Pan Las

6.5K 1K 49
                                    

Jaemin sangat menikmati kehidupannya hampir dititik dia puas. Berkat kehamilannya, semua orang jadi berhati-hati dan memanjakannya. Apapun yang dia inginkan, tidak butuh banyak waktu akan muncul dihadapan.

"Apakah keluarga Na sudah menerima kabarnya?" Jaemin bertanya pada Somi. 

Wanita cantik yang selalu berada disisinya itu terdiam sejenak.

"Ya..." Jaemin tidak memperhatikan jawaban Somi yang ragu-ragu. 

"Kata ibu mertuaku, aku harus bersiap meminta berkah. Bukankah itu merepotkan?" Jaemin mengeluh. 

Madam Lee belum apa-apa sudah menyuruhnya meminta berkah ke kuil keluarga. Ayolah, walaupun itu lima belas menit berjalan kaki, itu terasa jauh sekali. 

"Bukankah tidak ada salahnya? Ibu ingin bayimu sehat dan lahir dengan selamat" Baik Jaemin dan Somi menoleh ke sumber suara.

Ada kakak iparnya datang dengan raut wajah yang bisa dibilang tidak enak dipandang. Mungkin, melihat seorang Lee Taeyong tampak marah adalah langka. Hanya Jaemin yang mendapat kehormatan tersebut.

"Oh kakak ipar..." Jaemin yang tidak memiliki kepekaan menatap Taeyong sembari tersenyum.

Taeyong menghentakkan kakinya berjalan mendekati Jaemin, dia melirik Somi sekilas. Somi mengerti isyaratnya, dia diam-diam mundur. Taeyong mengambil tempat duduk dihadapan Jaemin.

Tak

Dia meletakkan kotak kecil diatas meja. 

"Kemarikan tanganmu" 

Jaemin berkedip bingung tapi dia tetap mengulurkan tangannya. Melihat itu Taeyong perlahan membuka kotak yang dibawanya. Diambilnya benda yang ada didalam kotak dan memasangkannya ke pergelangan tangan Jaemin. Benda berkeliauan itu melilit lingkar tangan Jaemin yang lumayan kecil.

"Berkah yang merepotkan itu, untuk anakmu..." Katanya dingin.

Jaemin menarik sudut-sudut bibirnya, "Aku tahu... Semua anggota keluarga Lee memperhatikan ini, terima kasih" 

"Kau harus berterima kasih pada Jeno" 

Taeyong berdiri dari duduknya, dia berniat pergi. Tugasnya sudah selesai..

"Terima kasih? Untuk apa?" Jaemin menarik tangannya dan mulai memainkan benda yang baru saja Taeyong pasang.

"Untuk apa?" Kening Taeyong mengeryit, "Tentu saja untuk diterimanya dirimu dikeluarga Lee. Jika bukan karena adikku. Ibu tidak akan meminta gelang yang telah diberkahi."

"Mengapa aku harus berterima kasih? Gelang ini hanya memberkati anak, bukan Ahnanya..."

Butuh beberapa saat, Taeyong melebarkan matanya.

"Kau!"

"Apa aku salah? Memang itu kenyataannya... Aku, Na Jaemin tidak pernah berhutang apapun pada keluarga Lee..."

* * *

Kesal bukan main Jaemin terhadap kakak iparnya. Bisa-bisanya pemuda berwajah cantik itu mengusik hari bahagianya. Dengan dalih keluarga Lee yang mulai menerima? Cih, dia tidak butuh penerimaan siapapun. Tetapi, dia tidak bisa menyalahkan sepenuhnya, kakak iparnya mendukung hubungan adik dan adik temannya berkat penulis sialan!. 

"Setelah bayi ini lahir mau dia jodohkan si brengsek itu dengan seratus orang pun aku tidak peduli!" Jaemin membolak-balik majalahnya penuh kekesalan.

Tok

Tok

"Tuan... Bolehkah saya masuk untuk mengganti teh?" 

 "Masuk saja" Perintahnya.

MeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang