Arkan masih terus memeluk raya tanpa ingin melepaskannya barang sedikitpun.
"lo kenapa?" Tanya raya ragu, namun tangannya masih aktif mengelus punggung bergetar Arkan.
Arkan diam tak menjawab, namun beberapa menit kemudian ia mengangkat wajahnya dari pundak raya.
"gapapa." Jawabnya tanpa beban.
Raya dibuat melongo dengan perlakuannya, lelaki di hadapannya ini sebenarnya kenapa? Aneh sekali.
"Sinting." Cibir raya.
Refleks jari telunjuk milik Arkan mengenai dahi gadis itu.
"Lo yang sinting!"
"Buruan masuk!" Ujarnya kembali.
Raya tidak mempertanyakan lebih tentang keadaan Arkan saat ini. Dan, demi apapun raya jarang sekali melihat seorang Arkan savendra menangis.
Untuk kali pertamanya raya bisa melihat Arkan menangis kembali. Di pundaknya lagi.
"Lo mau ngapain sebenarnya?"
"Nothing," Jawabnya enteng.
"I just wanna hug you, aja."
Raya berdecak sebal, alasan yang tidak logis sekali untuk diterima.
"Mama sama papa lo dimana?" Raya duduk di sofa ruang tamu yang berada di rumah lelaki itu.
"Hang out sama rekan papa."
Arkan sebenarnya anak rumahan yang tidak banyak tingkah, perilaku laki-laki itu saja raya nilai sebagai cowok cool yang pernah hadir di hidupnya. Walaupun beberapa cowok cool disekitarnya memang ada, tetap saja Arkan lah pemenangnya. Arkan paket komplit untuk menjadi seorang teman.
Teman.
"Terus gue ngapain kesini dong?"
"Nemenin gue." Arkan bersuara pelan. Matanya terpejam seiring dengan AC yang berada di ruang tamu rumahnya semakin dingin saja.
"Matiin AC nya, Ray." Arkan menyuruh gadis itu cepat.
"Gue gerah, jangan di matiin."
"Gue dingin."
Perlahan mata tajamnya terbuka, raut wajahnya datar dan tidak berekspresi menatapnya.
"Dingin." Ucapnya kembali.
"Gerah, Arkan."
Akhirnya Arkan mengalah, duduk yang tadinya agak berjarak dengan raya segera ia dekatkan.
Arkan butuh kehangatan, setidaknya untuk menghangatkan badannya yang akhir-akhir ini cepat sekali berubah.
Raya diam saja selama dia tidak menyadari perbuatan Arkan yang sekarang kepalanya sudah disandarkan ke bahu milik gadis itu.
Tangan kekarnya tiba-tiba memeluk pinggang ramping raya dari samping. Kakinya ia mepetkan ke arah raya.
Raya nampak terkejut, ia berusaha menetralkan degup jantungnya yang tiba-tiba menggila dengan sendirinya.
"Mau tidur, temenin."
Suara halus itu mengganggu raya dari lamunannya. Kepala Arkan makin tidak bagus tempatnya, sekarang bagian wajah lelaki itu sudah mendekat ke arah leher jenjangnya. Nafas hangat yang menerpa leher jenjang milik raya membuat sang empu makin nyaman mengeratkan pelukannya.
Ini tidak benar, raya ingin mendorong tubuh Arkan dari tempatnya saat ini juga. Namun, tidak bisa. Perlakuan dirinya yang tidak menolak Arkan bersikap seperti ini membuat raya bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUSIC OF MY LIFE
Short StoryRaya tidak pernah merasa dirinya sehidup ini, rasanya semua beban yang menjadi tanggungannya terbuang begitu saja. Musik bukan hanya sekedar lagu yang di dengar dalam situasi tertentu saja. Tapi musik membangun dan membuat suasana perasaan manusia m...