A.

23.9K 1.3K 147
                                    

Seorang lelaki setengah baya bergelantungan di jembatan yang dibawahnya mengalir air sungai yang cukup deras. Tempat itu sepi, penerangan juga seadanya.

"Juragan jangan nekat, cepat pegang tangan saya!" Tiga orang yang berdiri di dekat lelaki setengah baya berteriak berusaha mencegah sang jugaran melompat ke air.

"Jangan halangi saya! Kalau saya sampai gagal menikah mau ditaruh dimana muka saya dihadapan orang kampung?"

"Tentu saja muka juragan masih dikepala juragan, tidak mungkin kan muka juragan  tukar tempat jadi muka saya. Mas Ibnu, Mbak Farihaa cepat bujuk juragan, jangan diam saja!"

"Kita tarik Abah ke atas pak!"

"Jangan coba-coba mendekat, saya akan benar-benar loncat!"

"Abah loncat saja. Nanti warisan Abah aku bagi dua sama bang Ibnu."

"Aduh mbak Farihaa jangan mancing-mancing. Nanti kalau juragan nekat bagaimana? Lagipula juragan belum nulis surat wasiat."

"Kalau Abah nekad terjun ke sungai pilihannya dua pak Min, kalau ngga meninggal ya patah tulang. Secara tulang Abah kan tulang uzur. Pak Min tenang saja, abah itu hanya menggertak kita. Tidak perlu surat wasiat, harta Abah otomatis jatuh ke tangan saya dan bang Ibnu." Pak Min hanya bisa mengelus dada mendengar jawaban sang majikan. Anak majikannya ini sayang ayahnya atau tidak kok ayahnya mau bunuh diri terlihat tenang-tenang saja. Malah disuruh bunuh diri bukannya mencegah.

"Abah mau naik apa ngga? kalau mau naik, pegang tangan Ibnu, kalau mau loncat ya loncat saja. Warisan abah nanti Ibnu bagi dua dengan Farihaa."

"Aduuuhhh punya majikan kok pada sengklek semua! Saya pulang saja kalau begitu!" Lelaki bernama pak Min itu segera berbalik dan berjalan kearah mobil yang terparkir tak jauh dari jembata, tapi baru dua langkah pak Min berjalan tiba-tiba terdengar suara terjatuh dari sungai yang ada di bawah jembatan.

Byurrrr....

"Abaaaahhhhh!!!!!" // "Abaaaaaahhhh!!!!" Kedua anak sang juragan berteriak histeris. Keduanya terkejut saat melihat pegangan tangan sang ayah pada pembatas jembatan terlepas. Pak Min yang mendengar teriakan anak-anak majikannya segera berbalik dan membelalakkan matanya saat ia tidak melihat sang juragan di pinggir jembatan. Ia tidak menyangka juragannya benar-benar nekat bunuh diri.

Byurrrr...

Ketiga orang yang terkejut dengan apa yang terjadi semakin terkejut saat mendengar suara sesuatu jatuh dari air tidak lama kemudian.

"Kalian ayo cepat turun kepinggir sungai, kita bantu mereka!" Seorang wanita mengejutkan ketiganya. Diantara kebingungan dengan apa yang terjadi anak-anak juragan pak Min dan pak Min segera mengikut perkataan wanita yang kini sudah sampai dipinggir sungai.

"Nadya, cari bantuan! Arusnya cukup kuat!"

"Iya mbak Retno! Ayo pak, mas, mbak, cepat kita bantu mbak Retno!" Wanita yang dipanggil Nadya itu meraih tangan Retno yang masih memeluk sang juragan agar tidak terhanyut. Dengan sedikit paksaan, Retno menarik sang juragan ke pinggir sungai. Begitu tangan sang juragan berhasil digapai pak Min dan Ibnu, Retno bernafas lega. Ia berusaha naik kepinggir dibantu Nadya dan Farihaa.

"Abah! Bagaimana ini pak? Abah pingsan!" Ibnu terlihat panik. Retno yang berhasil naik mendekati sang juragan, wanita itu memeriksa kondisi sang juragan dan memberikan pertolongan pertama. Pertolongan pertama berhasil dilakukan oleh Retno. Tidak butuh waktu lama sang juragan tersadar, lelaki itu batuk-batuk dan refleks memeluk Retno.

"To-tolong, selamatkan saya..." Ujarnya gemetar. Wajah Retno memerah saat kepala sang juragan menempel diantara buah dadanya. Dipeluk lelaki yang badannya lebih besar dari dirinya mau tidak mau membuat Retno jadi salah tingkah.

Retno (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang