Wa Luh

6.4K 1K 84
                                    

Jeno sakit...

Seketika semua orang sibuk, sangat jarang melihat tuan muda kedua jatuh ambruk dengan demam tinggi seperti itu. Dokter Sanha mengatakan Jeno kelelahan sampai ekstrem, sisanya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. 

Jisung menangis keras menatap ayahnya yang terbaring lemas diranjang. Sedangkan Jaemin yang memegang tangannya bereaksi kaku.

Awalnya mengetahui suaminya hampir pingsan ketika memasuki rumah sepulang dari kantor, dia cukup senang.

'Apakah si brengsek itu memiliki penyakit mematikan? Ah apakah dia juga telah diracuni keluarga Lee? Apakah ini artinya dia terbebas dari kandang macan?'

Memikirkan akhir tragisnya, Jaemin tidak tahan untuk tidak bahagia. Namun, suaminya hanya kelelahan. Sungguh mengecewakan...

"Mengapa tidak langsung mati saja sih?" Gerutunya dalam hati.

Tapi, mustahil bagi pemeran utama untuk mati lebih awal.

"Ayah!" Jisung berlari, meninggalkan Jaemin dipintu dengan kekesalan yang luar biasa.

* * *

Madam Lee mengirimkan semangkuk bubur ke kediaman putra tirinya. Bagus, Jaemin semakin cemburu. Dia setiap hari sakit di masa lalu, tidak satupun orang yang peduli. Giliran si brengsek didepannya sakit, semua orang tampak seolah-olah mereka peduli.

"Tampaknya bubur buatan ibu mertua enak" Jaemin berkomentar, Jeno yang sedang menyantap buburnya melirik.

"Ingin?" 

Jaemin menggelengkan kepalanya kuat, "Tidak" Terima kasih, dia sudah cukup diracuni. 

"Ini kali pertamanya ibu memasakkan aku makanan" 

Kalau ada racun dibubur itu, bukan salah Jaemin karena dia diam saja.

"Bagus" 

Jeno menoleh, dia menatap Jaemin yang tampak berbeda hari ini. Ah, tidak juga. Jaemin memang berbeda dari biasanya di masa lalu.

"Kau sudah baik-baik saja kan? Aku ingin menemui putraku" Jisung sudah lebih dulu pergi bersama Yeri setelah memastikan ayahnya baik-baik saja.

Melihat Jaemin yang ingin meninggalkannya seorang diri, Jeno mengeryitkan keningnya.

"Tunggu!" Panggilnya, mencegah Jaemin mengambil langkah pertama.

"Apa lagi?" Nada suara Jaemin terdengar sedikit marah.

"Ekspresimu itu... Kenapa kau terlihat kesal?" Tanyanya.

Jaemin mencibir, "Itu karena faktanya kau masih hidup dan bernapas tepat didepan mataku. Padahal aku sudah membayangkan hidup mewah dan bahagia sebagai jand- eh duda dengan kedua anakku"

"Pffttt Haha" Jeno tertawa. "Bualanmu itu. Kau tenang saja, aku masih bisa bernapas lebih banyak dimasa depan. Sehingga tidak ada ruang untukmu hidup bahagia sebagai duda dua anak" Ucapnya dengan nada lembut.

 Mendengar ucapannya suaminya, mata Jaemin terasa panas. Hatinya mendadak sakit...

"Baguslah, pegang janjimu Lee" Jaemin segera berbalik, dia menyelamatkan air matanya yang lolos membasahi pipi dari jangkauan pandang sang suami.

"Aku menemui Jisung dahulu"

Jaemin keluar dengan suasana hati yang berantakan. 

"Teruslah bernapas lebih banyak, kelak kau menjadi duda dua anak" Lirihnya.

* * *


Haihai maaf ya updatenya segini dulu. Akhir-akhir ini aku punya masalah yang pelik di rl. Bisa dibilang chapter ini sediki hiburan sebelum aku menyiapkan chapter depan yang agak lebih panjangan...

Okay, itu aja... selamat malam minggu ya... 

MeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang