Pagi ini tampak tegang, para pelayan tidak ada yang berani bersuara. Tuan muda Na mengamuk, aura jenakanya mendadak lenyap. Setiap orang bisa merasakan dengan jelas tuan muda telah kembali seperti sebelumnya...
"Ahna, aku akan berangkat sekolah" Jisung tersenyum cerah, biasanya Ahnanya akan mengantarkannya sampai dia masuk kedalam mobil sembari memberikan cupitan kecil dipipinya.
"Belajar yang rajin ya... anaknya Ahna" Ujar Jaemin beberapa hari belakang ini.
Namun, pagi ini Ahna menatapnya tajam. Jisung menjadi gelisah...
"Apa peduliku!!" Jaemin berdiri dari duduknya.
Brakkk
Kursinya jatuh kebelakang, Jisung terkejut.
Seketika senyum diwajahnya menghilang digantikan ekspresi ketakutan yang muncul.
"Ahna..."
Jaemin tidak merespon, dia memandangi Jisung dingin.
"Jangan memanggilku Ahna... Aku bukan orang tuamu! Hanya Jeno sialan itu orang tuamu saat ini!!" Ucapnya tanpa perasaan, semua orang termasuk Yeri dan Somi terkejut.
"Tuanku!" Somi tidak tega melihat mata berkaca-kaca tuan muda kecil.
Jaemin mengabaikannya dan berjalan kembali ke kamarnya. Dia mengunci pintu, tidak membiarkan satupun orang masuk. Perasaannya campur aduk, dia tidak bisa memperlakukan Jisung dengan baik sedangkan bocah itu kelak menjadi tiket kematiannya. Namun, melihat bocah itu hampir menangis... Nurani Jaemin merasa bersalah.
Salahkan ayah bocah itu!.
Jisung sendiri menangis dipelukan Yeri.
"Ahna masih membenciku" Lirihnya.
Yeri tersenyum masam.
* * *
Mendengar kejadian pagi ini, Jeno menghela napas. Putranya terlalu berharap lebih pada Ahna gilanya. Memikirkan pemuda itu, walaupun pagi ini dia telah membuat putra tunggal mereka menangis dengan kata-katanya, tidak ada yang melewati batas. Tidak ada cubitan, pukulan, jeweran yang biasa di dapat bocah itu.
"Bagaimana Kim Seungmin? Dia banyak memperkenalkanmu pada kolega-kolega keluarga Kim, bukan?" Lamunan Jeno buyar, dia tersenyum kala melihat kakak pertamanya datang mendekat.
Mengangguk sebagai tanggapan, gantian Taeyong tersenyum puas.
"Seungmin itu cerdas, mana manis pula. Ah andai kau menikahinya, kau tidak akan seperti sekarang" Taeyong mendesah berat mengingat rumah tangga kacau adiknya.
Jeno tertawa pelan.
"Tidak akan ada putraku. Meskipun aku harus menikahinya sampai sepuluh kehidupan aku tetap menikahinya... Demi Jisung" Jeno terbayang putra semata wayangnya. Dia adalah darah dagingnya, bagaimana itu bisa ditukar dengan apapun?.
Taeyong meraih tangan Jeno dan mengelusnya lembut punggung tangan pria itu.
"Walau begitu... Kau sudah memiliki Jisung, kalian berdua berhak bahagia. Menceraikannya tidak ada kerugian daripada bertahan dan dia tidak pernah sekalipun berubah" Taeyong sudah sangat lama ingin menyarankan hal ini. Tapi, dia tahu bukan ranahnya untuk ikut campur. Keinginannya kembali saat Doyoung memperkenalkan adik sepupunya yang manis. Pikirannya yang tidak seharusnya datang kembali dikepalanya serta keinginan untuk hidup adiknya lebih bahagia bersama keponakannya.
Jeno termenung memikirkan ucapannya kakaknya.
Kemudian dia menggeleng kepalanya, "Belum saatnya kami bercerai" Gumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mera
FanfictionJaemin cemberut, anak itu terlihat ragu memegang tangannya. "Apa yang kau takutkan aku masih ayahmu" Katanya merajuk. "Apa yang kau takutkan aku masih suamimu" Plaak "Pergi sana, dasar cabul!"