Senyum Nabila tersungging lebar sekarang, sudah sedari tadi wajahnya tampak benar-benar semringah dari biasanya. Entah apa yang merasukinya, tetapi hal yang dapat dipastikan adalah gadis itu sangat semangat menunggu hari ini, bahkan membuat Gibran menggaruk kepalanya yang tak gatal, kebingungan dengan reaksi putri kesayangannya terhadap hari yang cerah ini.
Kaos oversized, dan ripped jeans melekat pada tubuh remaja yang berusia kepala dua itu. Meskipun usianya terbilang sudah dewasa, tetapi gadis tersebut masih berprilaku layaknya gadis yang belum beranjak dewasa. Ia benar-benar tak sabar dengan akhir pekan kali ini, untuk menagih janji dari adiknya yaitu membelikannya coklat Godiva.
Setelah Gibran berangkat, gadis itu langsung turun menghampiri kamar adiknya. Gadis mengetuk pintu kamarnya berulang kali, tetapi gadis sialan itu tak kunjung membuka pintu tersebut.
“Oydis! Jangan jadi anak sialan ya lo! Awas aja kalau sampe lo PHPin gue! Gua bisa lakuin hal yang bikin lo menyesal seumur hidup!” ancam Nabila yang sudah habis kesabarannya.
Namun, sudah beberapa detik berlalu, ancamannya pun tak ditanggapi oleh gadis itu. Berani-beraninya dia.
Nabila menghela napasnya kasar, tangannya tampak mengepal, emosi karena menganggap Oydis telah meremehkannya. Gadis itu membuka pintu kamar itu dengan kasar tanpa permisi, kedua matanya seketika melotot, ketika mendapati tubuh adiknya masih tertidur dengan suara dengkuran kerasnya. Sepertinya gadis itu terlalu kelelahan setelah dipaksa mengerjakan kerjaan tambahan oleh Gibran kemarin.
Gadis itu dibuat menggelengkan kepalanya heran, bisa-bisanya gadis itu melupakan janjinya, dan malah tertidur lelap. Padahal pagi-pagi buta, ia sudah melihat adiknya menyiapkan seluruh makanan pada meja.
Nabila berjalan cepat, menghampiri Oydis yang masih berada di kasur dengan santainya. Menarik pergelangan tangan Oydis dengan kasar, dan membangunkan paksa gadis itu.
“Bangun,” titah Nabila sambil menggoyangkan tubuh gadis bertubuh gempal itu agar segera bangun, dan menepati janji yang dibuat seminggu lalu.
“Katanya, lo mau tepatin janji lo hari ini. Jangan kebo-kebo, napa?!” sentak Nabila kesal.
Kedua mata Oydis terbuka secara perlahan, menampakkan bola matanya yang berbeda warna, lalu menatap kebingungan ke arah Nabila. “Ke-kenapa, Kak?” tanya gadis itu masih belum sepenuhnya sadar dari kantuknya.
“Pake tanya kenapa lagi, gak inget sama janji lo minggu lalu,” kesal Nabila menatap tajam ke arah Oydis.
“O-oiya Kak, ma-maaf tadi Oydis ketiduran,” ucapnya yang langsung beranjak dari tempat tidur, dan mengambil baju dari lemari lusuhnya.
“Cepetan, gua tungguin!” gertak Nabila dengan suara dinginnya.
**
Oydis keluar dari kamar mandi dengan napas terenggah-enggah, asma yang dirasakannya sempat kambuh karena rasa paniknya setelah mendapatkan tatapan menajam tak suka, dan seperti ingin membunuh dari Nabila. Ia benar-benar merasa ketakutan dengan ancaman Kakaknya.
“Huftt … Oydis tenang, jangan panik! Kalau kamu panik yang ada malah asmamu kambuh lagi,” gumam Oydis menatap dirinya pada pantulan kaca kamar mandi sekilas.
Ia langsung masuk ke kamarnya, dan mendapati kakaknya yang sudah berkacak pinggang sekaligus berdecih. “Lama banget, sih, lo,” sentak Nabila mulai bete.
Gadis itu memandang hina Oydis, gaya berpakaiannya sangat norak. Bisa-bisanya dia memakai baju kaos kuning neon dengan celana pink. Ewh … begitu menjijikan. Bagaimana bisa dia jalan-jalan ke mall semewah Plaza Indonesia dengan pakaian seperti itu?
“Ke-kenapa, Kak?” tanya Oydis menekuk dahinya kebingungan, kenapa kakaknya menatapnya begitu sinis, dan menjijikan? Kakaknya malah menjauh darinya, lalu menjaga jarak dengannya seperti menganggapnya adalah kuman.
“Sadar gak, sih, gaya berpakaian lo norak banget!” ledek Nabila dengan tatapan tajam. “Malu-maluin tau ga? Nih, pake kacamata item aja, biar wajah lo yang kayak monster itu gak keliatan,” tambahnya yang makin mengusak luka Oydis makin mendalam, merengkah, dan terasa sangat sakit.
Oydis terdiam, memandang kakaknya dengan pandangan berkaca-kaca, ada rasa kecewa yang tampak di sana, sebenarnya dia sering diledek oleh Kakaknya terkait kekurangannya. Namun, kali ini terasa berbeda. Kenapa niat baiknya seraya dianggap sampah oleh Kakaknya? Apakah setakpantas itukah hidupnya?
“I-iya, Kak. Ma-maaf aku bikin malu kakak,” ujarnya merasa bersalah.
Bukan, malah puas menyakiti perasaan gadis malang itu. Gadis itu malah segera melenggang pergi dengan menyeret pergelangan tangan Oydis hingga kemerahan karena terlalu keras.
Nabila melepaskan cengkraman keras itu ketika berada di delam teras rumah. Meninggalkan Oydis yang sudah meringis kesakitan. Berhenti sejenak sambil mengibas tangannya yang terasa panas. “Sa-sakit, Kak,” ucap Oydis terbata-bata, matanya seperti sedang menahan tangis sedangkan bibirnya tampak mengerucut.
“Buruan masuk, gak usah ngulur-ngulur waktu, deh,” ketus Nabila dengan nada tak suka. Ia bisa merasa dipermalukan dengan gayanorak gadis itu, sepertinya gadis itu baru pertama kali ke mall saja. Bajunya sangat tak senada. Dasar memalukan!
Oydis menelan salivanya berat, kemudian duduk di bangku belakang. Bermaksud agar memberikan ruang privasi untuk kakaknya. Namun, maksud baik tak selalu dipandang baik oleh orang lain, bukan.
Tiba-tiba matanya dibuat melotot, melihat tatapan sinis dari Nabila sembari menggerutu penuh setelah dirinya memasuki jok belakang mobil. “Lo pikir gua supir gitu?” sinis Nabila mengernyitkan dahinya.
Oydis mengigit bibirnya, menunduk, lalu berpindah posisi menjadi di sebelah Kakaknya dengan tubuh gemetarnya. Ia masih tak berani memulai perbincangan, takut membuat mood Nabila makin memburuk.
Sementara itu, mobil hitam lainnya tampak memantau mereka dari kejauhan. Mereka membuntuti keduanya dari belakang.
“Pak, ikuti mobil sedan hitam itu,” titah seseorang yang menggunakan pakai formal.
Tak lama setelah itu, mobil tersebut berjalan dengan pelahan, tetapi tetap fokus pada jalan agar tak ketinggalan membuntuti mobil sedan hitam tersebut.
***
End versi Wattpad
Bagi yang mau ikutan PO bisa ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oydis' Story [END]
Teen FictionBagi beberapa orang, keluarga mungkin adalah tempat ternyaman untuk mencurahkan semua perasaan. Tetapi tidak untuk gadis yang bernama Oydis Arisha Lamont, ia benar-benar tak percaya, bahwa keluarga adalah tempat ternyaman dalam hidup, dan malah kelu...