BAB XX : PREDATOR DAN MANGSANYA

12 9 0
                                    

BAB XX : PREDATOR DAN MANGSANYA

☆☆☆

Enggak papa kalau mereka membenciku, asalkan kamu jangan ikut-ikutan ya?

☆☆☆

Dilihat dari ujung manapun, kedua saudara kembar itu terlihat kontras.  Sang kakak terlihat begitu tenang seraya menyiram bunga di halaman rumahnya, berbanding terbalik dengan Sang adik yang heboh sendiri di balkon kamar dengan kanvas didepan tubuhnya. Alfarezi mengusap-usap bunganya dengan penuh kasih sayang, memindahkan potnya ke tempat berbeda seakan merapikan, menyapu halaman rumahnya dari sampah daun kering yang jatuh dari pohon rambutan. Kalau Altezza dengan kedua telinga yang disumbat handset dia menari—berputar dan melompat— sampai rambutnya tuing-tuing.

Kia hanya bisa mencoba mengerti akan kegiatan sore mereka berdua. Dia dan Selena sedang enggan bermain basket, lelah juga lama-lama. Cewek dengan rok cokelat dan sweater cokelat susu itu bernunduk, menatap bunga melati yang sudah mekar. "Ez, adikmu kesurupan reog?" Dia malah menanyakan tentang Altezza meski matanya menatap bunga melati, sedetik kemudian dia mengangkat kepala melihat Altezza yang sepertinya punya dunia sendiri.

Mendengar ucapan itu, Alfarezi pun mengangkat kepala. "Karena kamu ngomong begitu, aku jadi berpikir begitu." Jawabnya simpel.

"Ini berisi biji bunga matahari." Alfarezi menujukkan sebuah pot putih dengan tanah yang subur. "Aku dapat benihnya dari temen, enggak beli di toko biasa, jadi enggak tau bakalan tumbuh atau enggak."

"Kayaknya kalau kamu yang nanem bakalan tumbuh." Alfarezi hanya bisa tersenyum mendengar itu.

"Ngomong-ngomong, gimana PR matematikamu?" Tanya Alfarezi hanya untuk memperpanjang pembicaraan.

"Ya, seperti biasa. Remed." Dia tersenyum tanpa dosa.

Alfarezi hanya menggelengkan kepala. "Harusnya belajar lebih giat. Emang enggak asik, tapi ikut menguntungkan untuk masa depanmu."

"Tau! Cuma rasa malesku itu susah diilangin!"

Alfarezi tidak merespon, dia memilih bangkit dan membawa pot itu pada tempat yang terkena sinar matahari dengan baik.

"Ez,"

"Hm?"

"Kamu pernah pacaran?"

Alfarezi mematung sekejap, dia terkejut karena baru pertama kali ada yang menanyakan hal itu. "Menurutmu?"

"Enggak yakin juga si, soalnya kamu banyak yang suka."

"Oh ya? Masa?"

"Jangan merendah untuk meroket ya." Sinis Kia, gadis itu memutar bola matanya malas. Meski pada kenyataannya, Alfarezi memang tidak sadar kalau dirinya itu popular. "Kalau Ezza? Dia pernah pacaran enggak?"

Alfarezi tampak tidak suka dengan pembicaraan ini. Dia menjawab dengan mengangkat bahu acuh. "Kurang tau."

"Kalian 'kan saudara."

Alfarezi hanya bisa menghela napas panjang. Kia tidak tau saja seberapa renggang hubungannya dengan Altezza. Apalagi saat Alfarezi mulai cemburu, dia mulai sedikit menjauh juga dari Altezza.

Tanpa sadar cowok itu mendongak, menatap saudaranya yang asik melukis sambil menari di balkon kamarnya. Dia tampak senang dan punya dunianya sendiri, entah apa yang sekarang tengah ia lukis.

Laki-laki dengan hoodie biru laut itu duduk di teras rumah, "duduk sini, Ki." Dia tidak mempersilahkan tamunya duduk di kursi teras yang tersedia, justru duduk di lantai yang dingin.

𝐏𝐒𝐈𝐊𝐎𝐓𝐑𝐎𝐏𝐈𝐊𝐀-𝐇𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐜𝐮𝐧 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang