5| Yang menerima

16 4 0
                                    

Buku-buku yang dibacanya sudah memasuki bab 450, gadis itu seperti tak bosan dengan kegiatannya yang selalu membaca dan membaca.

Arkan menghela nafasnya pelan, maksud ia mengajak raya untuk jalan bersama bukan ini akhirnya.

Terjebak di dalam sebuah perpustakaan besar bersama cewek ambis.

"ray, udah dong. Kita mau jalan lho, bukan mau belajar bareng." ujar arkan yang di landa bosan dengan kegiatan keduanya. Arkan bukan orang yang suka menyendiri, ia lebih suka mencari suasana ramai dan juga berisik. Berbanding terbalik dengan raya yang butuh ketenangan di dalam hidupnya.

Lelaki itu menaruh asal komik yang di genggamnya tadi pada tempat yang tak seharusnya ia simpan.

"katanya kemaren lo mau belajar sama gue?" tanya raya yang masih terus membaca buku tebal di tangannya.

"itu cuman spik doang elah, lagian gampang banget di kibulin! Udah tau kalau gue belajar sama lo enggak bakal berhenti abisnya."

"itu sih tergantung lo. Kalau mau cepet pinter engak ada cara yang instan, arkan."

"ck, bodo lah. Sekarang temenin gue ke barbershop yuk! Mau potong rambut."

Raya menghela nafasnya, kemudian satu tangannya bergerak menyentuh rambut arkan yang sedikit panjang itu.

"udah gondrongin aja." ucap gadis itu.

"lo suka cowok gondrong, ray?" tanya arkan.

"enggak,"

"terus lo suka cowok yang kayak gimana?"

"pinter, yang punya wawasan luas lebih dari yang gue tau."

"buset." arkan bergumam pelan, jika itu tipe yang raya inginkan sudah pasti arkan jauh dari kriteria gadis itu. Ternyata selera raya jauh luar biasa dari perkiraannya.

"nikah sama profesor aja, ray." arkan menyarankan.

Gadis itu menatap lelaki yang barusan mengeluarkan jokes tak jelas itu padanya.

"enggak lucu, lo nggak jelas." ia bangkit dari tempatnya.

Arkan tertawa tanpa sebab, ia mengikuti langkah raya dari belakang.

"gue tunggu sini aja." putus raya, ia menatap arkan yang tengah memperhatikan dirinya lekat.

"parkir mobil jauh, udah ikut aja. Siapa suruh enggak mau berangkat pake motor klasik gue?"

Raya mendelik, "ribet, motor lo baru di servis kemaren-kemaren. Ngapain segala dipake juga? Lagian tuh motor kan jaman om barta sekolah."

"justru itu! Gue mewariskan peninggalan motor papa, lagian walaupun suka mogok gitu dia enggak banyak mau kok."

"enggak banyak mau kata lo? Minta dorong sama servis tiap minggu itu apa kalau bukan banyak mau?!"

"elah, kalem aja napa. Yang punya motor juga gue." jawab arkan lelah, ia kemudian berjalan melangkah bersama raya menuju parkiran mobil.

Arkan mengemudikan mobilnya dengan satu tangan, sebelah tangannya sibuk dengan bermain ponsel.

Raya di sebelahnya berdecak seraya menatapnya kesal, "gue kecelakaan lo harus tanggung jawab."

Lelaki itu mendongak, menatap raya bingung. "hah?"

"hah hah hah, kebiasaan! Kalau nyetir bisa fokus enggak?!"

MUSIC OF MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang