan. Sayang ketutup gender aja." Kata wanita itu ketus.
Pintu ruangan diketuk, Anggun mempersilahkan seseorang untuk masuk. "Mba Anggun. Di depan ada yang mau nemuin tuh. Cowok ganteng, hihi!" Ini namanya Ainun, sosok perempuan lajang yang umurnya terpaut cukup jauh darinya, dia berjilbab, manis dan ramah.
Anggun mengerutkan kening. "Siapa kira-kira?"
"Kurang tau. Tapi beliau kekeuh ingin ketemu langsung sama Embak."
Mendengar kalimat itu, ia berfirasat bahwa yang datang mungkin saja Damar. Pria itu juga sedang menghujaninya perhatian-perhatian manis, yang sayang sekali perhatian itu membuatnya nyaris muntah.
Dan benar, saat sampai di lobi lantai satu ia melihat 'cowok ganteng' yang Ainun maksud. Anggun berdecak lirih, ganteng darimananya? Dia bahkan tampak lebih buruk daripada tahun-tahun lalu.
"Anggun, aku ingin mengajakmu makan siang." Ajak Damar dengan ramah. Ia tampil semenawan dan seseksi mungkin hari ini. Sengaja memilih kemeja putih agar tubuh indahnya tercetak jelas, dua kancing atas juga sengaja ia buka dan lengan kemeja dia gulung sampai siku agar terkesan panas, parfum mint juga ia pakai agar Anggun terpesona lagi padanya.
"Sempat ya datang kemari, padahal jarak kantormu cukup jauh. Luar biasa!" Anggun sempat-sempatnya memberikan apresiasi.
"Aku melakukan ini untukmu." Ucapannya membuat Anggun merasa jengah. "Ayok, kita cari restoran terdekat. Aku masih ingat makanan kesukaanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐒𝐈𝐊𝐎𝐓𝐑𝐎𝐏𝐈𝐊𝐀-𝐇𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐜𝐮𝐧 ✓
Roman pour Adolescents[ SUDAH TAMAT TAPI DIMOHON UNTUK TETAP VOTE YA ] Alfarezi dan Altezza, si kembar yang telah sampai pada kesimpulan bahwa hubungan mereka itu benar-benar tidak baik. Penuh racun dan mematikan. Mereka bahkan berpikir untuk saling menghindar, memberi j...