BAB XVI : DIBALIK WAJAH DINGIN
☆☆☆
Saat kamu berpikir ingin menjadi orang lain sebab hidup mereka tampak lebih mudah. Ingat ini; kamu saja tidak ingin menujukkan kesedihanmu pada dunia, maka mereka juga sama.
☆☆☆
Alfarezi Danadyksa terkenal tenang nan dingin. Jarang marah meski sering dibuat kesal, wajahnya datar tidak menujukkan tanda-tanda ingin tersenyum bahkan terkesan seperti tidak punya semangat hidup. Lempeng sekali.
Dan Agung Gunawan, sosok yang kini menatap Alfarezi tajam. Sial, sungguh sial, kini ia harus duduk satu kelompok dengan orang yang paling ia benci, berhadapan pula. Hanya Alvian, Renaldi dan Gio yang tampak kalem dan mengerjakan tugasnya.
"Woy! Udah cukup tatap-tatapannya! Kerjain tugasnya, ego!" Gio yang melihat itu kesal. Kedua orang itu—Alfarezi dan Gunawan—memang tidak akan pernah akur.
Alfarezi mendengus kesal. Dia meraih buku paket dan mulai mencari materi yang akan dibahas dalam presentasi kali ini. Agung pun tak ingin kalah, ia meraih buku tulis dan mulai mencari pada internet—dia harus bisa lebih cepat daripada Alfarezi.
Sayangnya, Alfarezi selalu menang lagi, ia selalu satu langkah lebih dahulu dibanding Agung. Anak laki-laki itu menatap rivalnya datar, mereka saling menatap tajam seakan bendera perang tidak akan pernah bisa diturunkan. Alfarezi mengangkat alis kirinya dengan tatapan merendahkan, lambat laun bibir kirinya juga terangkat. Merasa menang.
"Gelut aja, geluutt! Bet, cepet BETTT!" Gio menjadi kompor diantara perang dingin itu.
Renal berdecak. "Kalau mereka gelut, keduanya bakalan dapat skor. Artinya mereka sama-sama kalah."
Alvian menghela napas, dia hanya bisa menyangga kepalanya dengan telapak tangan seraya menikmati perang dingin di depannya. "Sampai kapan bakalan terus kaya gini?"
☆☆☆
Alfarezi menatap mading dengan pandangan menelisik, dia mengamati poster berisi lomba Olimpiade Nasional.
"Gue yakin lo enggak akan bisa ikut."
Alfarezi melirik tajam pada sosok yang berdiri disampingnya. Sosok tinggi besar dengan name tag Agung Gunawan. Anak itu tidak merespon, lebih memilih mengeluarkan ponsel untuk mencatat kontak person yang tertera.
"Nekat." Sinisnya. "Gue maju lebih awal daripada lo." Anak laki-laki dengan bekas luka di tepi alisnya itu menujukkan sebuah lembar formulir pendaftaran.
"Menang daftar doang." Alfarezi terkenal diam dan sekalinya bicara selalu berhasil membuat darah mudah Agung mendidih.
"Gue lempar lo, Zi!"
"Lempar aja." Tantangnya. Anak itu dengan berani bersidekap dada didepan Agung. "Itu artinya lo dengan sukarela kalah."
"Dasar maniak nilai!" Umpatnya seakan tidak sadar diri. Seusai menarik paksa handset yang menyumbat telinga Alfarezi dan memukul kepalanya dengan kertas formulir anak itu berlalu pergi.
Alfarezi berbalik, menatap Agung yang menjauh. Dia berdecak. "Anak malang." Katanya lirih. Dia lalu teringat sesuatu, "ya, gue punya satu hal lagi yang patut disyukuri." Katanya lirih.
"Akhirnya sadar."
"KAMPRET! KAGET!" Alfarezi mengusap dadanya yang tiba-tiba bergemuruh kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐒𝐈𝐊𝐎𝐓𝐑𝐎𝐏𝐈𝐊𝐀-𝐇𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐜𝐮𝐧 ✓
Teen Fiction[ SUDAH TAMAT TAPI DIMOHON UNTUK TETAP VOTE YA ] Alfarezi dan Altezza, si kembar yang telah sampai pada kesimpulan bahwa hubungan mereka itu benar-benar tidak baik. Penuh racun dan mematikan. Mereka bahkan berpikir untuk saling menghindar, memberi j...