Wa Wa

5.9K 1K 96
                                    

Tangan halus dan lentik itu menepuk dada bidang suaminya pelan. Tawa renyah terdengar, merasa tidak tahan Jeno mencuri ciuman sekali lagi dibibir tipis pasangan hidupnya yang terkikik geli. Perasaan ini terlalu bagus, keduanya bersemangat setelah berguling-guling penuh gairah.

Jangan menyalahkan Jeno, Jaemin tidak mudah ditangani jika sudah mode genit. Dia bukan seorang pertapa makanya tanpa malu-malu mengangkat pasangan hidupnya ke peraduan. Untunglah masih sedikit nurani sebelum mengakhiri sesi tanpa rengekan dan air mata.

"Aku benar, kau mirip anjing itu"

"..." Jeno

Jaemin menepuk-nepukan tangannya, dia malas mendongak menatap wajah Jeno. Memandangi si brengsek ini tidak bagus untuk bayinya. Dia tidak ingin anak keduanya mirip Jeno!. Lebih baik mirip dirinya atau Jisung walaupun semakin kesini, Jaemin menyadari bahwa anak pertamanya mirip suaminya ini.

'Kalau anak ini terlahir mirip denganku, rasakan itu Lee! Kau pasti tersiksa setiap melihatnya'

"Kau tidak berhenti mengatakannya, ayolah" Jeno mengelus bahu mulus Jaemin.

Dalam perjalanan pulang, Jaemin melihat seekor samoyed. Dia bermain-main dengn anjing tersebut atas izin sang pemilik. Sementara Jeno memperhatikan dari samping. Dia tidak tersadar telah tersenyum melihat betapa cerianya Jaemin bermain dengan hewan berbulu putih menggemaskan.

Uhuk- Jaemin tentu menang beberapa point terhadap kata 'Menggemaskan'.

"Aku melihatnya bagai kembaran dirimu" 

"AKH! Jaem!" Jeno memukul perlahan bahu pasangannya, bagaimana tidak Jaemin mencubit keras choco chip miliknya.

Jaemin mendongak, dia memberikan wajah tidak berdosa. 

"Maaf Jen, aku terbawa suasana. Mengingat betapa menggemaskan samoyed tadi" 

Jeno meraih hidung mancung Jaemin dan mencubitnya gemas.

"Jen-uph!" Jaemin mendelik Jeno mencubit hidungnya hingga dia susah bernapas.

"Maaf Jaem, aku terbawa suasana. Siapa suruh kau terlalu menggemaskan"

Delikan mata Jaemin secepat kilat menjadi keterkejutan. Menyadari dirinya salah berbicara Jeno pun mendadak kaku.

"A-aku ke kamar mandi dulu" Buru-buru Jeno menyambar jubah piamanya dan memasangnya asal-asalan sebelum berjalan cepat ke kamar mandi.

Jaemin tidak bisa menahan perasaan aneh di hatinya. Tidak, dia tidak bisa menjabarkannya. Hanya saja rasanya seperti perasaan malu tapi juga senang(?).

"Mulut manis itu" Jaemin mengigit selimutnya gemas. Kemudian dia menyadari bahwa keduanya telah berguling-guling diatas selimut beberapa waktu lalu.

"Hoeeek!" Jaemin membuang selimutnya jauh, "Iyuhhh" Keluhnya.

* * *

Kata orang bawaan bayi terkadang bisa menjadikan seseorang jauh lebih menawan dan mempesona. Jeno harus mengakui itu, dia merasa Jaemin semenjak hamil auranya bertambah menarik. Membuatnya senang berlama-lama memandangnya.

Tidak membosankan sama sekali, bahkan candu.

Dia sering gelisah akhir-akhir ini meninggalkan Jaemin. Rasanya ingin terus berada disebelahnya setiap saat dan memandanginya sepuas hati. Barulah setelah Jaemin sibuk mengurusi Jisung dan bersikap acuh tak acuh padanya. Jeno terpikir ingin mempunyai foto pasangan hidupnya. Biar walau tak bertemu dahaga Jeno terpenuhi.

Berpura-pura membaca berkas kerjaannya di smartphone, dia mengarahkan kamera ke Jaemin yang berbicara pada Jisung.

CEKREK

Terkutuk!

Jaemin dan putranya menoleh ke arahnya, keduanya mengerjab mata polos. Memandanginya penuh keingitahuan.

"Ternyata kameranya tidak buruk, Jisungie berposelah. Biar ayah memotretmu, ayah mencoba kamera ponsel baru" Mendengar permintaan ayahnya, Jisung mengangguk dan tersenyum sebelum di foto oleh ayahnya.

Jaemin menjauhkan dirinya dari Jisung dan fokus menyatap sarapannya. Dia tidak tahu bahwa Jeno dengan keringat dingin dipunggung meliriknya.

* * *

Janji temu untuk memeriksakan kandungannya sudah ditentukan, Jaemin pikir Jeno benar-benar membiarkannya pergi sendiri. Ternyata suaminya itu sudah mengambil cuti demi menemaninya. Dia senang juga merasa terharu. Jadi, demi menyenangkannya kembali. Jaemin menggodanya sedikit dan tidak membuang waktu keduanya untuk pertama kalinya menghabiskan waktu secara bergairah di pagi hari.

Jaemin merasa Jeno menjadi sangat hati-hati dan semakin lembut dalam memanjakannya ditempat tidur. Mungkin karena dirinya sedang hamil...

Mungkin karena dirinya hamil?. Seharusnya tidak ada putaran lain setelah kehamilan. Jaemin mendesah, tidak mengapa selama dirinya dan Jeno menikmatinya.

"Kau sudah siap?" Jeno sialannya muncul dengan tampan dalam balutan pakaian kasual.

 Mengigit bibir bawahnya, Jaemin merasakan dirinya kembali lapar. Tsk, haruskah dia menyalahkan hormon atau suaminya?. 

* * *

Jeongin menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana ini? Dia sudah berulang kali membatalkan dan memundurkan jam pemeriksaan tuannya. Tapi, orang yang bertanggung jawab belum jua keluar kamar. Padahal hari sudah semakin beranjak sore.

"Hubungan kedua tuan sangat harmonis. Takut, setelah kelahiran tuan muda kecil kedua segera ada tuan muda kecil ketiga" Komentar beberapa pelayan terdengar ditelinganya.

Wajahnya boleh saja terlihat imut. Namun, mendengar omong kosong itu. Telinganya memerah, dia merasa malu. Padahal, dulu dia mendengar hubungan tuan mudanya dan tuan muda kedua Lee tidak rukun. Keduanya penuh kebencian terhadap masing-masing. 

Kemana perginya kebencian itu?.

Dia melihat sikap penuh kasih sayang keduanya terhadap satu sama lain. Apakah semua itu rumor? Jelas tidak. Apakah yang terjadi sebenarnya?.

* * *

Dua kali berganti pakaian, akhirnya Jaemin bisa duduk tenang di meja riasnya. Dia menyisir rambutnya yang sudah kering. Dia memandangi cermin sembari tersenyum. Ada pantulan suaminya juga disana yang memandanginya tajam.

"Apakah penampilanku baik-baik saja?" Jaemin bertanya, tangannya meraih liptint dan memoleskannya sedikit.

Mengeryitkan keningnya, Jeno yang mulanya duduk mununggu dengan patuh Jaemin selesai berdandan. Berdiri dan berjalan mendekati Jaemin, dia berhenti tepat dibelakang punggung Ahna anaknya itu. Menunduk tanpa menoleh, dia menatap pantulan bayangan Jaemin di cermin.

Wajah menawan ini.

"Cantik..."

Blushhh.

Jaemin tidak bisa menahan perasaan tersanjungnya. Kedua pipinya pun ikut memerah...

"Karena terbantu oleh make up" Jeno melanjutkan ucapannya.

Sialan!

Mendelik galak lewat cermin, dia menatap Jeno ganas.

"Mau pakai make up atau tidak, aku cantik setiap hari" Perasaan Jaemin jengkel luar biasa. Pria ini memang tidak bisa dikasih jantung. Padahal dia merelakan diri disentuh dimana-mana. 

Jeno terkeleh, dia mencuri kecupan dipipi Jaemin. "Makanya hapus make upnya, biar cantiknya aku sendiri saja yang simpan"

Jaemin hendak kembali memarahi sampai dia merasa ucapan Jeno sedikit ganjal.

"Eh?!" 

MeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang