BAB XXIV : TINDAKAN DAN PENJELASANNYA
☆☆☆
Aku tidak punya cinta yang sempurna. Aku mencintaimu dengan sangat sederhana. Mungkin akan sedikit berbeda. Namun aku yakin kamu akan menyukainya.
☆☆☆
Entah perasaannya saja atau malam ini cuaca sangat dingin. Altezza bahkan merasa enggan mandi meski baru saja beraktivitas berat—sekolah dan bermain. Dengan pakaiannya yang seharusnya masih bau keringat, dia tetap memilih bersembunyi dibalik selimut. Kakinya terasa dingin, ia juga mual terlebih tubuhnya ternyata gemetar.
"Allahuma!" Altezza menggeram kecil kemudian. "Belakangan ini gue mudah gelisah, mana mudah masuk angin pula."
"Jadi males mandi, untung enggak ada yang nyium gue."
Mata itu terpejam dengan gerakan tidak nyaman. Tubuhnya menggigil karena terlalu kedinginan. Altezza mengusap dadanya yang terasa mual, sepertinya makanan yang tadi sore ia makan meminta untuk cepat-cepat dikeluarkan—lewat mulut.
"Besok Jumat. Ada pramuka." Disaat-saat seperti ini, dia tetap saja banyak bicara. "Aduhh, males. Alhamdulillah deh sakit, gue jadi enggak usah berangkat."
Altezza memejamkan mata dan bersiap tertidur. Sebenarnya, tadi sore sekitar pukul lima, sang mama sudah melumurinya dengan minyak kayu putih, selain itu, warna merah panjang dilehernya tanda kalau Altezza baru saja dikerok. Ahh, dasar, jompo berkedok remaja.
Dan dalam tidurnya, Altezza berharap, sakitnya bertahan sampai besok pagi. Meskipun, ia ragu harapannya terkabul.
Benar saja, esok paginya Altezza sudah sehat bugar. Tubuhnya kembali segar, dia juga sudah tidak merasakan sakit, mual ataupun pusing. Altezza menyesal, seharusnya dia masih tetap sakit. Rasa bencinya pada ektra pramuka membuatnya malas sekolah.
"Ezza! Bangun! Ini udah mau jam enam!" Itu suara sang mama dari luar kamar. Altezza mendengus dan berdecak kesal.
"Mau pura-pura sakit aja lah." Anak itu tersenyum, bangga akan ide bagusnya.
Dia melangkah keluar kamar, memasang wajah memelas dan mengeluh akan punggung dan kepalanya yang sakit. "Maa, masih kurang enak badan." Katanya penuh dusta.
Anggun yang sedang mencuci piring menatap putra bungsunya. "Pakai minyak kayu putih."
"Tetep sakit. Pegel semua badannya, masih pusing juga, mual, dan sakit perut. Aku juga lagi enggak bisa buang air besar belakangan ini." Dia mengatakan sesuatu yang dilebih-lebihian. Semoga ia tidak mendapatkan kualat karena membohongi orang tua.
"Itu karena kamu kebanyakan main, keluyuran, begadang, dan makannya enggak teratur." Anggun justru mengomel. "Mau enggak berangkat?" Pertanyaan yang memang Altezza nantikan.
"Iya. Aku lemes." Dia melangkah memasuki kamarnya dan bersorak heboh. Ektingnya sangat bagus ternyata, sampai mamanya bisa tertipu.
Anak itu melangkah menuju jendela, menatap sang kakak dan Lakia yang tampak mengobrol akrab. Alfarezi terlihat kaku, dia juga hanya berdiri layaknya patung, berbeda dengan Kia yang aktif dan tidak bisa diam. Altezza mengerutkan kening, ia jadi penasaran akan perasaan kakaknya. Kia itu berbanding terbalik dengan Alfarezi, namun sepertinya si pangeran pesakitan itu nyaman berada di dekatnya.
"Jadi, sekarang gue harus ngapain?"
Ah, iya, tidur.
☆☆☆
"Nanti lo ada ekstra pramuka?" Tanya Alfarezi seraya memasukkan potongan cake ke dalam mulutnya.
Alvian mengangguk. "Iya. BTW, itu cake dari siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐒𝐈𝐊𝐎𝐓𝐑𝐎𝐏𝐈𝐊𝐀-𝐇𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐜𝐮𝐧 ✓
Teen Fiction[ SUDAH TAMAT TAPI DIMOHON UNTUK TETAP VOTE YA ] Alfarezi dan Altezza, si kembar yang telah sampai pada kesimpulan bahwa hubungan mereka itu benar-benar tidak baik. Penuh racun dan mematikan. Mereka bahkan berpikir untuk saling menghindar, memberi j...