Klikk!
Jepit berwarna peach terpasang sempurna di rambut Oydis, kali ini dia berangkat ke sekolah dengan menggerai rambutnya agar pipinya tak tampak terlalu chubby.
Gadis itu kembali mengaca dengan senyuman palsu yang mengembang di wajahnya. Setelah melakukan rutinitas pagi dan kewajibannya, dirinya kini sudah siap. Sebenarnya dia takut di bully karena baju lusuhnya, tetapi ia berusaha menghalau seluruh pikiran buruknya pagi ini.
Dengan senyum palsu dan tatapan kosongnya, dia berjalan menuju ke sekolah barunya. Mendapatkan predikat lulusan terbaik membuatnya dapat sekolah di sekolahan favorit, SMA Pelita Bakti (PelTi).
Sekolah tersebut tampak mewah bak istana dengan beberapa pilar dan interior marmer di dalamnya. Banyak anak-anak modis yang perang merek karena memikirkan outfit-nya. Namun, hal itu tentu saja sangat berbeda dengan Oydis yang tampak kucel.
Ia adalah salah satu anak yang tampak tak modis di sana. Baru saja ia masuk ke gedung megah tersebut, ia sudah mendapatkan tatapan tajam dari beberapa murid yang berada di lorong sekolah.
Gadis itu menunsuk, tak berani menatap mereka setelah menjadi pusat perhatian. Oydis mengigit bibirnya ketakutan, tatapan mereka menunjukkan banyak hal. Mulai dari prihatin dengan kondisinya, jijik, tak suka dan juga menganggapnya sebagai parasite.
Bagaimana tidak orang melihatnya seperti itu. Melihatnya saja dapat membuat orang lain menyipulkan keadaannya. Sepatu bolong-bolang, belum lagi baju seragam yang lusuh melekat pada tubuh gempalnya.
Apalagi bola matanya yang berbeda warna karena kelainan, itu semua dapat digunakkan oleh para siswa sok jago, tukang bully untuk meledeknya karena kondisinya yang tak sebaik murid-murid di sekolah PelTi.
Namun, Oydis sudah berusaha berdamai dengan diri sendiri dan kekurangannya. Ia sangat malas untuk memikirkan hal yang tak penting dan hanya akan membuatnya sakit hati setelah memikirkannya.
“Ewh … jijik banget, sih!”
“Duh, kok bisa parasit kayak dia sekolah disini, sih.”
“Bikin pemandangan sekolah jadi jelek, aja, sih!”
“Mana matanya beda lagi! Jangan-jangan dia monster!”
Oydis mengigit bibirnya, membuat tembok agar hatinya teteap tegar saat selalu dihina karena kekurangannya. Langkahnya makin melebar dan dirinya tak mau mendengar perkataan tak penting itu.
Kaca mata bulat membuatnya tampak culun dan terpojok di kelas. Diam dan tak berkutik sekali pun di kelas. Ia hanya berbicara ketika guru bertanya, juga sebaliknya. Itulah hidup Oydis, hampa, penuh luka, dan tak memiliki pendukung di hidupnya.
Beberapa orang yang dekat padanya, bukan karena mau berteman tulus, tetapi mau meminta jawaban semua tugas-tugasnya. Murid-murid yang kayak gitu, tuh, bikin bingung. Sebenernya niat sekolah atau cuma buat formalitas, sih.
Sorot matanya seketika tertuju pada sekumpulan murid-murid berpakaian berantakan, seragamnya keluar, rambutnya dibentuk mohawk dan terdapat puntung rokok di antara jari-jemarinya.
“Ada sasaran baru, nih, guys!” seru Danu berdecih pelan.
Perkataan Danu disambung oleh tawa lepas teman-temannya sembari melirik Oydis. Dahinya tampak mengernyit melempar pandangan terhadap sekumpulan anak tersebut.
“Hahaha ... ternyata matanya juga aneh,” ledek Dito mengedipkan salah satu matanya.
Oydis kesal, tapi dia sedang malas ribut dengan orang. Ia hanya mengabaikannya, pura-pura tak mendengar seluruh perkataan mereka.
***
Lelaki paruh baya bertubuh buncit dan berkumis tebal itu sedang mengajar di kelas. Tertawaan dari Geng Danu seketika mendapatkan sorot mata tajam dari Pak Vito. Guru biologi mereka yang seringkali menjadi buah bibir murid-murid karena kumis tebalnya.
“Pak, nggak bisa beli cukuran, ya?” sindir Danu dengan bersiul santai.
“Danu! Sudah berani kamu melawan saya!” gertak Pak Vito sambil berdiri di meja gurunya.
“Anak-anak, nanti saya beri tugas tambahan dan jangan lupa dikerjakan untuk pengganti ujian besok! Saya nggak bisa masuk karena anjing saya mau bertelur.” Pak Vito dengan santainya malah duduk dan bukan menjelaskan pelajaran.
“Goblok banget si Vito, sejak kapan anjing bertelur? Kayaknya guru biologi jadi-jadian, ya. pelajar SD aja nggak tahu,” bisik Dito pada Rangga, orang yang duduk sebelah Dito.
“Lo ngerasa udah pinter? Tugas aja sering negjoki, bangga amat! Mana nilai gua pula yang lebih baik daripada lo,” sahut Rangga dengan songgongnya sembari tertawa kecil.
Sementara itu, Oydis merasa risih dengan lelaki sok jagoan di kelasnya. Mereka selalu mengganggunya yang ingin fokus pada pelajaran. Wajahnya tampak masam, tetapi tetap fokus pada pelajaran sembari mencicil soal-soal yang diberikan.
***
Bel pulang sudah berbunyi. Siswa-siswa berhamburan ingin segera lepas dari rutinitas sekolah yang membosankan. Begitu juga dengan Oydis yang mulai membereskan buku-buku yang masih berantakan di mejannya.
Kini di kelas hanya tinggal geng Danu dan Oydis. Bulu kuduknya seraya naik pertanda merinding diikuti oleh degup jantungnya yang tak dapat berdegup dengan normal. Lagi-lagi karena Oydis mengerti, bahwa kumpulan Danu adalah kumpulan brengsek yang tak segan-segan bermacam-macam dengannya.
Matanya melirik ke arah mereka yang sudah tersenyum licik sembari memainkan jari-jemarinya. Ia langsung ingin mengambil langkah untuk berlari agar tak diganggu oleh geng Danu.
Namun, langkahnya terpaksa harus berhenti, kerika tubuhnya hampir saja dibuat terhuyung ke belakang ketika seseorang menarik ujung tas ransel Oydis hingga kebelakang.
Entah sengaja atau tidak, tetapi tatapan Oydis dibuat mengerjap kaget dan tak lama kemudian menajam. Ia berbalik badan, lalu mendapati laki-laki jangkung yang menatapnya dengan cengiran lebar.
Bukan takut, mereka malah mentertawakan tatapan dari Oydis. Menurut mereka, tatapan itu tak ada unsur seremnya sama sekali. Malah bikin ketawa terbahak-bahak tujuh turunan karena kekurangan Oydis. Kejam, sih, tapi kalau udah sama geng mereka kejamnya udah hal biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oydis' Story [END]
Teen FictionBagi beberapa orang, keluarga mungkin adalah tempat ternyaman untuk mencurahkan semua perasaan. Tetapi tidak untuk gadis yang bernama Oydis Arisha Lamont, ia benar-benar tak percaya, bahwa keluarga adalah tempat ternyaman dalam hidup, dan malah kelu...