Hari-hari Jaemin relatif tenang, selain perutnya yang sudah sedikit membuncit. Tidak ada keluhan apapun. Dia puas, keluarga tunangan Lee Donghyuck bisa menerima dengan lapang dada pemutus hubungan. Jaemin tidak mau tahu cara apa yang dipakai keluarga Lee.
Dia juga mengatur beberapa orang untuk menjauhkan tuan muda ketiga dengan masa lalunya. Masa baru lolos dari kandang macan, dia dengan rela berjalan ke kandang harimau yang benar saja.
Mungkin kecemasan terbesar Jaemin saat ini hanya satu...
Meninggal saat melahirkan...
Jadi, ketika dirinya membuka pakaiannya dan menatap perutnya dari bayangan pantulan cermin dikamar mandi. Perasaannya rumit...
Apakah dia sengaja dimasukan ke dunia ini hanya untuk merasakan rasanya 'mati'?.
"Aku harus menamaimu siapa? Jikalau lahir dengan selamat?" Jaemin bertanya, tangannya mengelus pelan perutnya.
* * *
Keluarga yang bahagia, semua orang bisa meihat. Bagaimana tuan muda kedua Lee tengah menggendong putranya, sembari tidak lupa merengkuh pinggang langsing milik pasangannya. Derai tawa tuan muda kecil terdengar. Rupanya dia digoda penuh semangat oleh sang Ahna. Sementara sang ayah menatap keduanya secara bergantian sambil tersenyum senang.
"Ayah sayang Jisung" Bocah itu mengalungkan tangannya dileher sang ayah.
Jaemin tidak mau kalah, dia memeluk suaminya.
"Tapi, ayah milik Ahna"
Perasaan menggelitik muncul dihati Jeno, dia melirik Jaemin yang sibuk menggoda putra mereka.
"Ayah... Ayah memilihku atau Ahna?" Disadarkan oleh pertanyaan putranya, buru-buru Jeno melihat ke arah Jaemin yang juga menatapnya penuh keinginan rasa tahu.
Jika dulu... Dia tidak akan ragu...
"Hummm, ayah coba pikirkan dulu" Jeno berpura-pura berpikir.
"Ah ayah, ayolah..." Jisung merengek.
Melihat putranya dan Jaemin secara bergantian, Jeno menggelengkan kepalanya.
"Ayah tidak bisa memilih"
"Kenapa?" Jisung bertanya bingung.
"Kare-"
"AKU BERSUMPAH DIBAWAH LANGIT DAN BUMI BESERTA ISINYA! AKU MEMBENCIMU! BAHKAN AKU MENGUTUK KETURUNANMU!!"
Pandangan ke arah manik caramel galak itu menajam.
"Kesombonganmu tidak memudar, tidak sadarkah. Nyawamu bahkan tidak berarti bagiku"
"HaHa... Setelah menikah, mungkin satu-satunya kesamaan kita berdua adalah... Kau dan aku sama-sama menganggap hidupku tidak berarti"
"Aku masih ingin berbaik hati padamu, anggap saja bayaranmu karena telah melahirkan putra untukku. Kematianmu ku permudah, hanya sedikit rasa sakit"
Pemilik manik caramel itu tak juga melunak, dia masih terlihat galak saat tubuhnya diseret paksa.
"Ada permintaan terakhir Na Jaemin?"
Dibawah sana, pemilik manik caramel mendongak. Menatapnya tanpa emosi...
Perasaan ini... Tidak ada kepuasan...
Keheningan...
"Kalau tidak ada, bawa dia!"
Dalam sekali perintah, dua orang bertubuh besar dan berotot menyeret tubuh kurus pemilik manik caramel.
"Jaemin!" Teriakan suara feminim terdengar.
"Jeno! Kau keterlaluan! Jaemin adalah Ahna anakmu! Dia yang melahirkannya!" Wanita itu berlari mengikuti ketiga orang yang sudah menjauh.
Tidak ada balasan, hanya tatapan datar. Tangannya meraih cangkir teh, menikmati pagi hari yang cerah ditemani seremoni teriakan penuh kesakitannya ternyata menyenangkan.
Bocah empat tahun itu menangis sesegukkan sembari memegang erat boneka pororonya. Dia diberitahu bahwa Ahnanya telah meninggal akibat kecelakaan. Dia tidak mengerti apa itu kecelakaan tapi dia tahu satu hal. Ahnanya pergi meninggalkannya selama-lamanya.
Dia memandangi bonekanya, "Padahal Ahna bilang aku akan bertemu adik bayi, tapi Ahna bohong"
Tidak sengaja dia mendengar monolog itu.
Praaangggg
Guci abu pasangannya pecah.
"Jeno! Jeno!"
Janji besok update...
hehe
happy holiday semuanya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Mera
FanfictionJaemin cemberut, anak itu terlihat ragu memegang tangannya. "Apa yang kau takutkan aku masih ayahmu" Katanya merajuk. "Apa yang kau takutkan aku masih suamimu" Plaak "Pergi sana, dasar cabul!"