36| Kepercayaan

5 0 0
                                    

"Ray.." Panggilan itu menjadi kalimat pertama yang keluar dari mulut lelaki yang baru saja sadar dari tidurnya.

Raya yang terdiam di brankar hanya menatap datar wajah Bintang tanpa ingin menjawabnya.

"kamu yang bawa aku kesini?" Bintang masih terus bertanya pada Raya.

Tapi, kenapa kepalanya sangat berat sekali? Seingatnya ia baru saja bertengkar bersama gadis di hadapannya itu.

Ternyata Bintang masih belum sadar bahwa kejadian terakhir yang dialaminya membawa laki-laki itu terbaring lemah di brankar rumah sakit.

"kecelakaan."

Hanya satu kata yang Raya katakan, namun mampu membuat Bintang diam merenung lama.

Bodoh, umpat Bintang dalam hati.

Ia ingat sesuatu saat kejadian itu selesai, dimana Raya mengusir dirinya dari rumah gadis itu. Yang berakhir ia menyetir ugal-ugalan di jalanan, dan mengakibatkan ia menabrak trotoar.

Entah bagaimana Raya bisa mengetahui keberadaannya dan membawanya kemari, namun Bintang senang pada akhirnya Raya bisa menemaninya sekarang.

"hmm, terakhir kali aku ingat karena nabrak trotoar jalanan." Jawab Bintang, senyumnya tiba-tiba merekah karena melihat Raya yang tengah menatapnya dalam diam.

"Bintang," panggil Raya.

"kenapa, Ray?" jawab Bintang cepat, tiba-tiba tangannya dingin tidak karuan saat menatap wajah gadis itu.

"aku mau minta maaf soal terakhir kali kita.."

"gapapa, Ray. Udah lalu juga." Sela Bintang pada Raya. Ia yang seharusnya meminta maaf karena berani mencampuri hidup gadis itu. Padahal Bintang tidak memiliki peran apa-apa dalam hidup Raya.

Raya tersenyum tipis menatap Bintang, Ia merasa bersalah karena kepulangan Bintang dari rumahnya menyebabkan laki-laki itu kecelakaan. Pulang dalam emosi yang masih belum mereda memang berbahaya.

"tadi dokter bilang, kamu harus rawat inap selama 3 hari, karena masih ada beberapa tahap penyembuhan." Raya bangkit dari tempat duduknya, lalu mendekat ke arah Bintang, tangannya mengambil beberapa butir obat yang tertera di nakas sebelah brankar Bintang lalu menyerahkan obat itu padanya.

"minum dulu."

"pahit!" spontan Bintang menutup mulut dengan 5 jarinya yang tengah di infus. Padahal obat itu belum saja masuk kedalam mulutnya, tapi rasanya ia sudah membayangkan bagaimana jadinya ia saat meminum obat itu.

"belum juga diminum." Raya memutarkan bola matanya malas melihat tingkah ke kanak-kanakan Bintang.

Masih juga belum membuka mulutnya, terpaksa Raya memilih cara lain agar lelaki dihadapannya ini mau meminum obatnya.

"kalau nggak mau yaudah, ngapain aku disini lama-lama cuman nungguin kamu bangun. Mending aku pulang." Ancamnya pada Bintang.

Tanpa menunggu lama Raya memutuskan untuk menaruh obatnya dan berjalan menjauh dari Bintang tanpa menunggu jawabannya.

"Ray.." panggil Bintang sambil memelaskan wajahnya.

Raya tidak ada niatan untuk membalikkan tubuhnya, sampai dimana suara tegukan air membuat pergerakannya berhenti. Gadis itu mengintip melalui ekor matanya bahwa Bintang perlahan menutup matanya dan mulai tertidur nyenyak.

Cepat sekali reaksi obatnya, batin Raya berucap.

Tak butuh waktu lama lagi untuk Raya perlahan mendekati brankar lelaki itu dan mengecek keadaannya.

Sebenarnya, ia sangat khawatir dengan Bintang. Rasa bersalah itu masih menyelimuti dirinya, ditambah ada beberapa pertanyaan yang ingin Raya tanyakan padanya saat nanti Bintang sudah pulih. Tapi, gejolak hatinya berkata lain bahwa Raya tidak bisa meninggalkannya sendirian disini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MUSIC OF MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang