| ENAM BELAS |

2.3K 541 20
                                    

Dua jam sebelum matahari terbenam, Jino mengajak Serein kembali, mereka sama-sama memasuki bangunan yang tiap sisinya dipenuhi tanaman rimbun yang sudah menjadi tempat tinggal Serein selama empat hari belakangan itu. Keduanya berjalan bersisian dengan Jino yang menatap lurus ke depan. Tidak seperti sebelumnya, saat ini, lebih tepatnya kala Jino memasuki bangunan itu, air mukanya berubah dingin, terkesan tak berekspresi, berbeda jauh sejak dia bersama Serein tadi di mana senyum tipis terpatri di wajahnya. Ekspresinya kali ini seperti ekspresinya yang biasa saat tak berbincang dengan Serein.

Serein menyadari perubahan drastis tersebut, tatapan mata Jino seratus delapan puluh derajat berubah, lebih tajam dibanding beberapa menit lalu. Sebelum mengeluarkan pertanyaan, arah langkah yang mereka ambil membuat Serein berpikir.

"Bukankah kita akan menemui yang lainnya?"

"Ya."

"Lalu mengapa kau mengajakku kemari?" Serein ingat lorong itu akan membawanya ke bagian belakangan bangunan yang dipenuhi tanaman-tanaman berduri.

"Lihat saja siapa yang akan kau temui."

Serein bingung dan mengikuti Jino yang berjalan menyusuri jalan setapak yang dipenuhi bunga-bunga berguguran. Tiba-tiba angin kencang meniup rambut mereka, hingga  tiba di ujung jalan Serein merasakan debu di matanya.

"Tunggu sebentar, aku tidak bisa melihat," Dia menutup matanya dan berkedip.

Membuka matanya, dia tak menemukan Jino lagi di sekitarnya. Sejenak, Serein menoleh kesana-kemari.

"Jino kau di mana?"

Di tengah kesepian itu, dia hanya mendengar suaranya sendiri.

"Jino?" panggilnya untuk kedua kali. Lagi, suara angin menjawab suaranya.

"Apa aku ditinggal?" monolognya. Entahlah, dia memandang sekelilingnya, sangat indah, bunga-bunga itu bermekaran, aroma manis memasuki indra penciumannya.

Serein mendekati salah satu dari mereka, menyentuhnya dengan senyum kecil, hari ini jauh lebih baik dari yang dia kira. Dia pikir Jino akan melukai atau menyakitinya, tapi jauh dari itu.

Tanpa sepengetahuannya, seekor burung memperhatikan dari atas pohon, setiap pergerakan Serein tak luput dari pengamatannya. Serein menghirup aroma-aroma itu bahkan saat kawanan lebah menari-nari di atasnya. Senyumnya merekah tatkala serbuk bunga diterbangkan kemudian para lebah itu kembali menari-nari.

Tanpa sadar Serein mulai bersenandung lagu kesukaannya sejak kecil yang berjudul All Pretty Little Horses. Para lebah semakin senang menari.

Dia menghabiskan setengah jam di sana, sampai Jino muncul dari balik lorong.

"Sudah selesai? Ayo."

"Kau dari mana saja?" Serein menoleh.

"Membiarkan seseorang menemuimu."

"Aku tidak menemui siapa pun di sini, hanya sekumpulan lebah," tunjuknya pada sekawanan lebah di atas mahkota bunga.

"Memang tidak." Dia meninggalkan Serein lebih dulu, Serein mengejarnya dengan langkah cepat.

"Kita mau ke mana lagi?" Matahari bersiap menyembunyikan dirinya.

"Aku akan mengantarmu ke kamarmu."

"Apa aku akan dikurung untuk satu malam lagi?" Langkah Serein seimbang, dia memandang Jino di sampingnya.

"Kau akan dikurung setiap malam."

"Tidak bisakah aku bertemu yang lain dulu?"

"Mengapa?"

"Aku ingin melihat sebentar saja."

Dark Creatures | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang