EPILOG : YANG TERAKHIR [ END ]
★☆☆☆★
Untuk Alfarezi, Kakakku.
—————————————————
Ini yang terakhir yang bisa aku lakukan untukmu. Jangan marah ya? Mama enggak bisa kehilangan dua anaknya sekaligus, kamu punya kemungkinan terbesar untuk hidup, meski aku yang harus mati.
Tapi aku enggak papa. Awalnya aku takut, aku takut pulang. Kamu tau sendiri kalau aku bukan anak yang baik. Bagaimana jika Tuhan marah karena aku telah banyak bikin kesalahan? Aku kan sudah kebanyakan ngeluh dan minim syukur.
Dan kamu enggak perlu ngerasa salah atas apa yang terjadi. Ini sepenuhnya bukan salahmu. Sejak kecelakaan itu, kepalaku jadi sakit. Sakit banget, aku enggak bohong. Bagaimana cara menjelaskannya? Jatuh dari lantai dua pun enggak akan sesakit ini. Aku bahkan kadang sampai kehilangan pandangan. Sangking sakitnya, aku sampai merelakan agar kamu saja yang hidup. Oh ya, kamu juga perlu bilang ke Mama kalau ini bukan salahnya ya? Aku saja yang enggak hati-hati saat bawa motor.
Terakhir, aku menyayangimu. Meski aku enggak pernah menujukkannya. Cukup aku dan Tuhan saja yang tau, seberapa aku ingin menjaga nyawamu. Kamu enggak boleh mati dengan mudah. Dan yang terpenting, kamu enggak akan bisa hancurin hati aku karena aku yang hancurin hati kamu lebih dahulu. Maaf, tapi kehilangan itu memang sakit 'kan? Aku percaya diri sekali kalau kamu akan kehilanganku. Hahaha.
Dadah.
Tertanda,
Kembaranmu.—————————————————
Seharusnya kamu nulis pesanmu lebih panjang, lebih panjang lagi.
Rasa-rasanya Alfarezi tidak pernah puas meskipun Altezza telah menulis 1 buku penuh dengan pesan-pesannya.
Cowok itu menangis. Menatap sebuah lukisan bergambar Mamanya yang memeluk seorang bayi mungil. Altezza pasti merasakan banyak luka akibat acuhnya Anggun padanya. Hingga cowok itu hanya mampu berkhayal, bermimpi akan pelukan Mamanya yang tidak ia dapatkan sampai akhir.
"Kenapa, Za? Kenapa lo harus ninggalin gue?"
★★★★★
Untuk Ayyara.
_____________________________________
Siapa yang mengira bahwa kita akan menjadi dekat? Sejak kapan kita merubah komunikasi kita menjadi 'aku-kamu'? Sejak kapan kamu membalas perasaanku, Ayyara? Sejak kapan kamu menangkap sinyal merah muda yang aku arahkan padamu?
Entah sejak kapanpun itu. Aku senang. Aku senang karena akhirnya perasaan kita sama. Perasaan kita sama, Ayyara.
Dan aku sedih karena itu bisa terjadi. Didetik-detik terakhir dimana aku sudah berpikir untuk pergi. Kenapa, Ay? Kenapa perasaann kita harus sama didetik-detik terakhir? Aku belum sempat mengucapkan secara langsung bahwa aku berharap kamu ada di duniaku jauh lebih lama.
Maaf, Ayyara.
Hiduplah dengan baik dan sehat. Kamu akan mendapatkan yang jauh lebih baik dari aku, Ay. Percaya itu. Aku hanya sejarah kecil di kisahmu yang panjang.
Aku memberimu hadiah. Ada di laci. Aku melukisnya dengan cepat, cuma beberapa jam. Aku memaksa untuk mengingat wajahmu, melukisnya dengan abstak. Aku harap kamu suka.
Terakhir, aku mencintaimu, Ayyara Kelana.
Tertanda,
Altezza Danadyksa._____________________________________
Ayyara menatap lukisan besar bergambar dirinya yang Alfarezi kirim beberapa hari yang lalu.Lukisan yang sangat cantik. Secantik hati orang yang melukisnya.
"Ezza, kamu benar. Aku salah biarin kamu masuk ke hatiku."
★☆☆☆★
Sungguh sebuah kisah yang menyedihkan. Lahir di keluarga itu adalah sesuatu yang entah harus disyukuri atau ditangisi. Yang jelas, banyak pelajaran yang dapat kita simpulkan. Bahwa yang membunuh manusia adalah perasaannya sendiri.
Rasa iri, kebencian, kemarahan, keegoisan, dan ketakutan.
Iri. Alfarezi yang iri ada adiknya, membuatnya buta akan hal-hal sederhana disekitarnya. Hidupnya hanya berisi rasa rendah diri. Rasa iri membuatnya lelah, lelah karena selalu membandingkan diri dengan orang lain. Dia tidak pernah merasa bahagia meski kenyataannya dia ingin merasakan itu.
sebab bukan bahagia yang membuat kita bersyukur, tetapi bersyukur yang membuat kita bahagia.
Kebencian. Altezza benci pada kakaknya. Rasa haus kasih sayang yang ia rasakan, membuat ia melampiaskan segala amarah dan kecewanya pada sang kakak. Merubah itu semua menjadi kebencian semata. Benci yang kemudian melahirkan sikap tidak peduli, acuh, dan ketus. Kebencian yang akhirnya menutupi segala rasa sayang. Membuat orang-orang disekitarmu tidak percaya kalau kamu itu baik, mereka akan berpikir kalau kamu itu jahat dan selamanya akan jahat.
Amarah. Sejak awal, masalah ini berawal dari amarah. Anggun yang marah sebab si sulungnya tidak bisa hidup normal. Ibu macam apa yang tidak marah melihat anaknya selalu sedih dan merasa rendah diri? Dalam tidurnya, Alfarezi selalu menangis meratapi nasib buruknya. Anggun marah pada dirinya sendiri sebab tidak bisa membantu anaknya, dia tidak bisa menyehatkan anaknya, dia tidak bisa bertukar jantung pada anaknya meski ia mau.
Amarah yang tidak bisa dituangkan itu dia limpahkan pada Altezza. Ketakutan kehilangan yang ia rasakan membuatnya obsesi pada Alfarezi. Membuatnya gila, membuatnya tidak waras dan justru kehilangan banyak hal; momen dengan si bungsu, melihat keakraban si kembar, tertawa bersama keduanya, bermain catur atau sekedar kartu remi.
Kini, semuanya telah hancur.
Bukan hanya kisah asmara Anggun dan Damar, namun juga anak-anak yang lahir dari rahimnya. Anggun bukan ibu yang gagal, ia hanya terlalu takut kehilangan satu hal namun membuatnya kehilangan hal lain yang sama berharga untuknya.
Perasaan buruk itu jika terus-memerus kau pupuk, dia akan tumbuh subur, akarnya akan menyebar, memenuhi hatimu yang kecil. Memenjarakan kebaikan, menutupi sinar dari luar, membuatmu buta akan rasa syukur.
Jadi, hargai apa yang kamu punya sebelum dia benar-benar hilang.
- E P I L O G E N D -
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐒𝐈𝐊𝐎𝐓𝐑𝐎𝐏𝐈𝐊𝐀-𝐇𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐜𝐮𝐧 ✓
Teen Fiction[ SUDAH TAMAT TAPI DIMOHON UNTUK TETAP VOTE YA ] Alfarezi dan Altezza, si kembar yang telah sampai pada kesimpulan bahwa hubungan mereka itu benar-benar tidak baik. Penuh racun dan mematikan. Mereka bahkan berpikir untuk saling menghindar, memberi j...