Berlari...
Jaemin tidak memperdulikan teriakan semua orang yang mencemaskannya. Pikirannya kalut, tujuannya hanya satu. Kamarnya!.
Braaakkk
Sekuat tenaga Jaemin membanting pintu kamarnya, tidak lupa anak itu menguncinya. Jaemin bersandar di daun pintu. Air matanya mengalir tanpa bisa dia kendalikan.
"Tidak! tidak" Jaemin berjalan lemah ke arah peraduannya. Menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang empuk. Jaemin menyembunyikan tangisnya.
"Mama! Papa! Bawa aku kembali pulang! Aku tidak mau dimakan macan! Huhuhu!" Jaemin menangis kencang didalam kamarnya.
* * *
Sementara itu Jeno menuangkan wine ke gelas, dia tengah minum-minum sendiri semenjak kepergian Jaemin. Pasangan hidupnya tampak shock bukan main. Itu sudah cukup mengkonfirmasi semuanya.
Mimpi itu...
Tumpang tindih...
Antara kebahagiaan dan tragedi...
Jeno merasa frustasi luar biasa.
* * *
Puas menangis sampai tengah malam, Jaemin mulai menata hatinya lagi. Emosinya kembali tenang dan dia kembali mengingat percakapannya dengan suaminya.
Ada apa ini? Lee Jeno mengingat kehidupan masa lalu mereka? Eum Dengan Jaemin sisi samping?.
Atau? Dia terlahir kembali? Seperti dirinya? tetapi dengan ingatan yang sama?. Melihat tatapan mematikan suaminya, Jaemin cemas. Habislah kalau benar, Jeno pasti sadar dia telah memainkan beberapa trik agar bertahan hidup di dunia ini.
Atau jangan-jangan dia berasal dari dunia nyata sama sepertinya?!!
Entahlah...
Jaemin memijit pelipisnya, "Andai aku tahu akan seberantakan ini, aku secara sukarela secepatnya memasuki kandang macan"
Sesuatu tiba-tiba melintas di kepalanya, mendadak dia berdiri. Teringat kembali beberapa waktu lalu. Lebih tepatnya akan ucapan orang yang dia kira pelayannya...
"Semuanya tampak aneh... Apakah karena aku mencoba mengubah alur apa yang sudah ditulis?"
* * *
Menapaki anak tangga satu-persatu, Jaemin akhirnya memutuskan menemui seseorang yang ternyata kini tengah berdiri memperhatikan langkah kakinya berjalan menuruni anak tangga.
"Perhatikan langkahmu..." Jeno menegurnya sebelum mendongak.
Pandangan keduanya bertemu, lalu keduanya sama-sama mengunci pandangan masing-masing sampai Jaemin menyelesaikan anak tangga terakhir. Jaemin tidak berjalan mendekati suaminya. Dia memilih berdiri didekat tangga.
Mereka masih tidak memutuskan kontak
"Kau bertanya siapa diriku bukan? Aku adalah Na Jaemin..." Jaemin memulai pembicaraan.
Suaminya menatapnya datar, tidak bereaksi sama sekali.
"Aku adalah pasanganmu... Tentu saja yang telah kau habisi dengan tanganmu sendiri"
Kata orang, mata itu tidak bisa berbohong. Jaemin bisa melihat ada sekilas kejutan di mata Jeno.
"Kau ingin tahu? Mengapa aku sangat membencimu? Ditempat pertama" Jaemin bertanya.
Tak memberi jawaban, Jeno hanya diam memandanginya. Jaemin menarik napas lebih terdahulu sebelum menghembuskan napas perlahan-lahan. Dia lalu menunduk, memperhatikan ubin lantai marmer rumah mereka...
"Malam itu... Malam aku dijebak... Kau... Mengetahuinya, bukan? Karena kau yang menjebakku..."
Jaemin kembali mengadahkan matanya, menatap Jeno dengan pandangan berkaca-kaca.
"Ka-kau bilang aku mengubah takdirmu tanpa izin? Lalu? Bisa jelaskan atas dasar apa kau mengubah takdirku?"
Air mata Jaemin mengalir, dia membuang muka. Enggan menatap suaminya, lagipula hatinya menjadi tidak nyaman dimana-mana.
"Takdir seorang pewaris berubah dalam semalam... Kau bahkan belum membayar hutang tapi sudah mengigit orang yang memberimu makan sampai kering"
Jaemin memejamkan matanya, mencoba menghentikan tangisnya.
"Mengapa? Mengapa harus aku Lee Jeno? Apa karena kelahiran rendahmu? Jadi, kau memaksaku tanpa pilihan?"
"Tuduhanmu tidak berdasar" Akhirnya membuka suara.
Membuka matanya, Jaemin menoleh ke arah suaminya.
"Keluarga Lee meracuniku selama ini... Apakah kau tahu? Ah atau kaulah yang meracuniku?" Emosi Jaemin naik, "Jadi, jangan repot-repot mengulang masa lalu. Aku sudah cukup bersyukur merasakan teknik kematian berbeda kali ini..."
* * *
Note : Tinggal beberapa chapter lagi, thanks semua yang udah mau baca, vote dan mau meninggalkan jejak komentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mera
FanfictionJaemin cemberut, anak itu terlihat ragu memegang tangannya. "Apa yang kau takutkan aku masih ayahmu" Katanya merajuk. "Apa yang kau takutkan aku masih suamimu" Plaak "Pergi sana, dasar cabul!"