BAB XIX : LUKA DAN OBATNYA

22 10 0
                                    

BAB XIX : LUKA DAN OBATNYA

☆☆☆

Nona, jika kau butuh pendengar, aku siap mendengarkan apa pun yang kau katakan. Bahkan untuk hal yang tidak penting sekalipun.
-Altezza Danadyksa.

☆☆☆

"Mas, minta uang buat beli—"

"Uang lagi?!" Belum selesai Jasmine bicara, Zidan sudah menyentaknya. "Bukannya kemarin udah aku kasih ke kamu? Apa iya masih kurang?!" Pria itu bangkit dari duduknya, menatap tajam kearah istri satu-satunya.

Ayyara mengerti keadaan ini, gadis itu menarik Rey agar masuk ke kamarnya. Seharusnya Ayah bisa menahan amarahnya sebab ada Rey yang masih kecil, tetapi memang, semenjak pria itu sering mabuk, amarahnya menjadi tidak bisa di kontrol.

"Kalau bukan kebutuhan aku juga enggak mau minta sama kamu!" Jasmine menyentak balik. Uang membuat semuanya menjadi gila.

Rey memeluk Ayyara karena takut. "Kak,"

"Sssttt, jangan didengerin. Mereka cuma lagi berantem dikit aja. Kaya kakak yang berantem sama kamu."

Rey tidak terlalu mengerti, anak itu hanya mengangguk saja seraya menatap kakaknya yang matanya mulai berkaca-kaca. Ayyara akan menangis jikalau diajak bicara lagi.

"Kak, jangan nangis." Kata si adik kecil. Rey adalah anak laki-laki yang pengertian, dia mengusap pipi kakaknya yang basah.

Didekapnya erat sang adik, Ayyara butuh pundak. Mungkin pundak Rey masih terlalu kecil, tetapi Rey cukup kuat untuk menjadi senderan sementaranya. "Jangan dengerin ya, Rey." Kata Ayyara saat pertengkaran terdengar sana terasa semakin panas.

"Tapi aku punya telinga, Kak."

"Tutup telingamu kalau begitu." Rey menurut, dia menutup telinganya erat-erat.

"KALAU BEGINI TERUS, LEBIH BAIK KITA CERAI AJA!"

"Aku enggak keberatan. Sama sekali enggak keberatan!"

Ucapan itu bak racun untuk Ayyara. Ketakutannya terwujud. Kalimat itu akhirnya keluar dari mulut kedua orang tuanya. Gadis itu menangis tak karuan ditempatnya, seraya memeluk Rey dia terisak kuat-kuat.

"Kak, jangan nangis, aku jadi pengen nangis juga." Anak laki-laki itu ikut terisak meski tidak tau alasan sang kakak menangis, yang jelas kesedihan kakaknya menular.

Ayyara tak merespon, dia menangis tertahan. Tak lama terdengar suara pintu ditutup dengan keras, Rey bahkan sampai kaget, dia memeluk kakaknya kuat-kuat.

"Kak, Papa marah besar. Aku takut."

"Enggak papa, jangan takut, ada kakak disini. Rey tidur ya?"

Uang. Uang memang membuat banyak orang gila. Kewarasan hilang begitu saja hanya karena uang. Menghalalkan segala cara hanya karena uang. Uang memang bisa menjadi monster yang menghancurkan banyak hal.

Ayyara hanya perlu berharap, semoga  keluarganya tetap baik-baik saja. Meski itu terdengar seperti harapan kosong karena ucapan tadi telah mematahkan segalanya. Ayyara hanya perlu mencoba lebih kuat untuk bisa mengokohkan keluarganya yang sudah rapuh dan siap runtuh.

☆☆☆

"Kemarin gue lihat papa lo mabok, Ra."

Seharusnya Bianka tidak perlu mengatakan itu pada seseorang yang wajahnya sudah tidak bersahabat sejak turun dari sepeda.

"Keliatan kacau banget. Dia juga buat rusuh di warung orang."

𝐏𝐒𝐈𝐊𝐎𝐓𝐑𝐎𝐏𝐈𝐊𝐀-𝐇𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐜𝐮𝐧 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang