Wa Tu

6.1K 1K 60
                                    

Rumah dua lantai minimalis itu sibuk pagi-pagi buta, hilir mudik para pelayan tidak habisnya bekerja. Mereka terlalu sibuk sampai tidak menyadari, tidak adanya tanda-tanda kehidupan dikamar atas. Kecuali, seorang wanita cantik yang nampak cemas menatap daun pintu dihadapannya. 

Tuannya sakit selama tiga, tidak seperti biasanya. Tidak ada rengekan maupun amukan, tuannya hanya mengunci pintu.

Jauh didalam, tirai-tirai jendela sudah tiga hari tidak tersikap. Tidak ada yang tahu apakah itu pagi, siang atau sore?.

Pikiran sang penghuni kacau berantakan. Masih teringat tiga hari yang lalu, dia terbangun dengan kepalanya seperti mati rasa sesaat serta dada juga terasa sesak. Kesadarannya menghilang, sehingga yang terlintas dikepalanya saat membuka mata adalah... Apakah dia sudah mati? Akibat begadang membaca novel atau...

Sang sepupu sempat berkata, "Sampai ada yang mengambil novelku, mati saja sana"

"Apakah aku di surga?" Amal perbuatan dirinya yang mana membuatnya mendapatkan seorang bidadari cantik layaknya barbie hidup ketika membuka mata?.

Sepupu, aku berhutang padamu...

"Tuanku!" 

Surga! Dia tersanjung, panggilan ini sedikit kuno tapi penuh penghormatan.

"Y-ya?" Mengapa susah sekali baginya untuk berbicara?.

Wanita itu memandangnya penuh kekhawatiran.

"Syukurlah tuanku sudah sadar, maafkan aku yang tidak berguna ini. Madam Lee menolak memanggilkan dokter, terpaksa aku sedikit mengancam mertua tuanku"

Dia sama sekali tidak mengerti ucapan wanita ini.

"Oh" Gumannya asal.

"Jika madam Lee menyusahkan anda dimasa depan berkat tindakan berani dan ceroboh ini. Aku hanya bisa memohon kemurahan hati tuanku" Wanita itu masih tampak cemas.

"Ah, ya" 

Tunggu, mengapa dia merasa tidak asing dengan kata-kata wanita ini?.

Barulah dia paham setelah beberapa saat mengalami sakit kepala yang luar biasa. Kenangan yang bisa dibilang sebagian besarnya buruk milik seseorang membanjiri kepalanya.

Tidak pernah seorang Na Jaemin duga, dia datang dari dunia nyata ke dunia dongeng dalam novel. Andai, sesederhana datang... Tidak menjalani kematian pahit dikandang hewan buas.

Kekayaan, rasa hormat, suami tampan, anak menggemaskan, ibu penyayang serta pelayan yang setia bisa dia dapatkan didunia ini. Mungkin itu hal positif yang bisa dia dapatkan didunia ini walaupun bayarannya amat mahal.

* * *

Jaemin sarapan sembari membaca majalah. Dia bosan, tapi tidak satupun orang yang mengerti. Masih saja dikurung didalam istana mungil ini. Somi yang biasanya menemaninya juga tidak ada, keluarga Na menggantikannya dengan seorang pemuda yang bernampilan ceroboh.

"In~" Asisten barunya mendongak.

"Iya tuan muda?" Wajah imut pemuda didepannya begitu menggemaskan. Jaemin tidak bisa tidak tersenyum.

Dia menyukai asisten barunya, Yang Jeongin. Walaupun Somi masih yang terbaik dimatanya.

"Menurutmu bagaimana penampilan suamiku?" Pertanyaan acak ini. 

"Tampan seperti apa kata rumor" Perkataan polos dan penuh kejujuran asisten barunya membuat Jaemin tertawa.

"Benarkah?" Dia tersenyum geli, perlahan Jaemin mengelus perutnya.

"Lalu, bagaimana putraku?"

"Tuan muda kecil? Dia terlihat sangat imut" Ketika Jeongin mengatakan itu, wajahnya tampak ceria.

"Tapi tidak kau merasa dia tidak mirip suamiku maupun aku?" Jaemin tidak bermaksud apa-apa. Penampilan Jaemin didunia ini sangat menawan dan indah, sedangkan Jeno maskulin dan tampan.

Putra keduanya hanya terlalu imut dengan tubuh kurusnya...

"Siapa bilang? Tuan muda kecil adalah perpaduan sempurna anda dan tuan muda kedua. Matanya mirip tuan muda kedua, hidung dan rahangnya mirip tuan muda." Dibandingkan Somi yang jarang berbicara, Jeongin cukup pandai menyenangkannya dengan kata-kata tanpa terdengar berlebihan.

"Begitu?" Jaemin menopang dagunya malas. "Baiklah, tapi lain kali jangan terlalu lama menatap suamiku ya..."

Yang Jeongin kehilangan kata-katanya. Dia buru-buru berlutut, "Maafkan aku tuan muda!"

Dia baru saja dikirim kemari dan sudah mampu menilai suami tuannya.

* * *

Mata sipit Lee Jeno semakin menyipit melihat pasangan hidup tercintanya datang ke kantor untuk pertama kalinya. Si manis menawan itu membawa kotak bekal makan siang. Semuanya berisi makanan kesukaan Jeno. 

"Kata Sanha, aku harus segera pergi memeriksakan diri" Jaemin mengambil sumpit dan memilih beberapa lauk lalu meletakkannya ke mangkuk suaminya.

"Kalau begitu, pergilah" Hampir saja sumpit ditangan Jaemin diarahkan ke kepala Jeno.

"Kau! Hah, Kita membuatnya berdua. Jadi, kita harus pergi berdua" Sedikit menekan rasa malunya, Jaemin mendelik ganas pada suami tercinta.

Jeno memandangnya penuh keheranan.

"Dulu, sewaktu Jisung... Kau pergi sendiri" Jeno teringat Jaemin yang pergi ke rumah sakit tapi tidak membawa apapun dari sana. Kalau bukan berkat kegigihan Sanha, dia tidak akan tahu bagaimana kabar maupun hasil usg putranya.

Jaemin juga sedih, andai penulis tidak begitu kejam pada Jaemin peran samping dan memberinya sedikit rasa sayang...

"Jisung lahir dari kesalahan dan anak ini lahir dari kesepakatan. Kau jelas akan perbedaannya" Kenyataan pahit mengguncang pasangan ini.

* * * 

Jeno dan Jaemin berjalan sambil berpegangan tangan, keduanya menelusuri sungai han dengan damai. Kedua asisten mereka berjalan tidak jauh tetapi tidak cukup untuk mengganggu keduanya.

Setelah makan siang dan tertidur dikantor suaminya, Jaemin berniat pulang. Jeno menahannya dan mengatakan ingin melihat pemandangan sore disekitar sungai han. Mendengar sungai han, Jaemin bersemangat.

Sungai Han terlihat sama persis dengan didunia nyata. Orang-orangnya pun berkegiatan sama, ada yang sibuk berkencan, ada yang olahraga, adapula yang hanya ingin datang seperti dirinya dan Jeno.

"Kau ingin anak perempuan atau laki-laki?" Jaemin menoleh, dia menatap sisi samping wajah tampan sang suami.

"Tidak penting, yang penting mereka semua lahir dengan selamat"

"Kalau tidak selamat?" Jeno tersentak mendengar pertanyaan Jaemin, dia menoleh.

"Jangan berkata hal-hal buruk" Tegurnya.

"Misalnya kau dihadapkan pada dua pilihan, pilih anakmu atau aku. Mana yang kau akan pilih?"

Raut wajah Jeno terlihat tidak senang mendengar pertanyaan konyol Jaemin.

"Mengapa aku harus memilih?"

Jaemin sedih, dia menunduk, "Kau benar, mengapa kau harus memilih? Jawabannya sudah pasti kau memilih anak" Dia melepas paksa genggaman tangan Jeno dan berjalan duluan. 

Kening Jeno mengeryit, "Ada apa dengannya?"


MeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang