Andrea dan raya, mereka yang paling di sayangi oleh bram. Watak keduanya, salah satu sifat keras kepalanya, semuanya menjeplak sempurna di dalam jiwa anaknya.
Andrea, istri yang dinikahinya saat ia berusia 26 tahun. Gadis yang dulunya menjadi incaran satu kampus tempatnya menuntut ilmu.
Bram menyukai andrea bukan dengan kecantikannya yang memang sudah murni sempurna, tetapi dengan sifat keras kepalanya.
Anaknya, raya stevania rayan. Lelaki paruh baya itu seolah melihat andrea sejak gadis namun bedanya raya mempunyai sikap yang lebih ramah terhadap semua orang, walau sebenarnya gadis itu hanya sedikit memiliki beberapa teman.
Tidak apa, bram mensyukuri itu. Punya sedikit teman lebih baik di banding memiliki banyak teman.
Raya tumbuh menjadi remaja yang sekali lagi bram katakan sama dengan andrea. Kepintarannya, bicaranya, cara berpakaian gadis itu tak luput dari penglihatan bram di setiap paginya.
Bram tersenyum saat raya mulai mendekat padanya untuk berpamitan karena akan pergi ke sekolah.
"duplikat mama banget." kata bram saat itu.
Penampilan raya tidak bisa di katakan feminim sebagai perempuan jika bersekolah, lagi-lagi sama dengan mamanya.
"an, raya sama banget sama kamu ya." bram berkata pada istrinya.
Andrea terpaku melihat tatapan bram yang sangat amat menyayangi anak semata wayangnya.
"liat deh, dulu rambut kamu juga di kuncir kuda sama kayak raya. Itu liat, bagian atas lengan pendeknya juga di gulung persis waktu kamu masih SMA."
"mas kok tau?"
"aku pernah liat foto kamu semasa SMA."
Andrea tersenyum kecil mengingatnya, sungguh ia juga melihat dirinya sejak gadis di dalam diri raya. Benar-benar sama.
"mas, aku minta izin raya kuliah di berlin boleh enggak?"
Bram langsung menoleh cepat saat istrinya membahas tentang pendidikan sang anak.
"berlin?" beo bram, pandangannya turun ke arah istrinya.
"kalau aku nggak bakal izinin?" tanya bram.
"aku akan tetep kuliahkan raya di berlin." jawab andrea dengan sorot mata lulus menatap bram.
Bram tertawa kecil lanjut merengkuh tubuh istri nya kepelukannya. "nggak pernah berubah."
"mas, tapi aku serius. Aku akan kuliahkan raya di berlin."
***
"ray," panggil rega saat raya sedang membahas soal hitungannya pada teman-teman perempuan yang ada di kelas les matematik.
"iya, kenapa ga?"
"sekarang bisa gak?" tanya rega, ia menatap wajah gadis itu penuh harap.
Raya terlihat seolah berfikir keras, jadwal kesehariannya selalu padat dengan acara-acara les seperti sekarang.
"gue liat jadwal dulu ya." putus raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUSIC OF MY LIFE
Short StoryRaya tidak pernah merasa dirinya sehidup ini, rasanya semua beban yang menjadi tanggungannya terbuang begitu saja. Musik bukan hanya sekedar lagu yang di dengar dalam situasi tertentu saja. Tapi musik membangun dan membuat suasana perasaan manusia m...